.
Sudah tiga puluh menit Acong menunggu nafas gadis cantik itu teratur kembali, di ruang UGD rumah sakit. Sejam lalu, Tian Mey -kekasih Acong mengalami kecelakaan lalu-lintas. Kepalanya pecah, rusuknya patah, satu di antaranya mencuat keluar. Tulang putihnya menyembul dari daging perut Tian Mey yang merah bersimbah darah.
Namun udara di paru-parunya masih terpompa, sebab itu Acong bersikeras agar dokter dan perawat mengupayakan keselamatan pacarnya. Kemungkinan sembuh mungkin tinggal lima persen, darah yang tumpah begitu banyak, sebanyak rusaknya organ-organ tubuh Tian Mey. Hingga sosoknya serupa mayat hidup.
Menyeramkan. Menyedihkan.
Namun Acong yakin, Tian Mey bisa sembuh, bisa pulih -hidup kembali. Dia siap membayar berapapun biaya yang akan di keluarkan, asalkan dapat menyambung nyawa calon istrinya. Acong luar biasa berduka, sehabis Imlek besok rencananya ia akan menikahi Tian Mey. Lalu akan berbulan madu ke Singapura.
Segala acara pernikahan telah disiapkan matang-matang. Mata Acong menerawang ke angkasa, seolah menanti keajaiban dari langit. Berharap semuanya berjalan sesuai keinginannya.
Untuk membunuh gelisahnya, Acong keluar ruangan menyalakan rokok. Berjalan di kegelapan barisan bangsal rumah sakit yang sunyi malam itu. Hanya gemerisik rintik hujan. Menambah kesedihan Acong berlipat ganda. Dan lagi rokoknya tak dapat dinyalakan. Terkena tampias gerimis, barangkali.
Namun tiba-tiba, jerit kesakitan dan tangisan memecah keheningan. Ya Tuhan…!Tampak serombongan orang dan perawat bergegas mendorong ranjang-ranjang beroda ke arah UGD dan kamar jenazah. Sejumlah orang berlarian, wajah-wajah mereka tegang.
Sirene ambulan menjerit-jerit menghalau suara gerimis. Kerlap-kerlip kemerahan menyeruak dari halaman rumah sakit, memantulkan suasana galau.
Ada apakah gerangan?
Acong membuang kreteknya, berjalan cepat, mencari tahu apa yang terjadi. Berpapasan ia dengan seorang Satpam yang sibuk berkomunikasi melalui Handy Talkie. Lantas menanyakan apa yang tengah terjadi.
"Baru saja ada kecelakan kereta api pak! Korbannya banyak sekali…," Satpam itu menerangkan terburu-buru, dengan nada kacau.
Acong terkesiap, jam segini rumah sakit penuh pasien! Penuh korban bergelimpangan! Dokter jaga tak terlalu banyak, begitu juga dengan perawat yang berdinas. Bagaimana penanganan para korbannya?
"Waduh, pacar saya juga di UGD. Parah kondisinya..!!"
Bagaimana nasib Tian Mey, jika para dokter-dokter itu sibuk sekali? Acong mendadak tersengat panik, jauh lebih panik dari sebelumnya. Dadanya serasa dihimpit gunung.
Kepalanya berat. Kakinya tak dapat mendiamkan tubuhnya yang ingin bergerak. Berbuat sesuatu! Acong berlari, meski tak tahu harus apa, ia tetap berlari. Sama dengan dirinya Satpam tersebut ambil langkah seribu pula, dengan rona wajah ketakutan.
Sambil melalui halaman dalam rumah sakit, Acong dapat melihat sebagian korban musibah tabrakan kereta api dijajarkan di lorong dekat UGD dan kamar mayat. Kondisinya mengenaskan, beberapa kehilangan anggota tubuhnya, sebagian lagi hanya tinggal kepala tanpa badan.
Ditumpuk begitu saja dengan alas koran dan kain seadanya. Semuanya berwarna merah. Kecuali bagian yang digunakan untuk menutupi korban tewas, agak kecoklatan, karena darah yang mengering. Aromanya membuat mual.
Tapi, Acong memaksa masuk ruang gawat darurat, yang dipenuhi sukarelawan yang membantu menolong. Juga lalu-lalang para dokter dan perawat yang sangat-sangat sibuk. Suara lolong kesakitan, jerit tangis keluarga korban bersatu dengan raungan ambulan dari luar sana. Hingga sulit Acong menemukan dimana tadi kekasihnya terkapar hampir menemui ajalnya. Ruangan UGD penuh sesak.
Kepanikan dan bau anyir darah serta teriakan-teriakan yang menyayat, membuat kepala Acong tak mampu membendung pening. Pandangannya goyang. Tatapannya segera gelap. Akhirnya ia limbung sesaat. Lalu jatuh pingsan.
Hening.
***
Sekian waktu berlalu, Acong mulai dapat membuka mata, badannya terlentang di ranjang UGD. Pikirannya seketika bekerja, bagaimana kondisi Tian Mey!?….Jangan-jangan…
Acong memaksa membangkitan badan, melihat sekeliling ruang gawat darurat kini lenggang.
Hanya dirinya di sana, tak ada siapa-siapa. Tempat tidur lainnya kosong semua. Dokter dan perawat tak nampak pula. Ah, mungkin sudah sembuh semua atau mungkin para korban telah dibawa pulang keluarganya, atau di pindah ke kamar rawat inap pasien. Acong membuka tiap tirai yang membatasi ranjang UGD. Tak nampak satu orang pun di situ.
Lantas, di mana semua pasien sekarat itu? Di mana juga kekasihnya? Terhuyung-huyung ia keluar ruangan. Tepat di depan pintu rasa kaget campur gembira menyatu di hatinya. Tian Mey berdiri persis di depannya, sambil tersenyum. Masih berpakaian pasien, namun tubuhnya pulih.
Wajahnya seperti sediakala -manis dan bermata sejuk. "Ayo sayang, kita pulang…aku sudah sembuh, begitu juga dirimu kan?" Tian Mey mesra meraih tangan kekasihnya.
***
Di pintu keluar rumah sakit, dua orang Satpam yang bertugas, gemetaran melihat dua sosok keputihan transparan, berjalan menembus palang portal. Berjalan seperti melayang, lalu menghilang.
***
Bunyi-bunyian perkusi tradisional Cina meriuh lengkap suasana Imlek. Lenggak-lenggok barongsai menyemarak kedatangan Tahun Naga Air, yang dipercaya membawa sejumlah peruntungan.
Dua orang Ibu di tempat yang berlainan, tak dapat larut dengan kegembiraan. Anaknya tak kunjung tiba sampai hari itu, yang sedianya akan menikah beberapa hari setelah Imlek berlangsung. Air turun dari mata mereka, semenjak malam sebelumnya. [Granito Ibrahim]