KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 11 November 2011

LIM BAK MENG, PAHLAWAN YANG TERLUPAKAN

Lim Bak Meng, nama ini begitu terkenal pada tahun 1940-an sampai awal 1970 dengan berbagai perannya di Kalimantan Barat. Mulai dari perjuangan bersenjata politik pernah dijalaninya. Bahkan di masa lalu, ia banyak menduduki posisi penting di pemerintahan Provinsi Kalbar. Namun sekarang, tak ada yang kenal? Tidak ada jalan atau monumen yang menggunakan namanya.

Rumah sederhana di Jalan Siaga II, Kabupaten Kubu Raya. Andreas Hadi (65 tahun) keluar dari kamarnya, sambil menenteng tumpukan dokumen yang diikat dengan seutas tali. Ia bukan main bangganya. Ia baru saja menerima piagam dan medali kepahlawanan untuk Almarhum Ayahnya, Lim Bak Meng alias Petrus Limbung. Piagam itu dikeluarkan oleh Badan Pembudayaan Kejuangan Angkatan 45, atas jasa-jasa almarhum. "Sudah lama kami memperjuangkan nama bapak (Lim Bak Meng). Tapi baru sekarang kita merasa benar-benar dihargai. Kami mengumpulkan ratusan dokumen dan foto-foto tentang bapak," kata Andreas sambil menepuk tumpukan kertas-kertas kuno yang cukup tebal.

Sekilas tentang Lim Bak Meng. Pria ini lahir di Desa Nibung Seribu, Arang Limbung, Pontianak tahun 1907. Sejak belia, ia sudah aktif berorganisasi. Saat menempuh sekolah lanjutan atas, akhir dekade 1930-an ia sudah menjadi ketua perkumpulan sepak bola, basket, dan tenis di Sanggau, Sambas, dan Mempawah. Bahkan ia juga terlibat di gerakan politik nasionalis di bawah panji partai Persatuan Indonesia Raya (Perindra) yang memperjuangkan kemerdekaan.
Usahanya terhadap lahirnya Negara Indonesia tidak diragukan lagi. Cukup membanggakan, di usia itu pula, Bak Meng aktif mengajarkan dan menyebarkan Bahasa Indonesia pada sekolah-sekolah Tionghoa di daerah Sungai Pinyuh, Ketapang, Mempawah, Sambas, Sekadau, dll.

Namun pada masa revolusi kemerdekaanlah.perannya begitu menonjol dan semakin radikal. Bersama Dr Soedarso, Thomas Blaise, Hasan Fattah, Ismail Hasan, dan tokoh-tokoh lainnya mendirikan Badan Pemberontakan Indonesia Kalimantan Barat. Sebuah bentuk perjuangan dengan menenteng senjata. Perjuangan itu terus dilakukan hingga persetujuan Konferensi Meja Bundar tahun 1949. Namanya pun terkenal.Saat penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia (khusus wilayah Kalbar), tepat pukul 16.00, 29 Desember 1949, bersama-sama dengan Oevaang Oeray, Korak Guru Saleh, dan M Rifai, ia menurunkan bendera Belanda, lalu menggantinya dengan Sang Saka Merah Putih.
Setelah itu berbagai jabatan penting diembannya. Tahun 1951 ia duduk menjadi anggota KMK Pontianak. Di tahun itu pula ia sempat berbicara panjang dengan salah satu bapak bangsa, Sutan Syahrir membicarakan perkembangan politik di Kalbar.Tahun 1952 ia mendirikan Partai Katolik Komisariat Kalbar dan memegang jabatan Ketua I. Partai ini kemudian menjadi salah satu yang paling diperhitungkan di Kalbar saat itu. Tahun 1959, ia disumpah menjadi angora Dewan Daerah Swatantra Tingkat I Kalbar. Tahun ini juga ia, menjadi Pembina Lembaga Kesatuan Bangsa.

Lalu tibalah masa-masa yang membuatnya supersibuk sehingga harus melupakan keluarga. Tahun 1960 saat hubungan Indonesia-Malaysia tengah panas-panasnya. Di tengah rencana ambisius Presiden Sukarno soal Operasi Dwikora alias Ganyang Malaysia. Ia diutus ke Serawak untuk menjajaki Kekuatan Belanda. Dan menjadi spionase tentu saja mesti total."Tahun-tahun awal 1960-an bapak tidak pernah ada di rumah, kami sekeluarga benar-benar ditelantarkannya. Tidak pernah ada kabar. Kami juga tidak ditinggali uang. Ibu saya sampai harus meminta ubi dan pisang ke tetangga untuk makan sehari-hari. Pernah tiba-tiba sekali waktu datang ke rumah, tapi Cuma satu hari, habis itu hilang lagi. Di situ saya tahu kecintaan bapak kepada negara luar biasa besarnya," ungkap Andreas.
Saat pergolakan G30S yang membawa-bawa nama PKI, PGRS, dan Paraku, ia ditunjuk oleh Pangdam Tanjungpura saat itu, AS Witono untuk memimpin misi sosial dan gerakan pembauran etnis Tionghoa. Peralihan Orde Lama ke Orde Lama banyak memeras tenaganya.

Masa Orde Baru juga membawa perubahan besar pada dirinya. Ia diharuskan mengganti nama, dari nama Tionghoa ke nama yang lebih Indonesia. Pada masa 1970-an ia lebih dikenal dengan nama Petrus Limbung. Petrus adalah nama baptisnya, sedangkan Limbung adalah desa kelahirannya. Ia masih aktif di perpolitikan sampai pertengahan tahun 1970-an. Jabatan terakhirnya adalah Ketua V Golkar Kalbar. 30 April 1981, ia meninggal di usia 74 tahun di rumahnya, Jalan Juanda, Pontianak (sekarang pusat bisnis).

Tapi sayangnya, pengorbanan Lim Bak Meng terhadap negara ini bagai bertepuk sebelah tangan. Bahkan saat pihak keluarga ingin mengambil uang pensiun, mereka pun ditolak. Saya masih pegang SK pensiunnya, tapi kami ditolak dengan berbagai alasan," sebut Andreas yang merupakan anak keempat dari enam bersaudara.Kata Andreas, jangankan materi, penghargaan atau piagam resmi dari pemerintah pun belum mereka terima. "Tapi saya sudah senang mendapat piagam dan medali dari Badan Pembudayaan Kejuangan Angkatan 45. Akhirnya ada juga yang mengakui jasa bapak saya," pungkasnya. [Widya Wong / Pontianak / Tionghoanews]

 
Sumber Artikel: Google Search Engine


ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA