Ditinjau dari bidang politik, ekonomi, seni dan sastra, Mao Zedong telah menciptakan rekor sejarah gelap yang paling mengejutkan dalam sejarah Tiongkok.
Justru di masa yang paling gelap dalam sejarah Tiongkok itu, malah dinyanyikan ode (lagu pujian) yang paling nyaring dalam sejarah Tiongkok yang notabene memiliki tradisi ode yang bersejarah ribuan tahun; justru seorang "penguasa lalim" semacam itu telah menobatkan dirinya sendiri dengan berbagai atribut "agung" yang terbanyak dalam sejarah, serta untuk kali pertama harus melampaui batas negara dan harus menjadi "Mentari merah yang berada dalam hati rakyat seluruh dunia".
Kemudian Mao dari posisi "Agung" digeser ke posisi San Qi Kai (penilaian tujuh-tiga, 70% baik dan 30% buruk) oleh Deng Xiaoping. Dalam 27 tahun Mao menguasai "Tiongkok baru", segala jasa-jasa agung yang dia banggakan, di kemudian hari semuanya telah menjadi dosa-dosa yang telah dia lakukan. Inikah yang disebut sebagai "70% prestasi" dari seorang Mao Zedong?
Penilaian lain yang cukup populer datang dari Chen Yun seorang pejabat tinggi PKT yang lain, dia mengatakan Mao "berjasa mendirikan negara, keliru dalam mengurus negara, bersalah dalam Revolusi Kebudayaan". Jika mendirikan negara hanya demi mengadakan suatu serial malapetaka di kemudian hari dan merealisasikan serangkaian kejahatan, maka apakah "mendirikan negara" ini masih termasuk "jasa"? Sebetulnya "mendirikan negara" ini berjasa terhadap siapakah? Dia hanya berjasa bagi Partai Komunis. Mao Zedong inilah yang memimpin Partai Komunis merebut kekuasaan, menguasai negara dan memberlakukan kekuasaan tunggal satu partai di bawah Partai Komunis. Jasa yang tak terhapuskan terhadap Partai Komunis.
Namun, sejak hari Mao "mendirikan negara", itu merupakan permulaan dari sejarah yang lebih gelap dan lebih otoriter dari perbudakan baru rakyat Tiongkok, maka mendirikan negara ini adalah sebuah "jasa" ataukah sebuah "dosa" bagi rakyat?
Chiang Kaishek dan Partai Nasionalisnya telah tumbang adalah karena ia otoriter dan penuh KKN. Jika Anda tahu Mao Zedong dan Partai Komunisnya setelah berkuasa akan bertindak lebih otoriter dan lebih bobrok daripada Chiang Kaishek, masihkah Anda menyambut "kebebasan" dan "mendirikan negara" semacam ini? Apa yang dikatakan Mao "mendirikan negara" itu sama sekali adalah suatu kemunduran sejarah.
Di era Mao, rakyat Tiongkok setiap hari harus mendengarkan lagu pujian yang berbunyi: "Dia mengupayakan kebahagiaan bagi rakyat, dia adalah penolong besar bagi rakyat." Dalam seumur hidupnya, kapankah ia telah melakukan sesuatu hal "yang mengupayakan kebahagiaan bagi rakyat"? Dia sebagai "penolong besar" bagi rakyat ataukah "petaka besar" bagi rakyat? Dalam seumur hidup Mao Zedong mungkin hanya sekali saja "mengupayakan kebahagiaan bagi rakyat", itu adalah Landreform.
Mao sebelum menginjakkan kakinya ke Zhongnanhai (kompleks perumahan para petinggi PKT di Beijing), paruh hidupnya ia lewatkan di pedesaan, keberhasilan revolusinya juga mengandalkan petani. Ia paling memahami petani dan paling memahami apa yang dibutuhkan para petani. Ketika revolusinya membutuhkan petani untuk merebutkan kekuasaan bagi dirinya, dia lalu berpikir apa yang dipikirkan oleh petani, dia melakukan Landreform dan "mengganyang tuan tanah, membagikan tanah mereka", untuk mengambil hati para petani.
Begitu mendapatkan kekuasaan, ia mulai melakukan penindasan dan pemerasan terhadap para petani. Jelas dalih Landreform-nya Mao hanyalah sebuah cara untuk merebut kekuasaan, hanyalah memanfaatkan kebodohan para petani saja. Persis seperti halnya pada awal Revolusi Kebudayaan ia memanfaatkan Garda Merah dan kelompok pemberontak melakukan penggempuran, begitu sukses, orang-orang tersebut segera disingkirkan (ke seluruh pelosok pedesaan negeri).
Sedangkan Chiang Kaishek total adalah seorang anak kota, menurut versi Partai Komunis, kelas dasar Chiang adalah birokrat, tuan tanah, kapitalis, adalah musuh petani. Namun ironisnya, yang benar-benar melakukan Landreform malahan Chiang Kaishek. Yang benar-benar memperhatikan dan menyelesaikan masalah kehidupan para petani itu diluar dugaan adalah Chiang Kaishek, si musuh petani dan bukan Mao Zedong.
Chiang melakukan Landreform di Taiwan, tepatnya adalah belajar dari Landreform yang dilakukan Mao di Tiongkok daratan. [Meilinda Chen /Jakarta / Tionghoanews]
Justru di masa yang paling gelap dalam sejarah Tiongkok itu, malah dinyanyikan ode (lagu pujian) yang paling nyaring dalam sejarah Tiongkok yang notabene memiliki tradisi ode yang bersejarah ribuan tahun; justru seorang "penguasa lalim" semacam itu telah menobatkan dirinya sendiri dengan berbagai atribut "agung" yang terbanyak dalam sejarah, serta untuk kali pertama harus melampaui batas negara dan harus menjadi "Mentari merah yang berada dalam hati rakyat seluruh dunia".
Kemudian Mao dari posisi "Agung" digeser ke posisi San Qi Kai (penilaian tujuh-tiga, 70% baik dan 30% buruk) oleh Deng Xiaoping. Dalam 27 tahun Mao menguasai "Tiongkok baru", segala jasa-jasa agung yang dia banggakan, di kemudian hari semuanya telah menjadi dosa-dosa yang telah dia lakukan. Inikah yang disebut sebagai "70% prestasi" dari seorang Mao Zedong?
Penilaian lain yang cukup populer datang dari Chen Yun seorang pejabat tinggi PKT yang lain, dia mengatakan Mao "berjasa mendirikan negara, keliru dalam mengurus negara, bersalah dalam Revolusi Kebudayaan". Jika mendirikan negara hanya demi mengadakan suatu serial malapetaka di kemudian hari dan merealisasikan serangkaian kejahatan, maka apakah "mendirikan negara" ini masih termasuk "jasa"? Sebetulnya "mendirikan negara" ini berjasa terhadap siapakah? Dia hanya berjasa bagi Partai Komunis. Mao Zedong inilah yang memimpin Partai Komunis merebut kekuasaan, menguasai negara dan memberlakukan kekuasaan tunggal satu partai di bawah Partai Komunis. Jasa yang tak terhapuskan terhadap Partai Komunis.
Namun, sejak hari Mao "mendirikan negara", itu merupakan permulaan dari sejarah yang lebih gelap dan lebih otoriter dari perbudakan baru rakyat Tiongkok, maka mendirikan negara ini adalah sebuah "jasa" ataukah sebuah "dosa" bagi rakyat?
Chiang Kaishek dan Partai Nasionalisnya telah tumbang adalah karena ia otoriter dan penuh KKN. Jika Anda tahu Mao Zedong dan Partai Komunisnya setelah berkuasa akan bertindak lebih otoriter dan lebih bobrok daripada Chiang Kaishek, masihkah Anda menyambut "kebebasan" dan "mendirikan negara" semacam ini? Apa yang dikatakan Mao "mendirikan negara" itu sama sekali adalah suatu kemunduran sejarah.
Di era Mao, rakyat Tiongkok setiap hari harus mendengarkan lagu pujian yang berbunyi: "Dia mengupayakan kebahagiaan bagi rakyat, dia adalah penolong besar bagi rakyat." Dalam seumur hidupnya, kapankah ia telah melakukan sesuatu hal "yang mengupayakan kebahagiaan bagi rakyat"? Dia sebagai "penolong besar" bagi rakyat ataukah "petaka besar" bagi rakyat? Dalam seumur hidup Mao Zedong mungkin hanya sekali saja "mengupayakan kebahagiaan bagi rakyat", itu adalah Landreform.
Mao sebelum menginjakkan kakinya ke Zhongnanhai (kompleks perumahan para petinggi PKT di Beijing), paruh hidupnya ia lewatkan di pedesaan, keberhasilan revolusinya juga mengandalkan petani. Ia paling memahami petani dan paling memahami apa yang dibutuhkan para petani. Ketika revolusinya membutuhkan petani untuk merebutkan kekuasaan bagi dirinya, dia lalu berpikir apa yang dipikirkan oleh petani, dia melakukan Landreform dan "mengganyang tuan tanah, membagikan tanah mereka", untuk mengambil hati para petani.
Begitu mendapatkan kekuasaan, ia mulai melakukan penindasan dan pemerasan terhadap para petani. Jelas dalih Landreform-nya Mao hanyalah sebuah cara untuk merebut kekuasaan, hanyalah memanfaatkan kebodohan para petani saja. Persis seperti halnya pada awal Revolusi Kebudayaan ia memanfaatkan Garda Merah dan kelompok pemberontak melakukan penggempuran, begitu sukses, orang-orang tersebut segera disingkirkan (ke seluruh pelosok pedesaan negeri).
Sedangkan Chiang Kaishek total adalah seorang anak kota, menurut versi Partai Komunis, kelas dasar Chiang adalah birokrat, tuan tanah, kapitalis, adalah musuh petani. Namun ironisnya, yang benar-benar melakukan Landreform malahan Chiang Kaishek. Yang benar-benar memperhatikan dan menyelesaikan masalah kehidupan para petani itu diluar dugaan adalah Chiang Kaishek, si musuh petani dan bukan Mao Zedong.
Chiang melakukan Landreform di Taiwan, tepatnya adalah belajar dari Landreform yang dilakukan Mao di Tiongkok daratan. [Meilinda Chen /Jakarta / Tionghoanews]