Masih ada kacang rebus yang tersisa dan aku menghabiskannya satu persatu. Meletakkan setiap kulitnya keatas meja.
Aris...aku senang melihatnya wajahnya. Serius menyaksikan acara televisi. Aris mengenakan celana pendek dan baju hangat. Sungguh manis.
Sebenarnya Aris tidak tampan, tidak jelek juga. Tubuhnya berisi dan pendek. Aku merasa tenang bersamanya, merasa bahagia. Melihat wajahnya yang haus nafsu. "Pria hidung belang", Aku tersenyum.
"Helga… sayang….", Suara Aris membuyarkan lamunanku.
Aku menengok kearahnya."Ya…", Aku tersenyum.
"Bobo yuk…", Sambil memandang kepadaku.
Aku berpikir cukup lama dan akhirnya "yuk…",Kataku. Keinginanku untuk berhubungan sex tiba-tiba muncul.
"Di sofa aja, lebih enak….",Katanya.
***
Saat Aku terbangun.Aku sudah berada dalam dekapan Aris diatas tempat tidur. Kapan pindah ketempat tidur akupun tidak ingat. Yang pasti kurasakan seluruh tubuhku terasa pegal-pegal.
"Selamat pagi sayang", Aris membuka matanya. Melepaskan pelukannya yang erat.
Aku hanya tersenyum membalas ucapannya. Semalam cukup menyenangkan. Tidak seperti pertama kali aku melakukan dengannya. Entah kenapa setelah yang pertama, aku merasa penasaran untuk mengulanginya kembali.
***
Aku membuka gorden kamar hotel. Membiarkan cahaya matahari memasuki kamar. Menghilangkan pengap. AC masih menyala dengan suhu paling dingin. Aris ketiduran di sofa. Di depan televisi. Saat terbangun tadi pagi, Aris pindah ke sofa kembali. Menonton televisi dan akhirnya ketiduran. Aku menyematkan selimut menutupi tubuhnya.Mencium kening Aris. Entah kenapa rasa sayang tiba-tiba muncul direlung hatiku. Aku terkesiap.
Perlahan aku mendekati pintu mengarah ke balkon. Membuka kunci dan keluar. Menikmati angin yang datang dari arah timur. Matahari telah meninggi. Aku memegang pagar balkon . Membiarkan rambutku di belai angin.
Kulihat kearah kamar. Aris sedang berbicara dengan handphone-nya. Wajahnya tegang. Entah apa yang dia rasakan aku tidak tahu. Kembali kuarahkan wajahku memandang jejeran pohon-pohon apel yang kelihatan jauh. Buah-buahnya lebat dan mungkin akan segera di panen oleh pemiliknya.
Tiba-tiba kurasakan dekapan erat dari arahbelakangku. Aris…pasti dia.
"Sayang kemas-kemas Ok, sebentar lagi kita pulang", Aris berbisik di telingaku.
"Aku masih ingin berlama-lama disini denganmu", Aku berbalik dan membalas pelukannya. Kami berciuman.
"Lanjutin yang semalam", Aris berbisik di telingaku.
"Nggak usah,..katanya tadi mau pulang", Aku memencet hidungnya.
"Ukh…kamu jahat juga", Aris kesakitan.
"Ha..ha…", Aku tertawa dan berlari kedalam kamar. Aris mengejarku.
Aku mencari-cari kamar mandi dan meraih handuk. Selanjutnya mengunci pintu kamar. Aris mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi.
"Please …sayang buka dong", Katanya.
"Mandi dulu gih…", Kataku.
"Sekalian nanti aja ", Balasnya.
***
"Rencana kamu setelah ini apa ?", Aris bertanya sambil mengendalikan stir.
"Aku mau pulang ke desa,menengok ayah sama ibu", Kataku.
Aku memandangi keluar kaca mobil. Menyaksikan deretan pohon apel yang sedang berbuah.
Kami sama-sama diam. Aris berkonsentrasi mengemudikan mobil.
"Ris,..", Aku menyandar dibahunya. Membuat Aris sedikit terkejut. "Jangan tinggalin aku…".
Aris hanya diam. Seperti biasa dia hanya diam setiap kali aku bersikap seperti itu. Sangat cuek.
"Saudaramu berapa sayang ?", Seperti biasa selalu saja mengalihkan pembicaraan.
Aku diam. Cukup kesal.
"Berapa sayang ?", Aris mengulangi. Kali ini dia menengok kearahku.
"Tiga...Three…Drei…, cukup ", Kataku kesal.
"Kenapa sayang", Katanya setengah berbisik.
"Pura-pura tidak tahu…Kamu belum menjawabku Ris", Kataku.
"Aku tidak bisa berjanji", Kata Aris. Kemudian ia berkonsentrasi kembali memegang stir.
***
Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, akhirnya kami sampai di depan terminal.
"Sampai sini ya sayang…", Katanya saat mobil berhenti di tepi jalan. Sambil memandang wajahku. Seperti berat berpisah.
Aku bersandar dibahunya.
"Kita bertemu lagi, kalau ada waktu", Kata Aris sambil membelai rambutku.
Aris mencium keningku. Lalu kami berpelukan.
"Hati-hati ya sayang ", Aku merasa berat melepaskannya.
Pulang kampung, sebuah rencana yang telah aku tetapkan sejak lama. Aku rindu pada keluargaku. Ayah, ibu serta kedua adikku. Telah 4 bulan lamanya kami terpisah dan kerinduan ini tak dapat kubendung lagi. Apalagi kudengar ayah sakit. Rasanya ingin segera pulang.
Aku mengambil ransel yang kuletakkan di bawah kolong ranjang. Penuh debu karena lama tak dipakai. Aku membersihkannya dengan Sula. Selanjutnya mengepak beberapa baju ke dalam ransel. Aku sengaja tidak membawa banyak baju karena aku tak akan berlama-lama di kampung. Hanya tiga hari.
Usaha pengepakan baju dan bersih-bersih kamar telah selesai. Siang ini aku akan pulang dengan bis.Perjalanan ke kampung akan memakan waktu kurang lebih 2 jam. Dilanjutkan naik ojek kira-kira setengah jam. Baru aku akan benar-benar tiba di rumah.Aku merindukan hamparan padi yang menghijau. Padang ilalang di belakang rumah dan sungai kecil tidak jauh dari rumahku.
***
"Berapa Mas ", Kataku pada penjual tiket.
"Enam ribu , Non", Katanya sambil tersenyum. Mengedip-ngedipkan sebelah matanya. Aku hanya tersenyum menyaksikan tingkah aneh orang itu.
"Ini Mas, makasih ya", Kataku sambil menyerahkan enam lembar uang ribuan.
"B-t-w…Non kok sendirian, mana pacarnya", Katanya lagi.
"Nggak ada mas, masih sendiri …emang napa ", Balasku.
"Jadi pacar mas aja ya", Sambil tertawa kecil.
"Nggak ah , masih ingin sendiri aja", balasku.
"Ya udah mas, aku pergi dulu ya".
"Hati-hati Non, Da..Dah…".
"Kalau ingin cari pacar cari mas aja ya, aku siap menunggumu", Katanya dengan intonasi seperti membacakan sebuah puisi.
Aku tertawa dan berlalu dari lelaki penjual tiket itu. Tak memperdulikannya. Aku menerobos keramaian.
***
Bis mulai berjalan. Melewati kompleks perumahan mewah, persawahan di tengah kota, mal-mal besar. Sambil menahan kantuk menyaksikan semua itu dari balik jendela. Kendaraan yang seabrek, bising, asap-asap knalpot, udara yang tidak nyaman lagi untuk dihirup. Kepalaku mulai pusing.
Tak mampu lagi menahan kantuk berat ini, akupun tertidur.
***
"Ibu..", Aku memeluk tubuh ibu yang mulai mengurus, kulitnya menghitam. Tidak seperti saat aku meninggalkannya. Kerutan-kerutan di wajahnya mulai tampak.
"Halo Meisya ", Sapaku pada adikku yang terkecil. Gadis berusia enam tahun itu spontan mencium tanganku.
"Gimana sekolahnya dik", Tanyaku.
"Aku dapat sepuluh kak..", Katanya bangga.
"Pinter…", Kataku sambil mencubit pipinya,gemas.
"Bu…,Mily mana ?", Aku rindu pada adik perempuanku. Gadis manis yang mulai beranjak remaja.
"Mily…tadi izin mau belajar kelompok di rumah temannya", Kata ibu menjawab pertanyaanku.
"Ohh...".
"Ayah...mana Ayah ", Aku rindu Ayah.
***
Aku mandi. Menyiramkan air dengan gayung kesekujur tubuhku. Menggingatkanku pada Aris saat kami mandi bersama. Kami berciuman dan bercinta di kamar mandi. Di bawah guyuran air dari shower.Tiba-tiba aku merasa jijik membayangkan kejadian itu. Rasanya ingin kulempar jauh-jauh bayangan itu dari kepalaku.
Entah mengapa aku selalu berubah pikiran tentang Aris. Kadang bahagia, kadang benci. Kadang pula rindu berat.
"Elga…", Suara ibu memanggilku. Aku tersentak dari lamunanku tentang Aris.
"Ya..ada apa", Aku berteriak dari kamar mandi.
"Ada telepon dari temanmu", Katanya dari luar.
"Siapa…",Balasku.
"Aris…", Tanpa kata-kata aku langsung menerjang handuk dan berlari keluar.
"Sudah ditutup…sebentar katanya mau telepon lagi", Ibu memegang handphoneku.
Aku duduk di depan cermin, memegangi handphoneku sejak tadi. Menunggu telepon dari Aris. Entahlah,aku merindukannya padahal baru sehari kami berpisah.
Tiba-tiba handphoneku berdering. Telepon dari Aris.
"Halo….",Kataku mengawali pembicaraan.
"Halo sayang …",
"Aku rindu kamu", Suara dari seberang sana.
"Aku juga rindu kamu",Aku merasa bahagia mendengar suara Aris.
"Aku rindu kamu…sayang", Aris mengulangi. Suaranya lembut.
"Aku juga rindu kamu…liebe",Aku tak mau kalah.
Aku rindu pada Aris.
Bersambung ...
[Selvia Chang / Gorontalo / Tionghoanews]