KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 13 Januari 2012

NO NOT ME ... (1)

Disinilah aku kini, menjadi pembantu rumah tangga di Hongkong, sebuah hal yang tak pernah terlintas sebelumnya. Dan cerita di balik nekatnya kepergianku menyandang profesi itu, seolah membuka kembali lembaran suram yang ingin aku simpan.

Berawal dari suatu siang pada tahun 2003 disela kesibukanku bekerja di salah satu klinik diet yang cukup terkenal di Surabaya. Sebuah panggilan tanpa nama di ponsel membuatku menghentikan sejenak pekerjaan, karena memang ada beberapa pasien yang terkadang menghubungiku untuk konsultasi.

Ternyata hanya telepon salah sambung. Namanya Yudi, bekerja sebagai pialang saham, berkantor tak jauh dari tempatku bekerja. Bagiku itu hal biasa, dan melupakannya.

Beberapa hari kemudian, Yudi kembali menghubungi. Lagi dan lagi. Bila sedang tidak tertimbun dengan pekerjaan, aku ladeni obrolan-obrolan ringannya. Selain bahasanya sopan, joke-jokenya juga tidak norak dan selalu saja ada bahan menarik yang kami bicarakan.

Belum lagi pesan-pesan singkatnya yang rajin menggetarkan ponselku untuk mengingatkanku pada hal-hal kecil, well..dia berhasil mencuri perhatianku. Dan kami bertemu seminggu kemudian.

Secara fisik dia biasa saja, namun smart dan wise. Dalam hati diam-diam aku mengagumi, dan terselip rasa andai hubungan ini bisa berlanjut ke hal yang lebih serius. My daydreaming.

Kedekatan itu terus berlangsung. Setiap weekend kami habiskan waktu bersama, ke toko buku, wisata kuliner atau sekedar jalan-jalan sambil berdiskusi tentang berbagai hal. Pembicaraan kami juga telah menjurus ke masa depan bila bersama, merancang hal-hal demi kebaikan nanti. Kami pacaran.

Yudi sangat santun dan menghargai ku, bahkan beberapa kali dia menemani saat menghabiskan cuti di Solo tempat asalku. Dan dengan kebaikannya, Yudi cukup mudah membaur dengan keluargaku. Aku anggap itu sebuah restu .

Namun dibalik keharmonisan hubungan kami, ada sebuah tanda tanya besar yang menyelinap dalam benakku. Yudi selalu menghindar bila aku tanyai perihal keluarganya. Alasan yang sering dikemukakannya bahwa keluarganya ada di Gresik, dan agak sulit bertemu karena sering bertubrukan dengan kesibukannya.

Aku anggap alasan itu tak masuk akal. Sebuah pernyataan untuk menghibur diriku sendiri adalah, bahwa dengan sifat-sifatnya yang terpuji, Yudi tak akan melukaiku. Kutelan kembali keingintahuan itu.

Malam minggu seperti biasa kami makan malam di sebuah tempat kuliner di Surabaya setelah sebelumnya ke Toko Buku Gramedia di daerah Tunjungan.

Setelah membayar waitress untuk makanan yang kami santap, Yudi berpamitan ke toilet. Tanpa dia sadari dompetnya terjatuh. Tiba-tiba ada keinginan untuk membukanya, dan berharap Yudi tak akan marah dengan tindakanku itu.

Berdesir jantungku ketika jari-jari ini menguak dompet Yudi, rasa bersalah memilinku. Tempat foto menjadi tumpuan pertama. Tak ada foto kami, aku anggap wajar karena Yudi bukanlah tipe cowok romantis. KTP nya segera kuambil untuk kubaca keterangan disebaliknya. Mataku mengurutkan dengan cepat keterangan identitasnya hingga ke status, lemas seketika.

Jariku bergetar namun ingin terus menguak lembar-lembar lain yang terselip. Ada STNK mobil, kartu nama dan lembar terakhir membuatku serasa tertimbun bangunan dimana aku duduk. Sebuah foto wanita dengan dua anak kecil yang manis. Logikaku segera menerjemahkan teka teki sikap Yudi selama ini bila kutanyai tentang keluarganya. He's a married man…

Tak ada dayaku untuk mengembalikan lembaran-lembaran itu ke dompetnya hingga dia kembali. Dengan nanar, dia pungut lembaran-lembaran itu dan memasukan kembali ke dompetnya dengan kasar, lalu beranjak meninggalkanku.

Aku tetap terpaku ditempat, mengumpulkan tenaga dan keping-keping harapan yang berserak. Dengan cepat dia berbalik, dan menarik tanganku menuju tempat parkir. Otakku berusaha membungkam ribuan tanya mengapa.

"Kita akan bicara lagi kapan-kapan." Ucap Yudi begitu kami sampai. Aku diam dan segera masuk kamar, membenamkan wajahku di bantal dan menghamburkan tangis disana. Sayup kudengar suara mobilnya menjauh dan menghilang.

Beberapa menit kemudian, sebuah pesan dari Yudi mengejutkanku, 'Kau adalah pelengkap hidupku non, aku tak akan sanggup kehilangan kamu'. Dan tangisku semakin menjadi hingga aku terlelap dalam letih.

Meski berat, but life must go on…Aku berusaha menormalkan hidupku yang tak lagi seperti sebelumnya. Ke klinik, bercanda dengan teman dan menenggelamkan diriku dalam pekerjaan demi menepis kesedihan itu.

Telpon dan sms nya masih mengalir, namun lebih sering tak ku acuhkan. Aku juga menghindar kehadirannya di klinik dan kostanku dengan berbagai alasan. [bersambung / Vivi Tan / Jakarta]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA