Suatu hari sepasang suami-istri berkonsultasi dengan psikiater. Mereka mengeluh putus asa menghadapi kenakalan anaknya yang semata wayang.
Masalahnya cukup sederhana, anak itu suka sekali bermain kuda-kudaan kayu milik anak tetangga sebelah dan tidak mau berhenti meski sudah berkali-kali disuruh. Padahal ia sendiri sudah dibelikan tiga buah kuda-kudaan kayu di rumah. Inilah yang membuat orangtuanya kesal. Betapa tidak? Setiap kali ingin naik kuda-kudaan, si anak segera pergi ke rumah sebelah dan mengganggu anak tetangga dengan merebut mainan kayu ini.
Usaha kedua orangtuanya untuk memaksanya turun malah membuat si anak berteriak menjerit-jerit. Keributan semakin menjadi-jadi, lantaran si pemilik mainan tidak mau mengalah.
Pertama-tama, sang ahli jiwa merundingkan bayarannya. Setelah itu ia mendekati anak itu, mengelus rambutnya dengan halus, menunduk, dan sambil tersenyum membisikkan sesuatu ke telinganya. Aneh bin ajaib. Segera anak nakal tersebut turun dari kuda-kudaan dan dengan manis mengikuti orangtuanya pulang ke rumah.
Tentu saja si orangtua gembira melihat semuanya bisa diselesaikan dengan cepat. "Mantera apa yang Anda gunakan untuk membujuk anak saya?" tanya orangtua itu terheran-heran.
"Saya hanya berbisik, kalau engkau tidak turun dari kuda kayu saat ini juga, engkau saya pukuli sampai tidak bisa lagi duduk selama satu minggu. Ketahuilah, saya dibayar untuk tugas ini maka saya bersungguh-sungguh!"
Nah, sebelum Anda menghukum seorang anak, tanyalah diri sendiri apakah bukan Anda sendiri yang menjadi sebab kesalahan. [Jasisca Wang / Jambi]