Keluargaku adalah stereotip keluarga masa kini pada umumnya. Menikah, punya anak lalu baik suami maupun istri bekerja untuk keluarga dimana pengasuhan anak kuserahkan pada pengasuh pada pagi hari dan malam hari baru aku sendiri yang menanganinya setelah pulang bekerja.
Kehidupanku biasa-biasa saja dan terkadang terkesan monoton karena rutinitas pekerjaan dan tuntutan.
Hal yang sama juga dirasakan oleh suamiku sepertinya. Dalam beberapa tahun pernikahan, komunikasi kami menjadi semakin berkurang karena terkesan selalu membicarakan tentang topik yang kurang lebih sama, seperti topik tentang anak, biaya rumah tangga dan lainnya. Tanpa kami sadari sepenuhnya, kamu mulai menjauh satu dengan yang lainnya.
Dalam dua tahun belakangan ini, sebenarnya ada tanda-tanda yang menunjukkan suamiku mulai berubah. Dia menjadi lebih sering pulang larut malam. Setiap kali kutanyakan, alasannya selalu sama yaitu pekerjaan sedang menumpuk dan dia harus lembur.
Walau tidak sering, ada beberapa kali ia meminta ijin karena diharuskan untuk pergi keluar kota selama beberapa hari katanya. Tentu saja, karena tidak curiga aku mengijinkannya pergi.
Secara tidak sengaja, aku pernah bertemu dengan teman sekantor suamiku di salah satu mall di kotaku dan kami sempat berbincang-bincang selama beberapa saat.
Dari teman kantor suamiku tersebut, aku baru tahu kalau kantor tempat suamiku bekerja dalam keadaan biasa-biasa saja dan pekerjaan juga sedang tidak banyak. Maklum sedang masa krisis ekonomi katanya.
Pernah pula aku menerima telepon dari seorang perempuan menanyakan untuk meminta bicara dengan suamiku. Ketika kutanya pada suamiku tentang siapa perempuan tersebut, ia hanya bilang kalau perempuan itu teman kantornya dan dia menelepon untuk menanyakan tentang pekerjaan yang diserahterimakan kepada dia.
Sampai suatu saat, di hari minggu datang seorang perempuan muda ke rumahku sambil membawa bayi. Ketika kupersilahkan masuk dan bertanya tentang apa keperluannya mencari suamiku yang saat itu sedang keluar rumah untuk membeli makan siang kami sekeluarga, dia meminta untuk diterima masuk ke dalam keluargaku karena katanya selama ini dia telah menjalin hubungan dengan suamiku.
Pada awalnya, dia mengaku tidak tahu kalau kekasihnya itu adalah pria beristri. Namun karena sekarang sudah terlanjur mempunyai anak darinya, mau tidak mau dia harus meminta pertanggungjawaban dari suamiku itu. Dia bahkan menunjukkan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa mereka sudah menikah.
Ketika akhirnya suami pulang dengan menenteng nasi bungkus, aku melihat perubahan raut wajahnya ketika dia melihat perempuan itu.
Ada rasa kaget dan tentu saja saat itu pula aku tahu kalau dia mengenali siapa wanita itu dan mungkin saja cerita wanita itu sebelumnya adalah benar.
Hebatnya dari suamiku adalah, entah dia merasa malu kepadaku atau alasan lainnya, dia tetap mengaku di depan perempuan itu kalau perempuan itu salah mengenali orang.
Bahwa dia tidak mengenal perempuan tersebut dan anaknya. Dia bahkan pada akhirnya marah-marah dan mengusir ibu dan anak tersebut.
Namun akhirnya semua terungkap sudah ketika keesokan harinya suamiku tidak pulang ke rumah. Demikian pula beberapa hari berikutnya sampai sekarang.
Aku tidak tahu dia dimana dan bagaimana keadaannya sekarang karena dia pun tidak masuk kantor dan ternyata dia pun tidak pulang ke rumah wanita itu karena beberapa saat setelah kejadian itu, wanita itu datang kembali untuk meminta bertemu suamiku yang ternyata memang sudah kabur dari rumah. [Vivi Tan / Jakarta]
Kehidupanku biasa-biasa saja dan terkadang terkesan monoton karena rutinitas pekerjaan dan tuntutan.
Hal yang sama juga dirasakan oleh suamiku sepertinya. Dalam beberapa tahun pernikahan, komunikasi kami menjadi semakin berkurang karena terkesan selalu membicarakan tentang topik yang kurang lebih sama, seperti topik tentang anak, biaya rumah tangga dan lainnya. Tanpa kami sadari sepenuhnya, kamu mulai menjauh satu dengan yang lainnya.
Dalam dua tahun belakangan ini, sebenarnya ada tanda-tanda yang menunjukkan suamiku mulai berubah. Dia menjadi lebih sering pulang larut malam. Setiap kali kutanyakan, alasannya selalu sama yaitu pekerjaan sedang menumpuk dan dia harus lembur.
Walau tidak sering, ada beberapa kali ia meminta ijin karena diharuskan untuk pergi keluar kota selama beberapa hari katanya. Tentu saja, karena tidak curiga aku mengijinkannya pergi.
Secara tidak sengaja, aku pernah bertemu dengan teman sekantor suamiku di salah satu mall di kotaku dan kami sempat berbincang-bincang selama beberapa saat.
Dari teman kantor suamiku tersebut, aku baru tahu kalau kantor tempat suamiku bekerja dalam keadaan biasa-biasa saja dan pekerjaan juga sedang tidak banyak. Maklum sedang masa krisis ekonomi katanya.
Pernah pula aku menerima telepon dari seorang perempuan menanyakan untuk meminta bicara dengan suamiku. Ketika kutanya pada suamiku tentang siapa perempuan tersebut, ia hanya bilang kalau perempuan itu teman kantornya dan dia menelepon untuk menanyakan tentang pekerjaan yang diserahterimakan kepada dia.
Sampai suatu saat, di hari minggu datang seorang perempuan muda ke rumahku sambil membawa bayi. Ketika kupersilahkan masuk dan bertanya tentang apa keperluannya mencari suamiku yang saat itu sedang keluar rumah untuk membeli makan siang kami sekeluarga, dia meminta untuk diterima masuk ke dalam keluargaku karena katanya selama ini dia telah menjalin hubungan dengan suamiku.
Pada awalnya, dia mengaku tidak tahu kalau kekasihnya itu adalah pria beristri. Namun karena sekarang sudah terlanjur mempunyai anak darinya, mau tidak mau dia harus meminta pertanggungjawaban dari suamiku itu. Dia bahkan menunjukkan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa mereka sudah menikah.
Ketika akhirnya suami pulang dengan menenteng nasi bungkus, aku melihat perubahan raut wajahnya ketika dia melihat perempuan itu.
Ada rasa kaget dan tentu saja saat itu pula aku tahu kalau dia mengenali siapa wanita itu dan mungkin saja cerita wanita itu sebelumnya adalah benar.
Hebatnya dari suamiku adalah, entah dia merasa malu kepadaku atau alasan lainnya, dia tetap mengaku di depan perempuan itu kalau perempuan itu salah mengenali orang.
Bahwa dia tidak mengenal perempuan tersebut dan anaknya. Dia bahkan pada akhirnya marah-marah dan mengusir ibu dan anak tersebut.
Namun akhirnya semua terungkap sudah ketika keesokan harinya suamiku tidak pulang ke rumah. Demikian pula beberapa hari berikutnya sampai sekarang.
Aku tidak tahu dia dimana dan bagaimana keadaannya sekarang karena dia pun tidak masuk kantor dan ternyata dia pun tidak pulang ke rumah wanita itu karena beberapa saat setelah kejadian itu, wanita itu datang kembali untuk meminta bertemu suamiku yang ternyata memang sudah kabur dari rumah. [Vivi Tan / Jakarta]