Harusnya aku merasa bahagia karena aku sudah menikah, berada dalam status ekonomi yang mapan, bahkan dapat dikatakan berlebih.
Memiliki suami yang memiliki pekerjaan yang bagus dan karier yang mantap. Namun sebagai istri, aku terkadang merasa tidak diperhatikan oleh suamiku, bahkan terkadang ada rasa bahwa dia tidak mencintaiku.
Namun rasa tersebut aku kubur jauh-jauh karena aku tahu mungkin sulit bagi pria untuk menumbuhkan rasa cinta.
Apalagi mengingat bahwa pernikahan kami terjadi bukan karena rasa saling suka melainkan dijodohkan oleh kedua keluarga kami. Bahwa mungkin saja dia masih mempunyai seseorang yang diusahakan untuk dilupakan.
Ada kalanya aku iri dengan teman pria suamiku. Walau kami sudah menikah, dia dapat seenaknya datang berkunjung ke rumah kami kapanpun dia mau.
Karena suamiku sepertinya sangat senang dengan kedatangannya, aku membiarkan sahabat karib suamiku itu untuk sering berkunjung. Lagipula aku sering menghibur diriku sendiri dengan mengatakan bahwa orang tersebut adalah orang special dalam hidup suamiku jauh sebelum aku memasuki kehidupannya.
Ada kalanya pula suamiku meminta ijin untuk pergi menginap ke luar kota bersama sahabat karibnya itu. Awal-awalnya aku bingung, tetapi dia mengatakan kalau dia perlu waktu untuk berkumpul bersama teman-teman prianya hanya sekedar untuk refreshing dan juga bertukar informasi untuk bisnis dalam suasana yang lebih relaks.
Tentu saja, sebagai istri yang mendukung karier suami, aku mengijinkannya. Namun sedikit keanehan yang kudapat adalah betapa dia sepertinya sangat menanti-nantikan saat tersebut dan betapa sesedih wajahnya pada saat dia pulang ke rumah setelah perjalanannya setiap kali.
Aku tidak pernah menduga bahwa pada suatu hari suamiku pualng bekerja dalam keadaan kusut dan meminta untuk bicara secara pribadi denganku. Karena sepertinya pembicaraan yang serius, akupun mengajak suamiku ke ruang tidur kami.
Sungguh tidak terduga kalau suamiku ternyata akhinya mengakui bahwa dia tidaklah mencintaiku. Namun yang lebih membuat kaget adalah pernyataanya bahwa ia mencintai sahabat pria nya yang biasanya diajak pergi dan menghabiskan waktu bersama-sama dengannya.
Dari keterangan suamiku, aku baru tahu bahwa dia sudah mengetahui bahwa dirinya adalah seorang homo dari sejak dia masih muda. Dia memilki kecenderungan untuk lebih menyukai teman pria daripada teman wanita.
Walau dari segi fisik dan penampilan, ia seperti pria pada umumnya, namun harus kuakui kalau dia memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi dibandingkan pria lainnya.
Suamiku juga menceritakan betapa dia menderita karena tidak mampu untuk berterus terang kepada diriku dan juga kelauraganya sendiri selama ini dan betapa dia merasa bersalah karena telah membohongiku dengan menjalani pernikahan yang dirasakannya sebagai beban yang semakin lama semakin berat untuk dijalani.
Dugaanku selama ini ternyata benar, bahwa usahanya menikahiku sebenarnya adalah untuk menutupi kenyataan dirinya sendiri dan sekedar untuk mendapatkan status sebagai pria normal dan baik di keluarga dan sekitar.
Sungguh disayangkan karena masih sedikitnya orang yang mampu menerima adanya homo dalam masyarakat membuat mereka harus melakukan berbagai cara untuk dapat diterima di dalam masyarakat, walaupun pada akhirnya berarti harus membohongi diri sendiri dan akhrinya turut melukai orang lain karena kebohongan mereka.
Setelah 4 tahun pernikahan yang tidak jelas akan dibawa ke mana di masa yang akan datang, aku memutuskan untuk bercerai dan memberikan kebebasan kepada suamiku untuk menjalani hidup yang sebenarnya dia inginkan. [Vivi Tan / Jakarta]
Memiliki suami yang memiliki pekerjaan yang bagus dan karier yang mantap. Namun sebagai istri, aku terkadang merasa tidak diperhatikan oleh suamiku, bahkan terkadang ada rasa bahwa dia tidak mencintaiku.
Namun rasa tersebut aku kubur jauh-jauh karena aku tahu mungkin sulit bagi pria untuk menumbuhkan rasa cinta.
Apalagi mengingat bahwa pernikahan kami terjadi bukan karena rasa saling suka melainkan dijodohkan oleh kedua keluarga kami. Bahwa mungkin saja dia masih mempunyai seseorang yang diusahakan untuk dilupakan.
Ada kalanya aku iri dengan teman pria suamiku. Walau kami sudah menikah, dia dapat seenaknya datang berkunjung ke rumah kami kapanpun dia mau.
Karena suamiku sepertinya sangat senang dengan kedatangannya, aku membiarkan sahabat karib suamiku itu untuk sering berkunjung. Lagipula aku sering menghibur diriku sendiri dengan mengatakan bahwa orang tersebut adalah orang special dalam hidup suamiku jauh sebelum aku memasuki kehidupannya.
Ada kalanya pula suamiku meminta ijin untuk pergi menginap ke luar kota bersama sahabat karibnya itu. Awal-awalnya aku bingung, tetapi dia mengatakan kalau dia perlu waktu untuk berkumpul bersama teman-teman prianya hanya sekedar untuk refreshing dan juga bertukar informasi untuk bisnis dalam suasana yang lebih relaks.
Tentu saja, sebagai istri yang mendukung karier suami, aku mengijinkannya. Namun sedikit keanehan yang kudapat adalah betapa dia sepertinya sangat menanti-nantikan saat tersebut dan betapa sesedih wajahnya pada saat dia pulang ke rumah setelah perjalanannya setiap kali.
Aku tidak pernah menduga bahwa pada suatu hari suamiku pualng bekerja dalam keadaan kusut dan meminta untuk bicara secara pribadi denganku. Karena sepertinya pembicaraan yang serius, akupun mengajak suamiku ke ruang tidur kami.
Sungguh tidak terduga kalau suamiku ternyata akhinya mengakui bahwa dia tidaklah mencintaiku. Namun yang lebih membuat kaget adalah pernyataanya bahwa ia mencintai sahabat pria nya yang biasanya diajak pergi dan menghabiskan waktu bersama-sama dengannya.
Dari keterangan suamiku, aku baru tahu bahwa dia sudah mengetahui bahwa dirinya adalah seorang homo dari sejak dia masih muda. Dia memilki kecenderungan untuk lebih menyukai teman pria daripada teman wanita.
Walau dari segi fisik dan penampilan, ia seperti pria pada umumnya, namun harus kuakui kalau dia memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi dibandingkan pria lainnya.
Suamiku juga menceritakan betapa dia menderita karena tidak mampu untuk berterus terang kepada diriku dan juga kelauraganya sendiri selama ini dan betapa dia merasa bersalah karena telah membohongiku dengan menjalani pernikahan yang dirasakannya sebagai beban yang semakin lama semakin berat untuk dijalani.
Dugaanku selama ini ternyata benar, bahwa usahanya menikahiku sebenarnya adalah untuk menutupi kenyataan dirinya sendiri dan sekedar untuk mendapatkan status sebagai pria normal dan baik di keluarga dan sekitar.
Sungguh disayangkan karena masih sedikitnya orang yang mampu menerima adanya homo dalam masyarakat membuat mereka harus melakukan berbagai cara untuk dapat diterima di dalam masyarakat, walaupun pada akhirnya berarti harus membohongi diri sendiri dan akhrinya turut melukai orang lain karena kebohongan mereka.
Setelah 4 tahun pernikahan yang tidak jelas akan dibawa ke mana di masa yang akan datang, aku memutuskan untuk bercerai dan memberikan kebebasan kepada suamiku untuk menjalani hidup yang sebenarnya dia inginkan. [Vivi Tan / Jakarta]
Silahkan klik menu kategori lain di bawah ini:
http://berita.tionghoanews.com
http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com
Atau ngajak teman Tionghoa anda ikut gabung disini http://www.facebook.com/chinese.indo bersama ribuan teman Tionghoa lainnya.
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com
Atau ngajak teman Tionghoa anda ikut gabung disini http://www.facebook.com/chinese.indo bersama ribuan teman Tionghoa lainnya.