Sementara anjing kesayangan tinggal di dalam rumah, dan benar-benar kesayangan dari tuannya. Ia selalu diajak bermain oleh tuannya, bercanda dan bahkan tidur di pangkuan tuannya. Sementara si keledai banyak yang harus dikerjakan. Harus membajak sawah di siang hari dan menarik roda penggilingan di malam harinya.
Keledai sering mengeluh atas nasib buruknya, dan melihat betapa enaknya hidup anjing kesayangan yang hidup penuh kemewahan, membuatya iri hati. Lama-lama ia berpikir, kalau saja ia bersikap seperti anjing kesayangan terhadap tuannya, ia pasti akan disayang juga oleh sang tuan.
Maka pada suatu hari, ia melepaskan diri dari kandang, lalu berlari masuk rumah. Ia mulai bertingkah aneh, berdiri pada dua kakinya, lalu menjilati wajah tuannya seperti anjing kesayangan. Kemudian mengibas-ngibaskan ekor panjangnya dan membuat meja makan berantakan dan piring gelas pecah.
Melihat sang tuan dalam bahaya, para pelayan lalu mengusir keledai yang menindih sang tuan dengan kedua kaki depannya, lalu memukulinya dangan tongkat dan cemeti berkali-kali sampai ia tak bisa bangun. Lalu dalam keadaan terkulai lemas, keledai berkata: "Bodohnya aku! Kenapa aku tidak puas dengan diriku sendiri, kenapa aku harus meniru perilaku anjing kesayangan itu. Huh, lagipula hanya seekor anjing saja, apa bagusnya?"
Cerita di atas menggambarkan bahwa sifat iri hati seseorang akhirnya hanya akan membuat sengsara diri sendiri. [Yenny Jie / Palangkaraya]