KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Senin, 12 Desember 2011

LAMPION TERAKHIR DI PECINAN (1)

"Tiiiuuungggg… Bhummm!"

Tubuh itu berdebam di atas pelataran mall setelah melayang dari ketinggian 7 lantai. Cairan merah merembes dari balik tubuh yang telentang itu seraya berkelejotan sebentar. Matanya melotot. Dari mulutnya juga keluar darah segar.

"Aaaa…" Terdengar jeritan dari TKP yang hanya berselang beberapa detik setelah bunyi debaman tadi. Seperti kaset film yang di-pause, tiba-tiba segala sesuatu berhenti. Angin tak berhembus, kupu-kupu tak mengepakkan sayap, langkah kaki tak berayun, bahkan bayi-bayi pun berhenti menyedot ASI. Bumi seperti berhenti berputar. Waktu tak berjalan. Aroma kematian ganjil tercium pekat.

***

"Cepat, cepat!" teriak Uut kepada rekan-rekannya untuk segera membereskan peralatan dan wardrobe. Langit berselimut awan kelabu, tebal. Hujan lebat mengintai. Para anggota Komunitas Photographer Kenthir (KPK) sibuk menyelamatkan barang-barang berharga mereka. Acara 'bermain' strobist kali ini harus terputus paksa karena gangguan alam.

Benar saja, hujan mulai turun, gerimis tipis. Mereka pontang-panting berlari ke arah mobil Van yang diparkir di muka makam pecinan. Uut yang berada pada barisan paling belakang yang mengawal rekan-rekannya segera menyambar sebuah payung hitam yang tersandar di salah satu nisan. Tak buang waktu, dia segera membukanya dan memakainya sebagai tameng hujan.

Antik! Begitu kesannya terhadap payung bergaya khas China jaman dulu. Ada motif bunga sakura dan jeruji payung yang terbuat dari kayu. Sambil memegangi payung itu, matanya menoleh ke arah nisan tempat bersandar payung tadi. Ada beberapa baris aksara China yang tak dia mengerti artinya dan sebuah nama tertulis di sana.

Wang Hai Ki. 1941-1963.

Matanya beradu dengan foto hitam putih perempuan muda yang tertempel pada nisan yang berbentuk setengah lingkaran yang berdiri. Ada altar tempat tatakan dupa yang telah habis terbakar, bunga krisan kering, lelehan lilin merah, dan kertas hio putih berceceran di sana.

"Cantik," gumamnya.

"Ut, cepetan!" teriak Rhea sembari membuka pintu Van.

Mereka berempat, Uut, Awwan, Rhea dan sang model, Ira, yang tergabung dalam KPK memang sengaja mencari lokasi yang mendukung konsep jepret mereka untuk tema tahun baru imlek 2012 nanti. Bahkan, rencananya hunting sesi dua akan dilakukan di area klenteng di Semarang. Tak salah memang, karena menurut kisah jaman dulu, laksamana Cheng Ho mendirikan klenteng pada daerah-daerah yang disinggahi dalam pelayarannya sebagai armada ke Samudra Barat pada masa kaisar Zhu abad ke-15. Sang laksamana mendaratkan kapalnya di Semarang ini. Bahkan Semarang disebut dengan nama 'Sam Pa Lang' nama yang hampir mirip dengan nama lain sang laksamana, Sam Po Kong. Bila melihat dengan jeli, kekhasan China memang nampak di beberapa sudut Semarang.

"Payung siapa, Ut! Jadul amat," ucap Awwan yang duduk di jok belakang sembari membereskan kembali perlengakpan yang masih berantakan bersama Ira. Van melaju dengan kecepatan sedang, kembali ke kontrakan.

"Khas China banget kan? Bukannya Rhea yang bawa?"

"Bukan, kok!" sahut Rhea dari belakang kemudi.

"Nah lo, hati-hati, Ut. Tar yang punya nyariin," goda Ira.

"Jangan nakut-nakutin, Ra. Emang barang di kuburan siapa yang punya? Tunggu deh, biar si empunya lapor polisi dulu, dibuatkan berita kehilangannya dan dibacakan di Radio 'Suara Kita' FM. Pasti sadist, hahaha!" sahut Uut disambut tawa ketiga temannya. "Ke alun-alun, yuk. Mumpung masih jam 5 sore, nyari yang anget-anget". Semua menyetujui usulan Uut.

***

Suara itu begitu mengganggu tidur Uut beberapa malam terakhir, tepatnya setelah insiden payung di kuburan pecinan dulu. Kadang suara tangisan perempuan, kadang suara gemeresek radio yang kehilangan gelombang frekuensi, kadang seperti suara meja yang diketuk-ketuk dengan kuku jari. Dan malam ini terdengar seperti suara plastik kresek yang diremas-remas.

Uut segera mencari gagang sapu kalau-kalau itu adalah suara pencuri yang menggagahi alat jepret KPK. Maklum, kontrakan yang merangkap studio pelatihan bagi anggota KPK ini sengaja dipakai untuk menyimpan perlengkapan indoor maupun outdoor bila ada 'gawe'. Dan yang paling gawat, Uut baru saja meng-upgrade 'senjata' termasuk lensa widenya. Anehnya, suara itu makin keras saja terdengar di telinga Uut sehingga membuatnya peasaran dan tak bisa memejamkan mata.

Dia segera bangun dari pembaringan. Dilangkahkanlah kakinya menuju kamar sebelah yang berfungsi sebagai gudang menyimpan perlengkapan. Semakin mendekat, suara itu semakin jelas. Dia genggam gagang sapu kuat-kuat. Sekali bertemu si maling, maka jurus ala Bruce Lee akan segera diayunkan untuk menghabisi pencuri kurang hajar itu, fikir Uut

Pelan, pintu pun dibuka. Dalam remang-remang lampu bohlam 2,5 Watt kamar itu nampak sepi. Tak ada siapa-siapa. Diamati sekali lagi, hasilnya tetap nihil. Uut pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Setelah pintu ditutup kembali, tepat setelah Uut membalikkan badan membelakangi pintu kamar itu, dalam jarak dua jengkal, matanya beradu dengan wajah seorang perempuan. Ingin sekali Uut berteriak, namun pita suaranya seperti tak berfungsi. Mulutnya terbuka.

Bulu kuduk Uut berdiri. Tengkuknya dingin. Sesuatu seperti memaku kakinya di lantai. Aroma dupa tiba-tiba merasuki sistem respirasinya. Wajah perempuan itu tak terlihat jelas karena membelakangi lampu. Rambut panjang sebahunya tergerai. Melihat dari pakaiannya yang khas, yakni congkiun seperti yang dipakai Michele Yeoh. Yang mengganjal fikirannya adalah bagaimana wanita ini bisa masuk? Padahal semua pintu dan jendela terkunci dari dalam. Tidak mungkin dengan kostum semacam itu, perempuan tersebut masuk kontrakan melalui atap, kan?

Begitu melihat bahwa kaki perempuan itu menginjak tanah, pelan-pelan roh Uut yang seperti tercabut dari jasadnya itu kini kembali. Peredaran darahnya kembali normal. Tubuhnya pun perlahan-lahan menghangat.

"Ba…Ba…Bagaimana kau masuk ke sini," tanya Uut terbata. Sisa-sisa ketakutan masih menghantuinya.

"Bukankah Anda sendiri jang membawa saja dari Pecinan?" Uut makin penasaran dengan teka-teki diawal jumpa itu.

"Payung. Payung itu kah? Kau… Kau… "

"Ja, saja adalah arwah jang menunggu reinkarnasi. Setengah abad sudah saja terpendjara dalam pajung itu. Anda telah membebaskan saja. Kamsia."

Sisa-sisa ketakutan masih menghantui Uut.

***

Hidup berdampingan dengan makhluk 'lain' benar-benar dialami Uut. Perempuan itu bernama Wang Hai Ki, sebuah nama yang membawa sebagian memori otaknya pada sebuah nama pada nisan di kuburan Pecinan beberapa waktu lalu. Seandainya masih hidup, tentu Kiki, begitu wanita itu dipanggil, akan sangat cantik, tipikal wajah ras kaukasoid dengan kulit putih, mata sipit, rambut lurus dan cenderung bertubuh langsing. Lagi-lagi Uut langsung terbayang Michele Yeoh, Miss Malaysia yang jago berkelahi itu. Dan anehnya, sejak keberadaan Kiki di kontrakannya, Uut seperti merasakan kehadiran makhluk halus di sekitarnya. Sepertinya, indera keenamnya semakin tajam!

Yang membuat Uut tak nyaman, Kiki bisa saja muncul di sampingnya saat dia makan, saat dia ngedit foto, saat dia telefon kekasihnya, bahkan saat dia ganti baju! Uut merasa seperti senam jantung saja!

"Awas ya kalau ikut saya ke toilet!" ancam Uut sembari berkelakar.

Uut sempat menanyakan apakah Kiki makan siomay, bakpao atau xialongbao? Kiki hanya tersenyum. Namun, kisah dibalik kematian Kiki yang masih berusia belia itu membangkitkan naluri keingin tahuan Uut. Rupanya Kiki adalah salah satu korban anti-China yang berhembus di tahun 1963. Para warga Tiongkok yang berada di bumi pertiwi 'dipulangkan' ke negeri asalnya sana. Padahal, Kiki adalah generasi ketiga yang lahir di Indonesia. Cap 'PKI dan antek Komunis' langsung menempel pada keluarga keturunan Tionghoa itu.

Padahal, menurut Kiki, mereka benar-benar berdagang sebagaimana warga Tionghoa kebanyakan. Maka, untuk menyelamatkan diri, mereka sekeluarga berencana akan ikut kapal khusus yang mengangkut semua warga China yang disediakan oleh pemerintah China untuk menjemput pahlawan-pahlawan ekonomi mereka di seluruh penjuru bumi.

Lagipula saat itu China juga sedang menggalakkan 'cinta tanah air' dan meminta seluruh warganya untuk kembali ke China. Mereka yang kembali ke Tiongkok dielu-elukan sebagai pahlawan yang berjuang di negeri-negeri yang tersebar di bumi ini. Bahkan mereka langsung menempati perumahan khusus pendatang dari luar negeri secara gratis layaknya perumahan transmigrasi di Indonesia. Perumahan sederhana sekali! [Nana / Tionghoanews]

Bersambung ...

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA