Sebut saja namaku Ami (bukan nama sebenarnya), aku dilahirkan dikota C. Ayah da ibuku bercerai ketika aku baru berumur satu tahun, oleh karena itu aku dibesarkan oleh nenek beserta empat saudaraku yang lain. Jadi dapat dimaklumi bila aku tumbuh tanpa kasih sayang orang tua. Apalagi nenekku sibuk mencari uang untuk membiayai kami.
Setelah lulus SMP, aku pindah ke Jakarta karena permintaan ibu kandungku. Aku melanjutkan sekolah di Jakarta sambil bekerja sebagai front office sebuah hotel di sekitar Jakarta Selatan. Pagi aku bekerja, siangnya aku sekolah. Dan dari pekerjaan itu aku bisa memiliki uang saku sendiri.
Di Hotel ini aku berkenalan dengan seorang pria tampan yang berasal dari Bali, sebut saja namanya Agung, ia adalah teman kerjaku. Sejak perkenalan itu kamipun mulai akrab dan sering bertukar pikiran dan pengalaman. Dimataku Agung adalah sosok lelaki yang sangat baik dan menarik.
Seiring persahabatan yang terjalin diantara kami, Agung akhirnya menyatakan cintanya kepadaku, akupun menerimanya. Sejak itu jadilah kami sepasang kekasih. Namun akhirnya ibuku mengetahui hubungan kami dan ibu menentang hubungan tersebut dengan alasan aku masih sekolah. Dan aku kemudian dipindahkan ke kota lain agar aku bisa melupakan Agung.
Betapa sedihnya hatiku karena harus berpisah dengan pria yang sangat aku cintai. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, aku di sekolahkan di Sekolah Menengah Pekerja Sosial dikota M. Jawa Timur. Komunitas kamipun terputus, apalagi aku tinggal di asrama kesusteran yang memiliki disiplin sangat tinggi.
Tak terasa sudah empat belas bulan aku berasa di kota M, hingga suatu hari aku dipanggil petugas piket karena mendapat kunjungan. Ternyata Agung yang dating. Agung mengatakan bahwa selama ini ia kehilangan jejakku, dan dia masih berharap untuk kembali kepadaku. Dan hubungan kamipun berlanjut kembali, sampai akhirnya ia mengajakku menikah.
Saat aku berlibur bersamanya ke Bali, Agung kembali mengutarakan niatnya untuk menikahiku. Pembicaraanpun berlanjut. Agung tidak mengijinkan aku untuk kembali ke asrama. Ia bersujud dan memohon kepadaku agar aku menerima lamarannya. Aku tak kuasa melihat kesungguhan hatinya. Aku lalu meminta Agung melamar pada orang tuaku di Jakarta.
Dan berangkatlah kelurarga Agung ke Jakarta untuk melamarku. Sayangnya lamarannya di tolak, namun keluargaku tak bisa berbuat apa-apa karena aku sudah terlanjur berada di Bali. Akhirnya kami menikah tanpa restu orang tua, tapi aku bahagia menikah dengan laki-laki yang kucintai, meski sejujurnya kuakui aku merasa asing dengan budaya mereka yang sangat berbeda.
Tak terasa dua tahun sudah berlalu, dan Agung belum juga mendapat pekerjaan, ia jadi putus asa, malu dan minder dalam pergaulan. Namun yang terburuk adalah ia menutupi kekurangannya itu dengan mabuk-mabukan. Ia selalu pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Sejak itu Agung selalu memperlakukan aku dengan kasar.
Berbulan-bulan aku menerima sikap kasarnya itu, samapi suatu hari aku jatuh pingsan dan dibawa kerumah sakit. Ternyata aku dinyatakan hamil oleh dokter yang memeriksaku. Dan dengan kehamilan itu aku berharap Agung akan merubah sikapnya dan kembali menyayangiku seperti waktu dulu.
Namun dugaanku ternyata salah, setelah anak kami lahir dan besar, sikap Agung tidak berubah. Bahkan ketika ibu menjengukku bersama seorang temannya, Agung marah besar kepadaku karena aku bersikap ramah terhadap mereka, rupanya ia takut aku tertarik dengan pria yang kaya macam teman ibuku.
