KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Kamis, 04 Oktober 2012

MAHALNYA HARGA SEBUAH KARIR

Saya seorang ibu dengan sepasang putra putri. mantan direktur sebuah perusahaan multinasional. Jangan pernah menganggap bahwa saya adalah orang yang berhasil dalam karir, karena kalau boleh memilih, maka saya memilih tidak hidup seperti sekarang. Saya menganggap apa yang saya raih saat ini adalah kesia-siaan belaka.

Berawal ketika Maya, putri saya semata wayang yang berusia 19 tahun meninggal dunia karena overdosis narkotika. Hidup saya hancur berantakan, sementara suami saya saat ini masih terbaring di rumah sakit karena terkena stroke dan lumpuh memikirkan musibah ini. Putera saya satu-satunya juga sempat mengalami depresi berat dan masih dalam perawatan intensif sebuah klinik kejiwaan, dia juga merasa terpukul dengan kepergian adiknya. Sungguh bukan ini yang saya harapkan dalam hidup.

Kepergiaan Maya lebih dikarenakan kepergian Bik Inah pembantu kami yang membuatnya terguncang. Hal ini membuatnya terjerumus pemakaian narkoba. Agak aneh memang, bila kepergian seorang pembantu bisa berdampak begitu hebat pada putri kami. Harus saya akui, Bik Inah sudah seperti keluarga bagi kami, dia telah ikut kami selama 20 tahun, ketika Doni berumur 2 tahun. Bagi Maya dan Doni, Bik Inah sudah seperti ibu kandung sendiri. Ini semua saya ketahui dari buku harian Maya yang saya baca setelah dia meninggal.

Maya begitu cemas dengan sakitnya Bik Inah, berlembar-lembar buku hariannya berisi hal ini. Dan ketika saya sakit, karena kelelahan dan diopname di rumah sakit selama 3 minggu, maya hanya menulis sebaris kalimat singkat di buku hariannya, 'Hari ini Mama sakit di rumah sakit', hanya itu saja.

Sungguh ini membuat saya semakin terpukul. Tapi saya akui kalau ini karena kesalahan saya. Begitu sedikitnya waktu untuk Doni, Maya dan suami saya, hampir seluruh waktu saya habiskan di kantor. Otak saya lebih banyak berpikir tentang keadan perusahaan ketimbang keadaan mereka. Berangkat jam 07.00 dan pulang 12 jam kemudian, bahkan mungkin lebih. Ketika sudah sampai rumah, saya sudah terlalu capek untuk memikirkan urusan mereka. Memang setiap hari libur kami gunakan untuk acara keluarga, namun tak lebih dari sekedar seremonial dan rutinitas semata. Ketika Senin tiba saya dan suami sudah seperti 'robot' yang terprogram hanya untuk urusan kantor.

Sebenarnya ibu saya sudah berkali-kali mengingatkan untuk berhenti bekerja sejak Doni masuk SMA namun selalu saya tolak, saya anggap cara pikir ibu terlalu kuno. Memang ibu saya memutuskan berhenti bekerja dan memilih membesarkan kami enam orang anaknya. Padahal sebagai sarjana ekonomi karir ibu kala itu sangat baik, ketimbang ayah yang karir dan penghasilannya hanya biasa saja. Saya pernah berpikir untuk memutuskan berhenti bekerja dan mengurus Doni dan Maya, namun selalu muncul pertanyaan 'ego', bagaiman saya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari kalau berhenti bekerja atau buat apa saya saya sekolah tinggi-tinggi? Pertanyaan bodoh sebenarnya, karena  suami saya tergolong mapan dalam hal karir dan penghasilan.

Biasanya setelah dinasehati ibu, saya menjadi lebih perhatian pada Doni dan Maya namun itu tidak lebih dari dua minggu. Setelahnya akan kembali seperti semula, urusan kantor dan karir yang saya fokuskan. Sejauh nitu saya masih menganggap bisa membagi waktu untuk mereka. Toh teman saya di kantor bisa melakukan hal yang sama dan ungkapan 'kualitas pertemuan dengan anak lebih penting dari kuantitas' selalu menjadi patokan saya.

Sampai akhirnya semua terjadi dan diluar kendali, begitu cepat sebelum saya sempat menyadarinya. Maya berubah dari anak manis menjadi pemakai narkoba dan saya tidak mengetahuinya. Sebuah sindiran dan protes Maya selalu terngiang di telinga. Waktu itu Bik Inah pernah memohon berhenti bekerja dan memutuskan kembali ke desa untuk membesarkan Bagas, putera satu-satunya setelah dia ditinggal mati suaminya. Namun karena Maya dan Doni keberatan maka akhirnya kami putuskan agar Bagas dibawa tinggal bersama kami. Pengorbanan Bik Inah buat Bagas ini sangat dibanggakan Maya. Namun sindiran Maya ketika itu tidak begitu menarik perhatian saya.

Dari sinilah tragedi itu bermula, ketika tiba-tiba Bi Inah jatuh sakit kurang lebih dua minggu dan meninggal dunia di rumah sakit. Dari buku harian Maya pula saya baru tahu kenapa Doni malah pergi dari rumah ketika Bik Inah di rumah sakit. Doni pernah memohon pada ayahnya agar Bik Inah dibawa ke Singapura untuk berobat setelah dokter memvonis bahwa kanker Bi Inah masuk stadium empat. Usul Doni kami tolak hingga dia begitu marah dan kabur dari rumah. Saya kini tahu betapa berartinya Bik Inah buat mereka, sudah seperti ibu kandung, menggantikan tempat saya yang seolah hanya bertugas melahirkan mereka saja ke dunia. Tragis...

Sebuah foto 'keluarga' di dinding kamar Maya sering saya amati kalau kangen dengannya. Beberapa bulan yang lalu kami sekeluarga ke desa Bik Inah. Atas desakan Maya kami sekeluarga menghadiri acara pengangkatan Bagas sebagai Kepala Sekolah Madrasah setelah dia selesai kuliah dan belajar di pesantren. Doni begitu bersemangat untuk hadir di acara itu, padahal Doni paling susah diajak ke acara serupa di kantor saya maupun ayahnya. Di foto 'keluarga' itu tampak Bik Inah, Bagas, Doni dan Maya tersenyum bersama. Tak pernah kami lihat Maya begitu senang dan bahagia seperti saat itu dan seingat saya itulah foto terakhirnya. Setelah Bik Inah meninggal Maya begitu terguncang dan shock, kami sempat merisaukan keadaannya dan membawanya ke psikolog ternama di Jakarta. Namun sebatas itu yang kami lakukan, lantas saya kembali berkutat dengan urusan kantor.

Dan di halaman buku harian Maya penyesalan dan air mata saya tercurah. Maya menulis, 'Ya Tuhan, kenapa Bik Inah meninggalkan Maya? Terus siapa yang bangunin Maya? Siapa yang nyiapin sarapan Maya? Siapa yang nyambut Maya kalau pulang sekolah? Siapa yang ngingetin Maya buat berdoa? Siapa yang Maya cerita kalau lagi kesel di sekolah? Siapa yang nemenin Maya kalo nggak bisa tidur? Ya Tuhan, Maya kangen sama Bik Inah..." Bukankah itu seharusnya tugas saya sebagai ibunya, bukan Bik Inah. Tak terkirakan hancur perasaan saya membaca itu semua, tapi semua sudah terlambat. Seandainya semua bisa diputar kembali ke belakang saya rela mengorban apa saja untuk itu.

Kadang saya merenung, kalau ini hanya cerita sinetron dan saya pemeran utamanya. Namun saya sadar, bahwa ini real dan kenyataan yang terjadi. Saya menulis ini bukan bermaksud menggurui siapapun, tapi sekedar mengurangi sesal saya. Biar saya yang merasakan musibah ini dan semoga siapapun yang membaca tulisan ini bisa menentukan 'prioritas hidup dan tidak salah dalam memilih'. 

Saat ini saya sedang mengikuti program konseling atau theraphy untuk menentramkan hati saya. Berkat dorongan seorang teman saya beranikan menulis semua ini. Bukan maksud saya menulis ini sebagai penebus kesalahan saya, karena itu tidak mungkin. Dan bukan pula saya ingin anda mempercayainya, tapi inilah faktanya. Semoga ada yang memetik manfaatnya.

Saya berjanji mengabdikan sisa umur saya untuk suami dan Doni. Semoga Tuhan mengampuni saya yang telah menyia-yiakan amanah-Nya. Setiap berdoa saya selalu memohon, 'Ya Tuhan seandainya Engkau akan menghukum Maya karena kesalahannya, sungguh tangguhkanlah. Biar saya yang menggantikan tempatnya kelak, biarkan buah hatiku tentram di sisi-Mu'. Semoga Tuhan mengabulkan doa saya ini. [Merissa Tjia / Surabaya] Sumber: Karir-kita.com

***
Merissa akan kirim lebih banyak kisah nyata lagi, makanya bantu Merissa undang lebih teman-teman gabung dalam facebook group http://www.facebook.com/chinese.indo

PESAN KHUSUS

Silahkan kirim berita/artikel anda ke ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

MENU LINKS

http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA