Dari tadi aku sulit memejamkan mata. Memikirkan tentang apa yang baru saja terjadi pada diriku dan dirinya.
"Helga", Lelaki itu bangun dan berbisik di telingaku.
Dia merapat padaku dan mendekap tubuhku, erat. Lalu membelai rambutku. Dia tersenyum.
"Kita bobo lagi, sayang", Kata lelaki itu , semakin erat mendekapku.
**
Hari beranjak malam. Kulihat jam di handphoneku menunjuk pada angka 21.30 wib. Aku dan Aris berada di dalam mobil BMW berwarna silver. Aris mengendarai mobil cukup pelan. Wajahnya terlihat kusut dan kelelahan. Dari Surabaya ke Malang tadi memakan waktu kurang lebih 6 jam karena macet di Sidoarjo akibat lumpur panas yang tak kunjung usai. Setelah itu dia menjemputku.
Sambil mengendarai mobil Aris menggenggam tanganku erat.
"Aku nggak tau nih jalannya", Katanya.
"Ntar tak kasih tau", Kataku sambil mengenakan kacamata minus yang tadi kulepas.
"Belok sini, Ris", Kataku menunjuk ke arah kiri.
"Mana bisa, itu bukan jalurnya", Katanya tenang.
Sikap Aris tidak seperti saat pertama kami bertemu, sebelumnya dia antusias mengajakku jalan-jalan. Kini dia terlihat tak bersemangat.
"Emang kamu enggak cape bolak balik Malang-Surabaya ?", Aku menatap wajahnya. Matanya fokus memperhatikan jalanan.
"Sudah biasa kok", Sikapnya cuek.
"Emang kapan selesai S2-mu ?", Aku mencecar dengan pertanyaan lain.
"Setahun lagi", Balasnya.
"Aku penasaran sama kamu. Kamu sebenarnya udah merried apa belum sih ?", Aku menoleh pada Aris.
"Hel, kapan kuliahmu selesai ?", Aris mengalihkan pembicaraan, kali ini dia menengok padaku.
"Kamu belum jawab pertanyaanku, Ris ?", Aku mengeraskan suaraku , kesal.
"Aku belum merried, tapi aku sudah punya pacar", Katanya sambil tetap konsentrasi memegang kendali stir.
"Kamu ...belum jawab pertanyaanku",
"Tiga tahun lagi, baru semester dua, masih cukup lama", Suaraku merendah.
"Kamu marah sayang", Genggaman tangannya semakin erat.
"Kenapa kamu tidak tidur dengan pacarmu saja",
"Pacarku enggak mau", Aris menatap wajahku.
"Hanya peluk dan Cium", Katanya memperjelas.
"Bohong, aku nggak percaya", Kataku.
Aris diam, pandangan matanya lurus kedepan.
"Aku nggak bisa ngantar kamu ke kost", Katanya.
Aku diam. Hatiku kesal. Lelaki tidak bertanggung jawab, membiarkan seorang wanita pulang sendirian malam-malam seperti ini.
Dia mengehentikan mobilnya di tepi jalan. Aku masih merengut.
"Apa ada angkot malam-malam gini", Kataku.
"Ada kok...Oh ya besok aku transfer uangnya ke rekeningmu", Aris menengok kearahku.
Aku hanya diam, kesal.
"Makasih sayang, malam ini aku bahagia, kapan-kapan lagi ya", Aris mencari bibirku. Dan lama kami berciuman.
Aku dan dia keluar dari mobil. Berdiri menunggu angkot. Cukup lama dan aku hampir putus asa.
"Itu ada angkot", Aris menyetop angkot untukku.
"Hati-hati", Katanya.
"Kamu juga", Hatiku masih kesal.
Sumpek. Angkot mulai jalan. Rasanya aku mulai mengantuk.
***
Sampai juga di kost. Aku membuka pintu pelan dan masuk ke kamarku. Langsung menghamburkan tubuhku di atas kasur.
Aku mengenal Aris kurang lebih sebulan yang lalu. Aku dan dia berkenalan melalui sebuah forum perkenalan di internet. Mulanya aku tak terlalu menghiraukannya, walaupun aku tetap membalas email-email darinya. Hingga akhirnya dia mengirim sms padaku, bunyinya,"Hai apa kabar ?", Begitulah awal mula kedekatan kami.
Suatu hari dia menelponku, mengatakan bahwa dia sudah ada di Malang. Dia ingin bertemu denganku. Sebenarnya aku malas menemuinya. Hanya berfikir menghargai dia yang datang jauh-jauh. Kamipun bertemu. Dia mengajakku jalan dan tak kuduga, dia memberikan ciuman pertamanya. Padahal baru pertama kalinya kami bertemu dan menurutku kami ini aneh. Hanya setiap hari sabtu seminggu sekali dia sms aku, basa-basi menanyakan kabarku. Karena di hari sabtu dia kuliah S2 di malang. Usianya sebenarnya tidak muda lagi, 29 tahun.Bahkan dia menawarkan padaku untuk memanggilnya "OM". Namun rasanya kurang enak di dengar dan aku memanggilnya "Mas" terkadang juga memanggil namanya "Aris".
