A pun, seorang pria keturunan Tionghoa, tampak termangu di tokc seragam sekolah miliknya yang terletak di Pasar Depok Lama, Depok. Tidak banyak pembeli di tokonya hari itu. Maka, Apun pun lantas bertutur tentang perjalanan hidupnya.
Boleh jadi, tidak sedikit yang mengenal masyarakat keturunan Tionghoa sebagai para pebisnis andal yang ulet membesarkan usahanya. Nah, Apun punya cerita berbeda. Apun muda adalah pria semangat yang juga seorang sarjana muda yang mengambil jurusan kimia. Setelah lulus, dia memilih untuk bekerja di sejumlah perusahaan. Pada 1968, ia sempat beker-ja di Jakarta, tepatnya di sebuah bengkel di Kebayoran Lama. Tidak lama kemudian, ia pindah bekerja di pabrik plastik sebagai seorang teknisi.
Sambil bekerja di pabrik plastik, Ia juga bekerja di dua perusahaan lain. Ini dapat dilakukan karena . Apun menjadi konsultan teknik di dua perusahaan. "Datang ke kantor cuma mengawasi, selebihnya ngopi," katanya.
Dia baru sibuk bekerja jika ada kerusakan mesin. Saat itu ia digaji dengan bayaran Rp 50 nbu sebagai seorang konsultan teknik. Jumlah yang cukup besar kala itu. Bahkan, dengan tambahan hanya dari uang THR, dia sanggup membeli sebuahsepeda motor.
Saat bekerja jadi pegawai itulah, bapak tiga anak ini menikmati ke suksesannya. Pria berusia 62 tahun ini bahkan mengaku berhasil mengumpulkan emas batangan hingga 500 gram. Belum lagi mobil dan motor yang menghuni garasi rumahnya. "Siapa bilang jadi pegawai nggak bisa kaya," ujarnya.
Namun, karena orang tuanya tidak merestui profesinya itu, Apun diminta untuk kembali dan mencari kerja di kampung halaman. Dia menurut dan mengikuti nasihat orang tua untuk mencari kerja di kampung sendiri. Apun merasakan, keikhlasan hati orang tua mempermudah urusannya. Atas saran ibumertuanya, dia memilih banting setir dengan berwirausaha menjual pakaian seragam. Rupanya, inilah babak baru untuk kehidupan Apun.
Toko seragam pertama miliknya dimulai dengan menyewa sebuah kios di Pasar Depok Lama. Ketika sudah mulai memiliki pelanggan tetap, tokonya terbakar habis.
Apun lantas bangkit. Ia kemudian pindah tempat ke Pasar Kemiri Muka, Depok, masih dengan membuka andalannya seragam seka lah. Pengalaman kebakaran di toko pertama membuatnya belajar manajemen risiko. Kali ini, dia memilih jalan aman dengan membeli asuransi kerugian.
Ternyata, pelanggan lama dari
Depok Lama mulai berdatangan lagi. "Bahannya bagus, warnanya tidak luntur," ujar Apun menirukan celoteh pelanggannya saat mencari tokonya yang telah pindah tempat.
Di pasar ini, usaha penjualan seragam sekolahnya mengalami kejayaan. Namun, siapa sangka, kebakaran kembali melalap habis tokonya. Kendati mendapat ganti rugi sebesar Rp 9 juta dari asuransi. Apun merasa kerugiannya belum tertutupi sepenuhnya. Modal hasil kerjanya selama ini habis seketika.
Lagi-lagi, Apun memilih tidak berputus asa. Masih setia dengan usaha seragam sekolah, Apun menempati toko milik ibunya di Pasar Depok Lama. Di usia senjanya, ia
hanya bergantung dari toko seragam miliknya. Keuntungan yang tidak pasti didapat, ditambah biaya pemeliharaan yang harus ia keluarkan, semuanya ia hadapi dengan sikap pasrah. Mungkin rezeki saya sudah habis," ujarnya lirih. [Meilinda Chen / Jakarta / Tionghoanews]
Boleh jadi, tidak sedikit yang mengenal masyarakat keturunan Tionghoa sebagai para pebisnis andal yang ulet membesarkan usahanya. Nah, Apun punya cerita berbeda. Apun muda adalah pria semangat yang juga seorang sarjana muda yang mengambil jurusan kimia. Setelah lulus, dia memilih untuk bekerja di sejumlah perusahaan. Pada 1968, ia sempat beker-ja di Jakarta, tepatnya di sebuah bengkel di Kebayoran Lama. Tidak lama kemudian, ia pindah bekerja di pabrik plastik sebagai seorang teknisi.
Sambil bekerja di pabrik plastik, Ia juga bekerja di dua perusahaan lain. Ini dapat dilakukan karena . Apun menjadi konsultan teknik di dua perusahaan. "Datang ke kantor cuma mengawasi, selebihnya ngopi," katanya.
Dia baru sibuk bekerja jika ada kerusakan mesin. Saat itu ia digaji dengan bayaran Rp 50 nbu sebagai seorang konsultan teknik. Jumlah yang cukup besar kala itu. Bahkan, dengan tambahan hanya dari uang THR, dia sanggup membeli sebuahsepeda motor.
Saat bekerja jadi pegawai itulah, bapak tiga anak ini menikmati ke suksesannya. Pria berusia 62 tahun ini bahkan mengaku berhasil mengumpulkan emas batangan hingga 500 gram. Belum lagi mobil dan motor yang menghuni garasi rumahnya. "Siapa bilang jadi pegawai nggak bisa kaya," ujarnya.
Namun, karena orang tuanya tidak merestui profesinya itu, Apun diminta untuk kembali dan mencari kerja di kampung halaman. Dia menurut dan mengikuti nasihat orang tua untuk mencari kerja di kampung sendiri. Apun merasakan, keikhlasan hati orang tua mempermudah urusannya. Atas saran ibumertuanya, dia memilih banting setir dengan berwirausaha menjual pakaian seragam. Rupanya, inilah babak baru untuk kehidupan Apun.
Toko seragam pertama miliknya dimulai dengan menyewa sebuah kios di Pasar Depok Lama. Ketika sudah mulai memiliki pelanggan tetap, tokonya terbakar habis.
Apun lantas bangkit. Ia kemudian pindah tempat ke Pasar Kemiri Muka, Depok, masih dengan membuka andalannya seragam seka lah. Pengalaman kebakaran di toko pertama membuatnya belajar manajemen risiko. Kali ini, dia memilih jalan aman dengan membeli asuransi kerugian.
Ternyata, pelanggan lama dari
Depok Lama mulai berdatangan lagi. "Bahannya bagus, warnanya tidak luntur," ujar Apun menirukan celoteh pelanggannya saat mencari tokonya yang telah pindah tempat.
Di pasar ini, usaha penjualan seragam sekolahnya mengalami kejayaan. Namun, siapa sangka, kebakaran kembali melalap habis tokonya. Kendati mendapat ganti rugi sebesar Rp 9 juta dari asuransi. Apun merasa kerugiannya belum tertutupi sepenuhnya. Modal hasil kerjanya selama ini habis seketika.
Lagi-lagi, Apun memilih tidak berputus asa. Masih setia dengan usaha seragam sekolah, Apun menempati toko milik ibunya di Pasar Depok Lama. Di usia senjanya, ia
hanya bergantung dari toko seragam miliknya. Keuntungan yang tidak pasti didapat, ditambah biaya pemeliharaan yang harus ia keluarkan, semuanya ia hadapi dengan sikap pasrah. Mungkin rezeki saya sudah habis," ujarnya lirih. [Meilinda Chen / Jakarta / Tionghoanews]