Sejak aku duduk di bangku SD, papa dan mamaku sudah sering meninggalkan aku di rumah, terkadang selama beberapa hari mereka tak pulang, sehingga semua keperluanku pembantu yang mengaturnya. Aku sebenar jenuh dengan keadaan itu, untuk bermain keluar rumah bersama teman-teman aku tak berani, karena papa dan mama melarangku untuk melakukan hal itu.
Hingga aku SMU, situasi tak pernah berubah, bahkan semakin menjenuhkan. Orangtuaku bahkan lebih sering meninggalkan aku sampai beberapa minggu lamanya. Aku memang berusaha mengatasi kejenuhan tersebut dengan bermacam kegiatan, namun semua kegiatan tersebut tetap saja aku lakukan di dalam rumah.
Namun sejak aku mengenal Hendra saat aku duduk di bangku kuliah, secara perlahan kejenuhan dan kehampaan yang selalu membayangi hidupku mulai sirna, aku sepertinya baru terlahir di dunia. Dan pertanyaan yang selama ini tersimpan rapi di hati ini terjawab sudah, bahwa aku lebih membutuhkan perhatian dan kasih sayang daripada fasilitas dan kemapanan, yaitu perhatian yang selama ini jarang aku dapatkan dari kedua orangtuaku.
Dari Hendra juga aku akhirnya banyak mendapatkan pengetahuan yang selama ini tak pernah aku dapatkan dari sekolah dan pendidikanku. Pengetahuan yang mengajarkan aku untuk saling mencintai dan dicintai, saling memberi dan menerima, bahwa bergaul dengan banyak orang itu penting agar kita mudah mendapatkan pertolongan dari orang lain, pokoknya Hendra benar-benar menyadarkan aku tentang memanfaatkan hidup secara benar.
Semakin lama, aku semakin mengagumi Hendra. Di mataku Hendra adalah laki-laki sempurna, selain memiliki wajah yang tampan, ia juga memiliki wawasan dan pandangan yang sangat luas tentang hidup dan kehidupan. Karena sering berdialog dan beraktifitas bersama-sama, rasa kagum itu berubah menjadi rasa sayang dan cinta. Secara perlahan kami akhirnya menjajagi untuk menjalin tali kasih.
Selama berpacaran, aku banyak membantu Hendra dalam hal materi, karena Hendra bukanlah seorang mahasiswa yang cukuo mampu. Ia hanya nekat merantau demi mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, untuk menutupi biaya kuliah ia bersama teman-temannya membuka usaha sablon dan penghasilan dari usaha tersebutpun tak mencukupi untuk menutup biaya kuliah. Sementara Hendra banyak memberiku kasih sayang dan perhatian, menyelesaikan semua permasalahan dan kesulitanku.
Singkat kata, masa pacaran kami berjalan sangat indah. Dimana ada aku, pasti disitu ada Hendra, demikianpun sebaliknya. Kami sama-sama memiliki kegiatan yang sama di lingkungan kampus kami. Untuk menunjang kegiatannya, aku sengaja membuatkannya sebuah rekening bank yang setiap minggu aku transfer sejumlah dana untuk ia gunakan. Hal itu sengaja aku lakukan, agar waktunya tak tersita karena ia harus mencari uang, aku ingin ia sesering mungkin berada di sampingku.
Lima tahun lamanya kami menjalin hubungan, selama itu pula aku merencanakan masa depanku bersama Hendra. Sudah terbayang jelas bagaimana kehidupanku kelak. Memiliki anak-anak yang lucu dan suami yang sangat memperhatikan dan menyayangiku, bisa membimbingku jika aku berada dalam kesulitan. Walau sepertinya tak akan pernah ada kesulitan jika aku tetap bersama Hendra, karena selama lima tahun itu Hendra selalu bisa mengatasi keluhan dan persoalanku.
Sampai tiba waktunya, ia meminta izin kepadaku untuk pulang ke kampung halamannya guna memberi kabar kepada keluarganya bahwa ia akan segera diwisuda. Namun sampai sehari menjelang acara wisuda Hendra tak pernah muncul di kampus. Aku mulai merasa was-was dan mencari tahu keberadaan Hendra, tapi semuanya nihil. Alamat yang kudapatpun semuanya tak jelas, ia seperti menghilang ditelan bumi.
Dua bulan kemudian, sepucuk surat dari Hendra datang kepadaku. Hendra menyatakan bahwa ia terpaksa meninggalkanku tanpa jejak. Saat itu ia mengatakan bahwa ia telah menikah dengan pilihan orang tuanya. Betapa sesak dadaku membaca surat itu. Aku merasa selama lima tahun aku dibodohi oleh Hendra. Sampai aku berusia 38 tahun ini aku belum sekalipun menjalin kasih dengan pria lain. Sungguh aku merasakan pedih yang teramat sangat dari luka yang ditorehkan Hendra. Dan samapi saat ini pedih dan luka itu masih saja terasa mengiringi hari-hariku. [Vivi Tan / Jakarta]
--
Berita | Internasional | Budaya | Kehidupan | Kesehatan | Iptek | Kisah | Kontak
PESAN DARI ADMIN
Mari kita dukung artikel-artikel kiriman dari teman-teman Tionghoa dengan cara klik "SUKA", kemudian teruskan ke dalam jejaring sosial anda "Facebook, Twitter, Google+, Dll". Ingat ! Anda juga bisa mengirim artikel ke dalam situs blog ini melalui email ini.