KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Minggu, 07 Agustus 2011

INFLASI TIONGKOK TERUS NAIK

Inflasi di Tiongkok menunjukkan tren yang terus naik, dan konsumen terpukul dengan harga makanan yang hampir seluruhnya mengalami kenaikan 14,4 persen dari tahun sebelumnya. Biji-bijian naik 12,4 persen, telur 23,3 persen, dan daging babi melonjak 57,1 persen.

Menurut data yang dirilis Biro Statistik Nasional Tiongkok pada 9 Juli, Indeks Harga Barang Konsumsi (CPI) Tiongkok naik sebesar 6.4 persen dari tahun sebelumnya, pukulan tertinggi selama tiga tahun sejak Juli 2008.

Untuk memerangi inflasi, Bank Sentral Tiongkok menaikkan patokan deposito dan suku bunga kredit sebesar 25 poin pada 6 Juli. Hal ini juga berarti menaikkan suku bunga kelima kalinya sejak Oktober dan menaikkan rasio persyaratan cadangan keenam kalinya tahun ini. Namun inflasi terus naik.

Selain itu, Perdana Menteri Tiongkok Wen Jiabao mencoba meyakinkan masyarakat bahwa hal-hal tersebut berada di bawah kendali. "Keseluruhan tingkat harga sekarang dalam kisaran terkendali dan diperkirakan akan terus turun," kata Wen dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada 23 Juni oleh Financial Times.

Tetapi sejumlah ekonom Tiongkok tidak berpikir bahwa harga akan turun dalam waktu dekat, dengan mengutip berbagai alasan. Beberapa ekonom juga menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang ketat dari rezim memiliki efek yang merugikan dengan memaksa banyak bisnis kecil dan menengah bangkrut.

Qi Yanchen, seorang ekonom Tiongkok mengatakan kepada Tionghoanews, "Harga barang-barang konsumsi akan terus meningkat pesat; sejauh ini tidak ada tanda bahwa harga akan turun terus."

Qi mengkritik rezim karena tidak mengambil langkah-langkah efektif untuk mengekang inflasi. Secara khusus, Qi menunjukkan tingkat bunga riil masih negatif dibandingkan tingkat inflasi, yang mana hal itu memicu terjadinya inflasi.

Pajak Tiongkok yang Tinggi

Dalam laporan 29 Juni oleh China Youth Daily, ekonom Tiongkok Shi Hanbing mengatakan bahwa penduduk Tiongkok berpenghasilan kurang dari Amerika, namun barang-barang konsumsi di Tiongkok lebih mahal. Shi menyalahkan pajak yang tinggi sebagai kekuatan pendorong utama inflasi Tiongkok.

Menurut data yang dikumpulkan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk Buku Tahunan Statistik Keuangan 2007, persentase pajak yang dimasukkan dalam biaya produksi di Tiongkok lebih tinggi daripada negara maju lainnya.

Jumlah pajak yang termasuk dalam sebuah produk di Tiongkok adalah 4,17 ka-li lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, 3.76 kali lebih tinggi daripada di Jepang, dan 2,33 kali lebih tinggi daripada di negara-negara Uni Eropa, menurut data IMF.

Sebagai contoh, sebuah jam tangan impor dari Swiss yang harganya 2,700 yuan (418 dolar AS) di Tiongkok, termasuk di dalamnya 58 persen pajak dan tarif berupa: 17 persen pajak tambahan, 30 persen pajak konsumsi, dan 11 persen tarif.

"Dengan pajak yang tinggi tersebut, yang dua kali atau bahkan tiga kali lipat dari tingkat pertumbuhan tahunan GDP, bagaimana mungkin CPI Tiongkok tidak terus melambung!" ungkap Can An, seorang komentator dalam program ekonomi di televisi New Tang Dynasty pada 7 Juni.

Jika rezim gagal untuk menyadari hal ini, bisa dikatakan, mungkin ini akan menyebabkan perekonomian Tiongkok menuju ke arah yang salah dan bahkan ke stagflasi, yang berarti inflasi akan terus meningkat meskipun ekonomi stagnan.

Biaya Produksi dan Kebangkrutan

Menurut beberapa ahli, inflasi didorong oleh biaya produksi yang lebih tinggi. Usaha kecil dan menengah pada gilirannya menderita akibat kebijakan moneter yang ketat karena rezim memaksa mereka keluar dari bisnis.

Profesor Zhang Xin dari Toledo University mengatakan pada Voice of America bahwa Bank Sentral Tiongkok harus menyadari keterbatasan kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi. Harga pangan yang meningkat terutama disebabkan oleh naiknya biaya produksi, termasuk biaya tanah, biaya energi, dan biaya tenaga kerja, katanya.

Profesor Kong Aiguo dari Departemen Keuangan, Sekolah Manajemen di Fudan University mengatakan kepada Central News Agency Taiwan, "Bank Sentral yang menaikkan tingkat suku bunga sama halnya seperti mengobati kaki ketika kepala yang sakit."

Untuk mengendalikan inflasi, sangat penting untuk mengontrol harga barang-barang konsumsi, ungkap Professor Kong. Memerangi inflasi dengan pengetatan kebijakan moneter telah membuat sulit usaha kecil dan menengah (UKM) untuk bertahan dalam bisnis. "Bagaimana Anda berharap usaha kecil tersebut dapat bertahan hidup?" tanyanya.

"Hal ini semakin sulit bagi UKM untuk mengajukan pinjaman kredit dalam krisis kredit. Saya mendengar banyak perusahaan rantai modalnya telah rusak," kata Prof Kong.

Meskipun rezim telah membantah kebangkrutan pertumbuhan UKM, menurut laporan terbaru dari All-China Federation of Industry & Commerce, banyak UKM di 16 Provinsi telah bangkrut. Selain itu banyak perusahaan di Delta Sungai Yangtze yang tutup, karena kurangnya keuangan, beban pajak yang tinggi, dan naiknya biaya produksi.

Kehabisan Energi

Ekonomi Tiongkok kini dianggap yang terbesar kedua di dunia, dan negara-negara barat serta media dunia telah memaku pandangan mereka karena terbius laporan dari rezim Tiongkok mengenai tingkat pertumbuhan tahunannya.

Dan sementara rilis terbaru oleh Biro Statistik Nasional pada 13 Juli yang menyatakan tingkat ekspansi 9,5 persen untuk kuartal kedua dipuji oleh beberapa media sebagai "kejutan yang kuat," investor internasional George Soros baru-baru ini mengatakan, "formula Tiongkok untuk mengemudikan perekonomiannya kehabisan energi," dan ekonomi Tiongkok berada "dalam sedikit gelembung."

Soros berkomentar bahwa ada tanda-tanda Tiongkok "kehilangan kendali," dan bahwa "Tiongkok telah kehilangan kesempatan untuk membendung inflasi dan sekarang berisiko mendarat keras."

Pendaratan keras mengacu pada perekonomian yang cepat bergeser dari pertumbuhan menjadi resesi dan umumnya disebabkan oleh upaya pemerintah untuk memperlambat inflasi. [Winda Ong, Bengkulu, Tionghoanews]


Ingat! Teman-teman bebas mengirim artikel juga ke blog ini yang berhubungan dengan Tionghoa (Chinese) dalam dan luar negeri, melalui email: indonesia.chinese.ngepost@blogger.com

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA