KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 25 November 2011

MAAFKAN AKU KAK !!

Story: Aku tertegun, ketika selembar surat bersampul biru kembali hadir didepan pintu rumahku, tergelatak dilantai yang dingin. Kuamati sebentar dan aku sudah tahu pasti siapa pengirim surat itu. surat yang selalu membuatku galau karena tak bisa mengubah semuanya. Saat itu senja merona bersemburat cahaya jingga di ufuk barat. Sekelompok burung pipit terbang melintasi anjungan. Angin semilir meniup kelopak flamboyan, mahkotanya berhamburan mencium bumi.

Sudah belasan kali surat itu aku baca. Tetapi masih saja aku  tertegun mengikuti baris demi baris kalimat yang ditulisnya. Ada nafas berat yang dirasakannya dalam isi surat itu. "Ibarat hari, saya ini sudah hampir senja dik Nur. Bukan saya tidak rela dengan takdir yang Maha Kuasa, namun saya pun sebenarnya ingin menemukan kesempurnaan ini dengan menjalankan yang separuhnya lagi. Apalagi sejak bapak dan ibu berpulang, saya tidak lagi mempunyai keluarga tempat kembali. Tiada tempat berbagi, terasa hidup ini seperti luka yang menganga."

Seketika anganku kembali melayang membayangkan sosok seorang perempuan yang sangat aku hormati, perempuan yang sangat berpengaruh  dalam kehidupanku yang kini sedang mengabdi di pedalaman, dalam kesendirian, bergulat dengan geliat masyarakat pedalaman selama sepuluh tahun terakhir ini.  Kak Husnul (bukan nama sebenarnya) yang dulu bagai sekuntum mawar merekah, lembut dan harum. Indah tanpa cela. Wanginya tertiup angin hingga ke pelosok kampus dan bilik-bilik rumah ibadah.

Dan aku tahu banyak laki-laki yang memandangnya di kejauhan, mengaguminya dalam diam. Bukan sekali dua aku terheran-heran mengapa para brothers itu tidak ada yang mau menikahinya. Apa salahnya menikahi perempuan yang begitu "sempurna". Ataukah mereka hanya berani mengaguminya dari jauh namun takut untuk memetiknya. Takut tertusuk durikah? Hingga akhirnya Kak Husnul memilih untuk mengabdi di pedalaman dan sejak itulah kami berpisah.

Bulir-bulir air mata mendadak meronta dan keluar dari kelopak mataku, tat kala mengingat jasa kak Husnul yang telah tertanam pada diriku yang tak mungkin bisa kubalas dengan apapun. Masih kuingat ketika ia 'menyodorkan' Khalid (bukan nama sebenarnya) yang saat ini menjadi suamiku.

Khalid mungkin hanya satu lelaki yang berani menyatakan cintanya kepada Kak Husnul kala itu. Kak Husnul pun membalasnya dengan suka cita, namun ketika ia tahu aku juga mencintai Khalid, Kak Husnul mundur untuk memberikan jalan kepadaku. Awalnya aku memang tak menyadari bahwa Khalid Adalah kekasih Kak Khusnul, karenanya aku begitu gembira saat Kak Khusnul menyatakan akan membantuku untuk dapat menyampaikan rasa sukaku kepada Khalid.

Pada akhirnya aku memang berhasil menikah dengan laki-laki pujaanku. Khalid memang tergolong pria yang mendekati sempurna, tampan, taat beribadah, penyabar dan juga cukup pintar walaupun ia bukan termasuk dari golongan orang yang sangat mampu, tetapi paling tidak dengan menduduki jabatan kepala bagian di kantornya, Khalid punya pendapatan yang cukup buat kami sekeluarga.

Tetapi dari pernikahan itu pula akhirnya terbongkar rahasia kehidupan Kak Khusnul, bahwa ia telah mengorbankan kebahagiaannya demi kebahagianku. Padahal Kak Khusnul tak memiliki hubungan apapun denganku, kecualii sebagai kakak kelas di kampus yang kerap membimbing aku dalam perkuliahan. Entah apa yang menyebabkan Kak Khusnul rela berkorban sedemikian berat, dan pantaslah setelah pernikahanku, Kak Khusnul mendadak memutuskan untuk mengabdi di pedalaman. Mungkin ia berusaha menyembuhkan luka-luka hatinya.

Jelas bisa kubayangkan betapa tersiksanya Kak Khusnul, dan isi surat-suratnya yang ia kirimkan kepadaku selama ini baru bisa kupahami dua minggu belakangan ini. Ya Tuhan, betapa berdosanya aku terhadap Kak Khusnul, betapa kejamnya aku karena telah memporak-porandakan impian-impian Kak Khusnul yang mungkin telah ia rajut selama bertahun-tahun. "Mas ada yang ingin aku sampaikan, dan hal ini sangat penting, tentang Kak Khusnul," ujarku suatu saat.

Dalam keheningan malam itu, aku sampaikan rencanaku kepada Mas Khalid. "Aku ingin Mas Khalid membawa Kak Khusnul ke rumah ini dan menikahinya," selebihnya aku hanya bisa terdiam sementara air mata ini perlahan-lahan mulai menetes, begitupun Mas Khalid ia cuma bisa diam termenung, "Bagaimana mas ?" tanyaku untuk ketiga kalinya. Wajah yang teduh itu tak bergeming. "Kau serius agaknya, dik, baiklah jika kau ikhlas," akhirnya Mas Khalid memberi keputusan.

Satu minggu sudah Mas Khalid berangkat untuk menjemput Kak Khusnul, dan hari itu aku mendengar pintu rumahku diketuk seseorang. Saat pintu terbuka lebar, Mas Khalid beridiri sendiri didepan pintu, wajahnya tampak lesu dan menampakan kesedihan, "Mana Kak Khusnul Mas?" "Ia sudah tak ada dik, yang ada tinggal pusaranya, ia sudah di panggil Yang Maha Kuasa," mendadak dunia ini menjadi gelap dan hitam. Aku tak mampu berkata-kata lagi selain menangis dan berharap Tuhan mengampuni dosa-dosaku terhadap Kak Khusnul. [Vivi Tan / Jakarta / Tionghoanews]

* Ini kisah nyata kehidupan untuk membuka mata hati kita. Silahkan beri komentar anda ...

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA