Kelahiran buah hatiku menjadikan segala rasa sakit menjadi tak berarti lagi, aku akan menjadi ibu yang hebat untuk anak-anakku, batinku. Akhirnya aku berhasil mempunyai sepasang anak, yang sangat lucu dan menggemaskan. Aku benar-benar bahagia mengurus mereka. Kutinggalkan karirku sebagai seorang marketing agar aku dapat mengurus buah hatiku dengan tanganku sendiri, hingga aku dapat melihat setiap gerak perkembangan anak-anakku.
Hingga anak bungsuku berumur 4 tahun, aku berkeinginan untuk hamil kembali, namun tak berhasil juga, padahal tak secuilpun alat kontrasepsi kugunakan sejak kelahiran anak keduaku, sebab aku berkeinginan mempunyai empat atau lima orang anak yang akan meramaikan rumah tangga kami.
Seperti pasutri lain, pasti dokter yang menjadi acuan agar aku dapat hamil kembali. Setelah melalui pemeriksaan rutin, dokterku menemukan sedikit kejanggalan di tubuhku lewat USG, nampak benjolan kecil disekitar alat reproduksiku. Untuk lebih meyakinkan dokter memintaku melakukan pemeriksaan lebih jauh.
Dengan membawa surat pengantar, aku mendatangi rumah sakit yang mempunyai peralatan pendeteksi tumor canggih. Aku harus menjalani pemeriksaan hingga dua hari dan menunggu hasilnya hingga tiga hari kemudian, karena ada bagian sel tubuhku yang diambil untuk dibiakan di laboratorium. Aku menunggu dengan hati berdebar dan berdoa semoga aku baik-baik saja.
Tak dinyana, aku mendapat hasil pemotretan organ dalamku dengan status: terdapat sel ganas sebesar 4,5 cm x 5 cm di bagian indung telurku. Aku terpana membacanya dan kemudian mendatangi dokter lain untuk meminta second opinion. Setelah dokter tersebut melihat hasil pemotretan organ tubuh dalamku, dokter tersebut mengatakan bahwa aku harus menjalani operasi untuk mengangkat kanker ganas di indung telurku. "Saya juga mempertimbangkan untuk mengambil seluruh rahim ibu agar sel kanker tidak menjalar ke bagian organ yang lain, imbuhnya tenang.
Marah dan meradang suamiku mendengarnya, di pukulnya meja dokter tersebut dan ditariknya aku pergi menjauhi dari rumah sakit tempat aku memeriksakan diri. Di dalam mobil suamiku memukuli dashboard mobil sambil mengatakan. "Jangan percaya kata dokter itu sayang, kamu baik-baik saja". Aku menangis ketakutan dan mulai percaya bahwa kanker itu tak ada di tubuhku.
Sejak hari itu, aku tak mau memeriksakan diriku ke dokter lagi, aku berusaha berobat dengan caraku sendiri. Setiap hari kubuka internet dan kucari pengobatan alternative dengan meminum jamu dan segala macam obat tradisional pemusnah kanker.
Namun, setiap kali aku sendiri, aku merasa hidupku tak akan lama lagi, karena sering perutku tiba-tiba sakit, walau kerap tak kuhiraukan. Aku mulai menyiapkan beberapa hal, yang antara lain memotret kegiatanku dan anak-anakku yang kemudian kususun rapi dalam album hingga album di rumah kami penuh berjejer. Aku berharap hingga suatu kali aku harus pergi aku telah meninggalkan kenangan indah untuk anak-anakku yang tergambar melalui foto.
Tak seorangpun mengetahui tentang sakitku ini, tidak juga teman-teman dan saudaraku. Aku slalu menunjukkan sikap gembira dan mencoba menikmati semua kehidupan yang tersajikan di hadapanku. Aku percaya, jika memang suatu hari aku harus pergi maka aku akan meninggalkan kesan dan perilaku yang baik di mata keluarga dan teman.
Hingga hari ini aku masih merasa sehat dan tak pernah sekalipun aku ketakutan akan penyakit kanker yang menggerogoti diriku. Aku pasrah dan mencoba berbuat baik di dunia ini, karena aku tahu umurku tak panjang lagi.
Bahkan suamiku yang meminta untuk berobat keluar negeri kuabaikan karena aku sedang menikmati sisa hidup bersama anak-anakku. Aku hanya ingin melihat anakku tumbuh dengan sehat dan berbahagia hingga akhir hayatku nanti. [Vivi Tan / Jakarta] Sumber: Facebook
PESAN KHUSUS
Silahkan kirim berita/artikel anda ke ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id
MENU LINKS
http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com