KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Selasa, 31 Mei 2011

MEREKA MENPERKOSA KEKASIHKU (59-60)

Lili digandeng kakaknya, Seng An, masuk ke pesawat yang akan menuju ke Singapura. Dia kemudian duduk dekat jendela. Tatapannya kosong. Sesekali dia melihat ke luar jendela, seolah enggan meninggalkan Indonesia.

Sebab, cinta dan cita-citanya tertinggal di negeri ini. Dia ingin membangun hidup bersama Baskara. Dia juga ingin terlibat sebuah aksi bersejarah yang membawa perubahan di negeri ini. Meninggalkan Indonesia sama saja dengan meninggalkan hidupnya. Tapi, tetap bertahan di negeri ini sama saja memelihara trauma dan kepedihannya.

Baginya, Jakarta sudah menjadi neraka baginya. Segala sesuatu akan membuatnya teringat nasib naasnya dan merobek hati dan jiwanya. Kerusuhan telah menggoreskan bencana dan penderitaan luar biasa baginya, mengakhiri segala cita-citanya dan menghancurkan cintanya.

Sejak peristiwa tragis itu, dia tak bersedia bicara. Bahkan dia belum pernah menyentuh makanan yang diberikan kepadanya, kecuali minuman. Padahal tenaganya sudah begitu terkuras merasakan penderitaan, begitu juga air matanya.

Dia sudah tak peduli lagi dengan dirinya. Bagi Lili, mati lebih baik daripada hidup menanggung dendam dan penderitaan. Bahkan sebelum berangkat ke bandara, dia sempat mencoba bunuh diri dengan memutus nadinya. Untung kakaknya Seng An segera mengetahui dan mencegahnya, tapi tangannya sempat tergores silet.

Makanya, Seng An terus mengawalnya, mengibur dan membesarkan hatinya, takut Lili melakukan perbuatan lebih nekat. Sementara papah Lili dan istri Seng An mendampingi mamahnya yang juga terpukul.

"Oh, maafkan aku Mas Baskara. Lili sudah tak berharga lagi. Tak ada yang bisa kupersembahkan buat cinta kita. Lili sudah menjadi zombie yang sangat hina. Biarkan aku pergi dan lupakan saja Lili. Esok atau lusa, Lili mungkin sudah mati. Hari ini pun Lili sebenarnya sudah mati. Tapi cinta Lili kepada Mas Baskara tak akan pernah mati. Selamat jalan kekasih. Tetaplah jadi manusia yang baik dan tegar. Selamat jalan Indonesia. Jadilah negeri yang lebih baik," batin Lili.

Pramugari mulai menutup pintu pesawat. Artinya pesawat akan segera mengambil posisi untuk lepas landas. Perpisahan itu akhirnya benar-benar terjadi. Lili tampak semakin terpukul. ***

Hanya tidur dua jam, pada pukul 03.20, Baskara, Zaliany dan dua rekan mahasiswanya meluncur ke Bandara Cengkareng menggunakan mobil Pak Sungkono. Mahasiswa lainnya tetap berada di rumah Baskara.

Mereka paginya harus segera ke kampus untuk menyiapkan aksi. Sebab, para mahasiswa dari semua perguruan tinggi akan terus bergerak menuntut pergantian pimpinan nasional. Bahkan mereka berencana akan menduduki gedung DPR RI.

Meski masih pagi, perjalanan jadi begitu lama. Sisa-sisa kerusuhan membuat perjalanan jadi  tersendat-sendat. Jalan tol yang seharusnya bisa mempercepat, justru tak bisa dilewati karena masih terhalang sisa-sisa kerusuhan. Batu, kayu, besi, dan berbagai benda masih berserakan.

Ini membuat Baskara semakin tak sabar dan marah-marah. Sudah begitu, ketika memasuki jalan Daan Mogot, mobilnya malah dicegat beberapa petugas keamanan yang tampak curiga. Mereka menanyakan berbagai hal. Baskara sudah menjelaskan bahwa mereka terburu-buru ke bandara untuk menemui kerabatnya, tapi masih saja diinterogasi macam-macam.

Kartu wartawan yang dikeluarkan Baskara juga tak terlalu diperhatikan. Setelah cukup lama, akhirnya petugas keamanan tak menemukan alasan untuk menginterogasi mereka lebih lama. Tapi, waktu yang tersita sudah begitu banyaknya. Sementara mereka harus buru-buru.

Sekitar pukul 05.00 mereka baru tiba di bandara. Tak disangka, manusia sudah menyemut. Rata-rata mereka keturunan Tionghoa yang akan mengungsi. Baskara, Zaliany dan kedua rekannya segera berpencar mencari Lili. Tapi orang yang dicari belum juga ketemu. Baskara sempat menanyakan ke counter-counter penerbangan, hasilnya nihil juga.

Part.60

Satu counter terakhir, Baskara berharap ada keterangan dari sana. Benar juga, nama Thio Mei Li ada dalam daftar penerbangan, begitu juga nama orang tua dan kakaknya. Tapi kata petugas itu penerbangan yang membawa mereka ke Singapura sudah hampir berangkat. Semua penumpang sudah masuk ke pesawat.

"Oh, terlambat lagi." Baskara terpukul lagi hingga tak sadar kakinya menendang meca counter dengan keras, menimbulkan kekagetan banyak orang. Tak mungkin dia menyusul sampai ke pesawat. Putus sudah kontak dengan kekasihnya, karena dia tak tahu di mana Lili akan tinggal di Singapura.

"Bolehkah kami menemui salah satu penumpang?" Baskara masih berusaha. "Maaf Mas, tidak bisa. Apalagi keadaan begitu mendesak. Penerbangan ke Singapura begitu padat, tak bisa ditunda sedetik pun. Lagi pula pesawat sudah akan tingal landas."

Baskara tak bisa berbuat apa-apa. Dia berjalan lunglai. Sampai Zaliany dan rekannya datang, Baskara masih mematung seolah tak bernyawa.

"Kami tak menemukannya, bagaimana Mas Bas?" "Terlambat. Semua sudah terlambat. Ini salahku. Harusnya kita semalam langsung ke bandara. Lebih baik tidur di sini sambil menunggu Lili. Aku sungguh tolol. Oh, maafkan aku Lili."

Zaliany memeluk kakaknya. Dia juga merasa hancur. Sahabatnya menjadi korban kerusuhan dan kini pergi tanpa diketahui alamat dan keadaannya. Apalagi sahabatnya juga kekasih kakaknya. Sementara kekasihnya juga hilang entah ke mana.

Pikiran Baskara tak bisa lepas dari Lili. Dia terus membayangkan apa yang terjadi dengannya dan keluarganya saat kerusuhan. Sobekan baju Lili yang kini dipakai membukus kalung yang akan dihadiahkan kepadanya, dia keluarkan dari sakunya.

Dia cium kembali. Sobekan yang terdapat bercak darah Lili itu kini menjadi barang yang berharga baginya, kenangan terakhir, sekaligus simbol kepedihan Lili dan dirinya. Dia terus menerka-nerka saat berandalan-berandalan itu masuk ke rumah Lili, mereka melakukan segala perbuatan biadab.

Dia terus membayangkan Lili diperkosa satu, dua atau lebih banyak orang lagi. Rekaan itu semakin membuatnya hancur dan menyesal karena tak berbuat apa-apa untuk melindungi kekasihnya.

"Semoga tidak terjadi seperti itu. Kalaupun terjadi, aku tetap mencintaimu Lili. Cepat atau lambat kita harus bertemu lagi. Aku akan cari kamu ke mana pun berada. Biar kita bersatu, begitu pula cinta kita. Cintaku sejati.

Engkau pernah berjanji akan memberikan keperawanan hanya kepadaku sebagai persembahan cinta. Lupakan itu, jika engkau sudah tak memilikinya. Sebab, aku tetap mencintaimu. Bagiku, engkau tetaplah perawan suci karena jiwa dan cintamu tetap suci. Aku tahu cintamu hanya untukku semata.

Aku ikut merasakan penderitaanmu. Semoga  engkau mengerti sikap, pendirian, dan komitmenku, Lili. Jangan putus asa, bungaku. Tunggulah aku sampai kita bertemu lagi," tekad Baskara dalam hati.

DELAPAN

Sepuluh tahun kerusuhan Mei 1998 telah berlalu. Cita-cita mahasiswa untuk menurunkan Soeharto sudah tercapai. Tepatnya 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri. Zaliany begitu bahagia dan mengalami euforia ketika bersama-sama mahasiswa lain menduduki gedung DPR RI dan menyaksikan siaran langsung pengunduran diri presiden.

Dia merasakan betapa indahnya euforia itu. Begitu juga Baskara yang beberapa hari selalu bertugas memotret keadaan di gedung DPR. Tapi, saat itu rasa sedih mengikuti mereka. Sebab, di saat paling bersejarah itu, Awan dan Lili justru tak ikut terlibat dan merasakannya. [Sebelumnya | Selanjutnya]

http://yinnihuaren.blogspot.com
Email dari: Chen Mei Ing - Jakarta

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA