Perkenalkan namaku Mayang (bukan nama sebenarnya), aku adalah seorang perempuan yang memiliki setatus sebagai istri ketiga dari seorang pengusaha kaya, sebut saja namanya Darmawan. Pernikahanku sengan darmawan memang berasal dari ide orang tuaku terutama ayahku yang mungkin telah jenuh dengan kehidupan yang serba sulit, atau mungkin juga karena ayah melihat Darmawan yang begitu baik hingga mereka berpikiran aku akan berbahagia dengan lelaki pilihan mereka.
Terus terang aku memang berbahagia menikah dengannya, walaupun setatusku hanya sebagai istri ketiga, dan aku harus meninggalkan kekasih pujaan hatiku. Darmawan begitu baik dan sangat memperhatikan keadaan kami sekelurga, hingga hidup susah yang selalu menggayut di pundak kami secara tiba-tiba berubah drastis, namun untunglah keadaan tersebut tak membuat kami menjadi lupa daratan. Kami masih seperti dulu, tak pernah keluar dari norma-norma agama dan moral yang berlaku.
Kebahagiaan itu bertambah lengkap karena istri pertama dan keduanya tak mempermasalahkan kehadiranku sebagai istri ketiganya. Kami semua diberi tempat tinggal yang mewah, mungkin karena sikapnya yang adil itu istri-istri Darmawan tak pernah berselisih satu sama lain. Mereka justru terlihat saling mendukung dan saling menghormati.
Sejak menikah denganku, Darmawan memang lebih sering menginap bersamaku, ia beralasan di rumah istri pertama dan keduanya terlalu bising dengan anak-anaknya. walau demikian ia tetap bersikap bijaksana dengan selalu memberikan nafkah terhadap kedua istri dan kelurganya tersebut dan aku mendukung penuh apa yang ia putuskan dan tetapkan karena walau bagaimanapun ia memang masih berkewajiban memberi nafkah kepada mereka nafkah lahir maupun batin. Terlebih ketika aku berhalangan memberikan nafkah batin terhadap suami.
Saat menikah usiaku baru menginjak 20 tahun, di usiaku yang masih sangat muda itu aku sudah memiliki delapan orang anak dari darmawan, hasil pernikahan dengan istri pertama dan keduanya. Walau mereka bukan anak-anak kandungku, aku amat menyayangi mereka begitu juga sebaliknya kedelapan anak-anak tiriku juga begitu menyayangiku dan hal itulah yang membuat aku merasa beruntung dengan pernikahan ini.
Dari kedelapan anak Darmawan, ada satu orang anak yang begitu dekat denganku sebut saja namanya Alek (bukan nama sebenarnya). Usianya sekitar 23 tahun, saat ini ia sedang kuliah di salah satu perguruan tinggi. Alek memang lebih sering bertandang kerumahku, terlebih ketika Darmawan mendapat tuga ke luar kota, alek selalu menemaniku karena dirumah aku hanya tinggal bersama seorang pembantu.
Di mataku Alek adalah seorang pemuda yang sangat santun, memiliki tubuh yang atletis dan wajah yang tampan seperti ayahnya. Sejak pertama kali kukenal, sepertinya aku sudah menyimpat bibit cinta kepadanya. Walau ia berstatus sebagai anak tiriku, namun usianya tak terpaut jauh denganku.
Rasa suka itu semakin tumbuh manakala suamiku semakin lama semakin tak bisa memberiku kepusaan diatas tempat tidur. Darmawan memang tak bisa bersikap romantis, setiap kali ia mengajakku bercinta, setiap kali itu pula ia selalu mengambil bagian dari haknya, semantara aku, sampai saat ini belum pernah merasakan apa yang selalu aku idam-idamkan yaitu orgasme, namun begitu aku akui bahwa aku tetap merasakan kenikmatan saat kami berhubungan intim, tapi tak salahkan jika aku mendapatkan lebih dari sekedar nikmat.
Hal itulah yang selalu memancingku untuk semakin mempersubur rasa cintaku terhadap Alek. Dan ternyata cintaku itu tak bertepuk sebelah tangan, karena semakin sering bertemu dan berbincang berduaan, Alek akhirnya mengakui bahwa ia juga menyimpan perasaan yang sama terhadapku, ia juga mengakui jika ia menghormati aku lebih dari sekedar ibu tiri dan lebih menyukai aku ketimbang ibu tirinya yang lain.
Mendengar itu semua, aku merasa tersanjung dan terharu. Itu semua membuatku jadi semakin mencintainya dan semakin ingin memilikinya. Semakin ingin merasakan kegagahan dan ketampanannya. Namun aku sadar sepenuhnya bahwa itu semua tak akan mungkin terjadi, walau bagaimanapun Alek adalah anakku yang harus kujaga dan kurawat dan untunglah Alek dapat mengerti,
Hingga saat ini aku dan Alek masih menyimpan perasaan yang sama, namun kami juga menyadari keadaan status masing-masing. Aku masih tetap berusaha melayani suamiku sebaik mungkin dan aku tak ingin menodai kesucian rumah tanggaku. Sampai saat ini rahasia itu masih tersimpan rapi dihati kami masing-masing. Bagi kami rasa cinta itu adalah anugerah dan kami masih bisa berbahagia walau kami tak saling bersentuhan atau tak saling memiliki. [Vivi Tan / Jakarta]
Terus terang aku memang berbahagia menikah dengannya, walaupun setatusku hanya sebagai istri ketiga, dan aku harus meninggalkan kekasih pujaan hatiku. Darmawan begitu baik dan sangat memperhatikan keadaan kami sekelurga, hingga hidup susah yang selalu menggayut di pundak kami secara tiba-tiba berubah drastis, namun untunglah keadaan tersebut tak membuat kami menjadi lupa daratan. Kami masih seperti dulu, tak pernah keluar dari norma-norma agama dan moral yang berlaku.
Kebahagiaan itu bertambah lengkap karena istri pertama dan keduanya tak mempermasalahkan kehadiranku sebagai istri ketiganya. Kami semua diberi tempat tinggal yang mewah, mungkin karena sikapnya yang adil itu istri-istri Darmawan tak pernah berselisih satu sama lain. Mereka justru terlihat saling mendukung dan saling menghormati.
Sejak menikah denganku, Darmawan memang lebih sering menginap bersamaku, ia beralasan di rumah istri pertama dan keduanya terlalu bising dengan anak-anaknya. walau demikian ia tetap bersikap bijaksana dengan selalu memberikan nafkah terhadap kedua istri dan kelurganya tersebut dan aku mendukung penuh apa yang ia putuskan dan tetapkan karena walau bagaimanapun ia memang masih berkewajiban memberi nafkah kepada mereka nafkah lahir maupun batin. Terlebih ketika aku berhalangan memberikan nafkah batin terhadap suami.
Saat menikah usiaku baru menginjak 20 tahun, di usiaku yang masih sangat muda itu aku sudah memiliki delapan orang anak dari darmawan, hasil pernikahan dengan istri pertama dan keduanya. Walau mereka bukan anak-anak kandungku, aku amat menyayangi mereka begitu juga sebaliknya kedelapan anak-anak tiriku juga begitu menyayangiku dan hal itulah yang membuat aku merasa beruntung dengan pernikahan ini.
Dari kedelapan anak Darmawan, ada satu orang anak yang begitu dekat denganku sebut saja namanya Alek (bukan nama sebenarnya). Usianya sekitar 23 tahun, saat ini ia sedang kuliah di salah satu perguruan tinggi. Alek memang lebih sering bertandang kerumahku, terlebih ketika Darmawan mendapat tuga ke luar kota, alek selalu menemaniku karena dirumah aku hanya tinggal bersama seorang pembantu.
Di mataku Alek adalah seorang pemuda yang sangat santun, memiliki tubuh yang atletis dan wajah yang tampan seperti ayahnya. Sejak pertama kali kukenal, sepertinya aku sudah menyimpat bibit cinta kepadanya. Walau ia berstatus sebagai anak tiriku, namun usianya tak terpaut jauh denganku.
Rasa suka itu semakin tumbuh manakala suamiku semakin lama semakin tak bisa memberiku kepusaan diatas tempat tidur. Darmawan memang tak bisa bersikap romantis, setiap kali ia mengajakku bercinta, setiap kali itu pula ia selalu mengambil bagian dari haknya, semantara aku, sampai saat ini belum pernah merasakan apa yang selalu aku idam-idamkan yaitu orgasme, namun begitu aku akui bahwa aku tetap merasakan kenikmatan saat kami berhubungan intim, tapi tak salahkan jika aku mendapatkan lebih dari sekedar nikmat.
Hal itulah yang selalu memancingku untuk semakin mempersubur rasa cintaku terhadap Alek. Dan ternyata cintaku itu tak bertepuk sebelah tangan, karena semakin sering bertemu dan berbincang berduaan, Alek akhirnya mengakui bahwa ia juga menyimpan perasaan yang sama terhadapku, ia juga mengakui jika ia menghormati aku lebih dari sekedar ibu tiri dan lebih menyukai aku ketimbang ibu tirinya yang lain.
Mendengar itu semua, aku merasa tersanjung dan terharu. Itu semua membuatku jadi semakin mencintainya dan semakin ingin memilikinya. Semakin ingin merasakan kegagahan dan ketampanannya. Namun aku sadar sepenuhnya bahwa itu semua tak akan mungkin terjadi, walau bagaimanapun Alek adalah anakku yang harus kujaga dan kurawat dan untunglah Alek dapat mengerti,
Hingga saat ini aku dan Alek masih menyimpan perasaan yang sama, namun kami juga menyadari keadaan status masing-masing. Aku masih tetap berusaha melayani suamiku sebaik mungkin dan aku tak ingin menodai kesucian rumah tanggaku. Sampai saat ini rahasia itu masih tersimpan rapi dihati kami masing-masing. Bagi kami rasa cinta itu adalah anugerah dan kami masih bisa berbahagia walau kami tak saling bersentuhan atau tak saling memiliki. [Vivi Tan / Jakarta]