Akibat berbagai masalah tadi, ia kehilangan waktu kerjanya hampir dua jam. Rupanya, penderitaannya tak hanya berhenti sampai di sini. Persis saatnya mau pulang, mendadak mesin mobilnya ogah hidup alias mogok.
Agar tidak kemalaman, saya mengantarkannya pulang. Dalam perjalanan ia tampak termenung sedih atas kesialan yang bertubi-tubi menimpanya hari itu.
Sesampainya di depan rumahnya, ia mengajak saya mampir. Saat kami berjalan menuju rumah dia, tiba-tiba ia berhenti sebentar di depan sebuah pohon kecil yang tumbuh di halaman depan. Ia menyentuh ujung-ujung cabang pohon itu dengan kedua tangannya.
Setelah itu, raut mukanya menampakkan perubahan besar. Begitu pintu rumah terbuka, wajah yang semua lesu kusam itu mendadak penuh senyuman. Dengan riang dan hangat ia memeluk kedua anaknya serta mencium sang istri yang menyambutnya.
Karena penasaran, sebelum berpamitan saya bertanya apa yang dia lakukan dengan pohon tersebut?
"Oh, itu adalah pohon masalah saya," jawabnya. Menyadari lawan bicaranya kebingungan, pria ini melanjutkan bicara, "Saya sadar, ada banyak persoalan muncul dalam pekerjaan. Namun, yang pasti segala permasalahan itu bukan milik orang rumah, baik anak maupun istri saya.
Itulah sebabnya sore hari setiap pulang dari kantor, sebelum masuk rumah saya selalu menaruh semua masalah atau problem pekerjaan di pohon ini. Keesokan harinya, saya ambil untuk dibawa ke kantor lagi."
"Anehnya," lanjutnya sambil tersenyum, "Di pagi hari ketika saya ambil lagi masalah-masalah tersebut dari pohon, rasanya tidak lagi seberat seperti ketika saya taruh kemarin sore." [Roswati Lim / Mataram]