Tiba-tiba handphoneku berdering. Panggilan dari Aris.
"Hallo sayang, kamu udah nyampe ?", Suara Aris kuatir.
"Ya...udah ", Suaraku kasar karena kesal.
"Kok..marah ", Suaranya merayu.
"Aku mau tidur..", Kataku sambil memeluk guling.
***
Aku menghabiskan batang demi batang rokok, yang kini puntungnya berserakan di kamarku. Asapnya mengepul di seluruh ruangan. Aku sebenarnya bukan pecandu rokok, tapi dalam kondisi stress seperti ini kadang aku merokok. Aku meraih handuk dan pergi kekamar mandi. Membiarkan tubuhku disiram air.
Aku menangis dikamar mandi. Titik-titik air mataku menyatu dengan guyuran air dari shower. Aku menyudut disisi kamar mandi, mengingat kejadian yang baru saja terjadi pada diriku. Rasanya ingin berteriak dan mengungkapkan segala amarahku. Seandainya bukan karena lembaran rupiah. Tuntutan hidup yang semakin berat, biaya kuliah. Tentu aku tak akan menjadikan diri ini pelacur. Aris… lelaki pertama yang telah merusak keperawananku.
***
Ku hanya mencoba bermain api
Namun sulit akhirnya aku padamkan. Hati kecilku mengatakan ini harus diakhiri.
Sepotong lantunan lagu Rosa aku dengarkan dari MP3-ku. Sedikit menghibur. Dalam kondisi dimana hatiku sedang kalut. Aku berbaring diatas kasur. Memperhatikan embun yang menyublim di jendela kamarku. Unsur oksigen dan Hidrogen itu menyatu menghasilkan senyawa dihidrogen monoksida atau yang lebih di kenal dengan air.
Aku membolak balik majalah. Memperhatikan satu persatu topik berita yang dibahas hari ini. Sambil memikirkan kejadian yang akhir-akhir ini terjadi pada diriku.
Hari masih pagi, jam dinding telah menunjuk pada angka 5.34 . Hari ini aku kuliah agak siang, sekitar jam 9.00. Kuliah yang seharusnya pukul 08.00 diundur karen dosen kami ada meeting. Saatnya bersantai menikmati waktu daripada terbuang, sambil mendengarkan lagu-lagu Rosa di MP3-ku.
Aris….Aku mengenalnya tidak cukup lama. Sekitar sebulan yang lalu. Pertama kali bertemu aku biarkan dia menyentuh tubuhku. Mengecup bibirku di awal pertemuan kami yang singkat. Sungguh, selama ini aku membutuhkan kehangatan cinta,belaian kasih sayang yang tak kudapatkan dari siapapun juga. Dan.. semua ini aku temukan hanya pada diri Aris. Walaupun tak kutahu kebenarannya. Bukan hanya itu, aris menjanjikanku lembaran rupiah yang sanggup menutupi beban hidupku yang semakin berat.
Kondisi keuangan keluarga yang tidak memungkinkan, tak mampu menutupi kebutuhan hidup dan biaya kuliahku. Ayah sebagai tulang punggung keluarga kini sakit-sakitan. Tak tahu darimana mendapatkan uang untuk membayar spp tiap akhir semester. Aris memberikan kehidupan baru dalam hidupku. Sedikit membuka sisi gelap dalam hidupku.
***
Angkot yang aku naiki jalannya tersendat-sendat. Si sopir tidak dapat mengendalikan jalannya angkot. Keringat mengucur dari seluruh tubuhku. Merasa pengap dan panasnya udara kota.
Akhirnya sampai di bank. Aku membuka pintu pelan.
Krekk…
Senyuman satpam mengembang menyambut kedatanganku.
"Selamat siang ", Sapanya.
"Siang pak ", Balasku.
Aku mengambil ATM dari dompet,yang sekaligus kartu mahasiswaku. Menjalankan program-program di mesin ATM. Ada kiriman RP 3.000.000 yang baru masuk ke rekeningku. Tidak banyak, namun sanggup membantuku untuk mengganti sepatuku yang telah usang dan ranselku yang sudah tak dikenal wujudnya.
Tiba-tiba ponselku berdering.
"Haloo..", Suara dari seberang sana.
"Halo juga ", Balasku.
"Sayang ", Katanya.
"Ya..", Balasku.
"Aku rindu kamu ", Aku menelan ludah.
Bersambung ...
[Selvia Chang / Gorontalo / Tionghoanews]