KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Sabtu, 21 Januari 2012

ANGPAO UNTUK FEI AI

Hari ini adalah hari persiapan terakhir menjelang tahun baru Cina 2012. Fei Ai, gadis tionghoa bermata sipit itu berjalan gontai ke dalam rumah sambil membawa satu keranjang buah jeruk.

Ia meletakkan buah itu di atas meja dan masuk ke dalam kamar. Tak lama terdengar suara neneknya memanggil, "Fei.. itu buahnya di cuci dulu trus di taruh di nampan bersih"

"Ya.. sebentar Fei lagi ganti baju" jawabnya datar.

Fei membawa buah-buahan itu ke dapur, sementara nenek menyiapkan berbagai keperluan untuk besok. Seperti tahun-tahun yang lalu, nenek membeli banyak sekali makanan mulai dari kue keranjang, bakpao, mie, ikan, juga kepiting.

Nenek tampaknya akan membuat makanan yang banyak untuk tahun baru kali ini. Fei yang sudah selesai mencuci jeruk kemudian menuju ke ruang tamu.

Kakeknya terlihat sibuk dengan lampion dan banyak kertas.
"Lampion ini mau di pasang di mana?" tanya Fei

"Nanti Kong (kakek) mau pasang lima buah di depan. Dua buah di dekat pintu sini. Kertas ini tempel di depan Fei" suruhnya

Kertas-kertas itu satu persatu ditempelkan oleh Fei di pintu dan jendela rumah. Fei sempat melirik tulisan yang ada di kertas tersebut.
Ia tahu persis bahwa tulisan itu bermakna sesuatu yang baik. Meskipun ia belajar bahasa Mandarin tetapi ia hanya tahu kata-kata dasar saja tidak untuk huruf yang rumit.

Selesai menempelkan Fei pamit kepada kakeknya untuk pergi ke salon langganannya.

"Fei pergi dulu, mau ke tempat Acai, potong rambut. Nanti lantainya Fei sapu dan bersihkan."
"Makan dulu Fei baru pergi"
"Ntar aja Kong, cuma sebentar kok"

Sepuluh menit kemudian Fei tiba di salon Acai. Ia langsung duduk dan meminta rambutnya di potong.
"Cici Fei mau potong model apa?"
"Pendek.. potong paling pendek" jawabnya ketus

"Kok pendek, habis lho nanti rambutnya. Kalo gak ada rambut kan malu sama Ryan"
"Apa hubungannya sama Ryan Pokoknya Fei minta potong pendek titik"

Acai terbengong dengan ucapan Fei. Ia yang semula ingin mengajak bercanda jadi mengurungkan niatnya. Jari jemarinya mulai memotong rambut Fei sedikit demi sedikit. "Ini masih kurang pendek?" tanya Acai

"Pendekin lagi sedikit"
"Segini aja ya…" ujar si Acai sambil menunjukkan bagian yang akan ia potong.

Fei tidak banyak bicara kepada Acai. Ia malas sekali berbasa-basi dengan abang transgender ini. Ia lebih memilih bersegera pulang untuk membantu kakek dan neneknya di rumah.

Lantai rumah dari depan hingga belakang Fei sapu dan pel. Saat mengepel bagian teras ia melihat Ryan lewat depan rumah. Ryan adalah teman sekolahnya sejak SD hingga sekarang. Hampir setiap hari mereka berangkat dan pulang sekolah bersama.

Wajarlah kalau si Acai bahkan warga kampung menggosip tentang mereka berdua. Fei kemudian menyapanya "Hei…"

"Oh.. hai Fei.." balas Ryan sambil melambaikan tangan
"Habis latihan barongsai?"
"Iya. Ini latihan terakhir untuk Cap Go Meh. Datang ya ke klenteng. Jangan lupa" serunya
"Oke…" jawab Fei

Fei memandang Ryan yang berlalu dari muka rumah. Rumah Ryan hanya berjarak 20 meter dari rumahnya. Sorepun berganti malam, aroma makanan khas imlek sudah tercium. Sayup-sayup masih terdengar kesibukan persiapan imlek di rumah tetangga Fei.

****
Tahun Baru China, imlek 23 Januari 2012

Fei bangun pagi sekali, ia bergegas mandi dan berganti baju yang bagus serta rapi. Tidak seperti tahun-tahun kemarin dimana ia biasanya bersemangat memakai baju baru yang dibelikan neneknya. Sejak empat tahun yang lalu ia menolak semua baju dan sepatu baru pemberian nenek. Fei masih ingat saat tujuh tahun yang lalu, ayah dan ibunya bertengkar.

Mereka hampir bercerai, Fei kemudian dititipkan pada kakek dan neneknya. Tiga tahun berturut-turut ayah Fei hanya berkunjung setiap tahun baru China. Ibunya? Fei tidak tahu kabarnya. Sang ayahpun tidak pernah bercerita tentang keberadaan ibunya itu.

Namun empat tahun terakhir ini ayahnya tidak pernah datang lagi. Tak ada kabar apapun dari orang yang paling disayanginya ini. Tahun pertama tanpa ayahnya ia meraung-raung, menangis sejadi-jadinya. Kakek dan nenek pun angkat tangan. Neneknya hanya bisa mengusap kepala Fei dan memberikan pelukan hangat tanpa berkata apa-apa. Sejak saat itu ia merasa hari Imlek bagaikan hari terburuk dalam hidupnya. Semua orang bisa berkumpul dengan keluarga terkasih, kecuali dia.

Fei yang baru keluar dari kamar melihat kakeknya khusyu berdoa. Nenek mengikuti di belakang kakeknya. Tak lama mereka selesai berdoa dan mengajak Fei berziarah ke makam nenek dan kakek buyut.

"Fei di rumah aja" ujarnya menghindar sambil menggelengkan kepala
"Benar kamu gak mau ikut?" tanya nenek
"Iya " jawabnya pasti
"Ya sudah, nanti kalau lapar makan saja dulu. Ama sudah siapkan di dapur"

Nenek dan kakek Fei berjalan menuju makam yang letaknya tidak begitu jauh. Mendadak suasana rumah menjadi sepi. Fei melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar. Ia duduk di kursi yang menghadap ke arah jendela.

Ditariknya laci meja yang ada di depannya. Ia mengeluarkan tiga buah amplop berwarna merah. Amplop tersebut adalah angpao dari ayahnya saat beliau datang berkunjung. Uang di dalamnya sama sekali belum terpakai.

Ayahnya hanya menuliskan pesan pada amplop terakhir yang isinya agar Fei rajin belajar dan mandiri. Fei meletakkan amplop itu kemudian membaringkan tubuhnya di atas kasur.

"Tok tok tok (suara pintu di ketuk)… Fei bangun Fei"

Ama berulang kali mengetuk pintu kamar untuk membangunkan Fei.
"Ya Ama, sebentar"

Fei menengok ke arah jam dinding.
"Hah.. jam 11 siang. Aku ketiduran" gumamnya

Nenek yang berada di depan pintu serta merta menarik Fei ke ruang tamu begitu pintu di buka.. Tampaklah di depannya paman Lau yang sedang duduk bersantai dengan kakek. Fei menjabat tangan dan memberi salam.

"Ini Fei yang waktu kecil suka di kepang dua itu ya??" tanyanya
"Hehe.. iya" jawab Fei singkat sambil memegangi rambut pendeknya

Fei sudah akan masuk ke dalam lagi, tetapi paman itu menahan dan menyuruhnya duduk sebentar. Ia kemudian sibuk mengaduk-aduk isi tas disampinya.

"Ini dia untukmu" ujarnya sambil mengulurkan sebuah amplop angpao berwarna merah menyala
"Xie xie*" Fei menerima amplop tersebut dan pamit ke belakang sementara kakek melanjutkan obrolannya. Dipandanginya amplop itu dan di bolak-balik.

"Amplopnya manis sekali" batinnya
Bagian depan amplop terdapat gambar naga dengan hiasan keemasan. Bagian bawahnya terdapat tulisan yang jelas-jelas ia tahu, "Gōngxǐ fācái" *. Fei membuka amplop tersebut.

Ia menduga isinya hanyalah uang yang kelipatan 4, mungkin 40000 atau 80000. Betapa terkejutnya Fei begitu melihat isinya berupa sebuah tiket pesawat dan secarik kertas kecil dengan huruf mandarin. Fei bingung dan ia berbalik ke ruang tamu menemui paman Lau.

"Maaf Shushu (paman), ini maksudnya apa? Fei gak ngerti" tuturnya polos dan memberikan kertas tersebut

Paman Lau membaca tulisan lalu tersenyum ke arah Fei.
"E…Fei, ayah kamu ingin kamu datang ke China."

Fei terdiam sesaat, antara percaya dan tidak tercaya.
"Shushu jangan bohong dengan Fei. Ayah Fei sudah lama tidak ada kabarnya."

"Benar Fei. Bulan lalu ayahmu menelfon dan ia menitipkan tiket ini pada Shushu"

Fei memandang kakek dan neneknya seolah-olah meminta pertimbangan.

"Pergilah Fei. Ama tidak mau melihatmu menangis lagi setiap imlek"

"Jangan khawatir, saya akan membantu mengurus passport juga keberangkatannya" jelas paman kepada kakek dan nenek agar tidak bingung.

Tak terasa air mata Fei menetes. Ia memeluk neneknya dengan rasa haru. Kakek dan paman Lau ikut larut dalam suasana hari itu.

Paman Lau hanya tinggal sampai pukul 4 sore saja. Ia kemudian berpamitan. Paman Lau berjanji datang lagi lusa untuk mengurus semua keperluan Fei ke negara tirai bambu itu.

***
GuangZhou, 4 Februari 2012, Cap Go Meh

Hari ini hari ke-3 Fei di China. Khusus hari ini ayah dan ibu mengajak Fei berjalan-jalan ke Beijing. Mereka juga tak lupa mengajak Jia, adik Fei yang berusia 3 tahun. Ayah dan ibu Fei tidak jadi bercerai. Selepas pertengkaran hari itu, ibu Fei menghilang dan pergi ke Guangzhou untuk bekerja sekaligus membantu usaha bibinya.

Ayah Fei mencari istrinya kesana kemari hingga akhirnya ia mendapatkan informasi tiga tahun kemudian. Ayah Fei pun menyusul sang istri ke Cina. Ia sebenarnya tidak tega meninggalkan Fei sendiri. Tetapi ia harus mencari istrinya dan mempertahankan keutuhan keluarganya.

Ayah dan ibu Fei belum bisa kembali ke Indonesia. Mereka baru akan kembali jika sudah memiliki perekonomian yang cukup kuat. Ayahnya merasa sangat bersalah meninggalkan Fei tanpa memberitahu terlebih dahulu. Oleh karenanya ayah Fei ingin agar tahun ini Fei yang datang ke China.
Ia kemudian menitipkan sebuah tiket sebagai angpao istimewa untuk Fei.

Sewaktu Fei menonton atraksi barongsai dan juga ratusan kembang api di Beijing, seketika ia teringat janjinya pada Ryan. Ia menyesal tidak bisa menonton atraksi barongsai Ryan di klenteng kampungnya.

Ia kemudian mengunggah sebuah foto keluarganya di dinding facebook Ryan. Tak lupa Fei menuliskan sebaris pesan untuk Ryan "Angpao spesial sudah membawaku ke Beijing.

Maaf tahun ini aku gak bisa memenuhi janjiku. See you soon in Indonesia. [Ratna Amaliania]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA