Tulang kering Untung beradu dengan setang sepeda dan robek sepanjang sepuluh sentimeter dan selebar tiga sentimeter. Melihat keadaan itu, seorang guru silat di kampung Untung menolongnya. Untung dibawa ke puskesmas di kota. Puskesmas sudah tutup, maka Untung dibawa ke tempat seorang bidan yang rumahnya di belakang puskesmas.
Siang itu, luka di kaki Untung dijahit tanpa dibius terlebih dahulu. Untung menangis meronta-ronta menahan rasa sakit tusukan jarum dan benang. Tidak tahan melihat Untung meronta-ronta kesakitan, si guru silat yang menunggui Untung itu pingsan. Kontan saja bu bidan yang sedang "menjahit" kaki Untung itu meninggalkan jarum dan benang yang masih menancap di kaki Untung dan menolong si guru silat yang pingsan itu. Saat itu, Untung semakin menangis kesakitan menahan luka dan nyeri tusukan jarum yang masih nempel di kulitnya.
Seandainya kita menjadi bu bidan itu, mana yang akan didahulukan? Menolong si guru yang pingsan, tetapi meninggalkan jarum dan benang yang sedang menusuk kaki pasien? Atau melanjutkan menjahit kaki pasien sampai selesai, baru kemudian menolong yang pingsan? Sungguh-sungguh dilema!
Dalam hidup ini ternyata kita kerap kali dihadapkan pada dilema. Kita kadang sulit memilih, tetapi yang jelas apa pun yang dipilih, pasti ada pengorbanan. Pengorbanan inilah yang kerap kali tidak mudah, bahkan dapat menimbulkan rasa sakit yang lebih mendalam dalam diri kita. Namun, pengorbanan menjadi indah ketika yang dibela mengalami kehidupan, kesembuhan, dan kebahagiaan. (Hidup Itu Lucu dan Indah)