Lalu, ketika kita sudah menjalani rutinitas itu berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, akhirnya kita merasakan kebosanan. Serba salah. Itu yang kita rasakan akhirnya. Kita pun mengalami kontradiksi, seperti yang dijabarkan oleh Henri J.M. Nouwen, dalam Bread for the Journey.
Ada banyak kontradiksi dalam hidup kita: kita berada di rumah, tetapi merasa kesepian; kita sibuk, tetapi merasa bosan; kita terkenal, tetapi merasa tidak punya kawan; kita percaya, tetapi sekaligus meragukan banyak hal. Kontradiksi-kontradiksi ini dapat membuat kita frustasi atau bahkan putus asa.
Pengalaman-pengalaman seperti itu membuat kita merasa bahwa kita tidak pernah damai. Setiap kali ada satu pintu terbuka, kita melihat masih ada lebih banyak pintu yang tertutup. Namun, masih ada keterangan yang lain.
Kontradiksi-kontradiksi ini dapat menyadarkan kita akan kerinduan batin kita yang lebih dalam, akan pemenuhan kerinduan yang hidup di bawah kerinduan-kerinduan yang lain, yang hanya dapat dipuaskan oleh Tuhan. Kalau dimengerti demikian, kontradiksi-kontradiksi itu menciptakan gesekan yang dapat membantu kita bergerak menuju Tuhan. [Elisabeth Wang / Banda Aceh]