Karena malu akan perlakuannya, aku memutuskan untuk kembali pada orang tuaku. Namun Agung tidak mengijinkan aku mambawa anakku. Dan terpaksa aku bertahan di Bali sampai mendapatkan ijin untuk membawa anakku ke Jakarta. Sampai akhirnya Agung mengijinkan aku untuk pergi ke Jakarta. Di Jakarta ibu menyuruh aku untuk kursus salon kecantikan agar aku bisa membuka salon sendiri. Dan suamiku menyetujui rencana itu asalkan anak kami diantar kembali Ke bali.
Setibanya aku di Bali, Agung malah mencaci maki dan menamparkau serta menuduhku bahwa rencanaku membuka salon hanya alasan agar ibuku bisa menjodohkan aku dengan pria kaya. Dan pertengkaran itu didengar ibu mertuaku yang akhirnya menyarankanku untuk kembali ke Jakarta tanpa membawa anakku.
Dengan restu beliau, akupun pulang ke Jakarta, setiba disana aku menceritakan semua yang kualami kepada ibu dan ibu hanya memintaku untuk bersabar. Tiga bulan lamanya aku berada di Jakarta, tapi suamiku tak kunjung menghubungiku, hingga aku menetapkan hati untuk meminta cerai darinya. Dan kabar terakhir yang kuterima bahwa suamiku hendak menikah kembali dengan kekasih barunya, dia juga menyetujui permintaan ceraiku.
Aku mendengar berita itu dengan perasaan campur aduk, antara sedih dan bahagia, bahagia Karena akhirnya aku bisa berpisah dengannya, sedih karena harus berpisah dengan putraku yang terbentur undang-undang daerah Bali, anakku tak bisa ikut denganku karena ia adalah anak laki-laki penerus adat dan kasta. Dan dengan berta hati aku harus merelakan anak kandungku berpisah denganku.
Kini aku membuka salon dan tinggal bersama ibuku dui Jakarta. Aku ingin memberikan yang terbaik utnuk putraku dikemudian hari. Dan semoga Agung hidup bahagia dengan istri barunya dan selalu menyayangi anakku. [Vivi tan / Jakarta] Sumber: Chinese-life
Setelah lulus SMP, aku pindah ke Jakarta karena permintaan ibu kandungku. Aku melanjutkan sekolah di Jakarta sambil bekerja sebagai front office sebuah hotel di sekitar Jakarta Selatan. Pagi aku bekerja, siangnya aku sekolah. Dan dari pekerjaan itu aku bisa memiliki uang saku sendiri.
Di Hotel ini aku berkenalan dengan seorang pria tampan yang berasal dari Bali, sebut saja namanya Agung, ia adalah teman kerjaku. Sejak perkenalan itu kamipun mulai akrab dan sering bertukar pikiran dan pengalaman. Dimataku Agung adalah sosok lelaki yang sangat baik dan menarik.
Seiring persahabatan yang terjalin diantara kami, Agung akhirnya menyatakan cintanya kepadaku, akupun menerimanya. Sejak itu jadilah kami sepasang kekasih. Namun akhirnya ibuku mengetahui hubungan kami dan ibu menentang hubungan tersebut dengan alasan aku masih sekolah. Dan aku kemudian dipindahkan ke kota lain agar aku bisa melupakan Agung.
Betapa sedihnya hatiku karena harus berpisah dengan pria yang sangat aku cintai. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, aku di sekolahkan di Sekolah Menengah Pekerja Sosial dikota M. Jawa Timur. Komunitas kamipun terputus, apalagi aku tinggal di asrama kesusteran yang memiliki disiplin sangat tinggi.
Tak terasa sudah empat belas bulan aku berasa di kota M, hingga suatu hari aku dipanggil petugas piket karena mendapat kunjungan. Ternyata Agung yang dating. Agung mengatakan bahwa selama ini ia kehilangan jejakku, dan dia masih berharap untuk kembali kepadaku. Dan hubungan kamipun berlanjut kembali, sampai akhirnya ia mengajakku menikah.
Saat aku berlibur bersamanya ke Bali, Agung kembali mengutarakan niatnya untuk menikahiku. Pembicaraanpun berlanjut. Agung tidak mengijinkan aku untuk kembali ke asrama. Ia bersujud dan memohon kepadaku agar aku menerima lamarannya. Aku tak kuasa melihat kesungguhan hatinya. Aku lalu meminta Agung melamar pada orang tuaku di Jakarta.
Dan berangkatlah kelurarga Agung ke Jakarta untuk melamarku. Sayangnya lamarannya di tolak, namun keluargaku tak bisa berbuat apa-apa karena aku sudah terlanjur berada di Bali. Akhirnya kami menikah tanpa restu orang tua, tapi aku bahagia menikah dengan laki-laki yang kucintai, meski sejujurnya kuakui aku merasa asing dengan budaya mereka yang sangat berbeda.
Tak terasa dua tahun sudah berlalu, dan Agung belum juga mendapat pekerjaan, ia jadi putus asa, malu dan minder dalam pergaulan. Namun yang terburuk adalah ia menutupi kekurangannya itu dengan mabuk-mabukan. Ia selalu pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Sejak itu Agung selalu memperlakukan aku dengan kasar.
Berbulan-bulan aku menerima sikap kasarnya itu, samapi suatu hari aku jatuh pingsan dan dibawa kerumah sakit. Ternyata aku dinyatakan hamil oleh dokter yang memeriksaku. Dan dengan kehamilan itu aku berharap Agung akan merubah sikapnya dan kembali menyayangiku seperti waktu dulu.
Namun dugaanku ternyata salah, setelah anak kami lahir dan besar, sikap Agung tidak berubah. Bahkan ketika ibu menjengukku bersama seorang temannya, Agung marah besar kepadaku karena aku bersikap ramah terhadap mereka, rupanya ia takut aku tertarik dengan pria yang kaya macam teman ibuku.
Karena malu akan perlakuannya, aku memutuskan untuk kembali pada orang tuaku. Namun Agung tidak mengijinkan aku mambawa anakku. Dan terpaksa aku bertahan di Bali sampai mendapatkan ijin untuk membawa anakku ke Jakarta. Sampai akhirnya Agung mengijinkan aku untuk pergi ke Jakarta. Di Jakarta ibu menyuruh aku untuk kursus salon kecantikan agar aku bisa membuka salon sendiri. Dan suamiku menyetujui rencana itu asalkan anak kami diantar kembali Ke bali.
Setibanya aku di Bali, Agung malah mencaci maki dan menamparkau serta menuduhku bahwa rencanaku membuka salon hanya alasan agar ibuku bisa menjodohkan aku dengan pria kaya. Dan pertengkaran itu didengar ibu mertuaku yang akhirnya menyarankanku untuk kembali ke Jakarta tanpa membawa anakku.
Dengan restu beliau, akupun pulang ke Jakarta, setiba disana aku menceritakan semua yang kualami kepada ibu dan ibu hanya memintaku untuk bersabar. Tiga bulan lamanya aku berada di Jakarta, tapi suamiku tak kunjung menghubungiku, hingga aku menetapkan hati untuk meminta cerai darinya. Dan kabar terakhir yang kuterima bahwa suamiku hendak menikah kembali dengan kekasih barunya, dia juga menyetujui permintaan ceraiku.
Aku mendengar berita itu dengan perasaan campur aduk, antara sedih dan bahagia, bahagia Karena akhirnya aku bisa berpisah dengannya, sedih karena harus berpisah dengan putraku yang terbentur undang-undang daerah Bali, anakku tak bisa ikut denganku karena ia adalah anak laki-laki penerus adat dan kasta. Dan dengan berta hati aku harus merelakan anak kandungku berpisah denganku.
Kini aku membuka salon dan tinggal bersama ibuku dui Jakarta. Aku ingin memberikan yang terbaik utnuk putraku dikemudian hari. Dan semoga Agung hidup bahagia dengan istri barunya dan selalu menyayangi anakku. [Vivi tan / Jakarta] Sumber: Chinese-life
Berita | Internasional | Budaya | Kehidupan | Kesehatan | Iptek | Kisah
PESAN KHUSUS
Ingat ! Anda juga bisa mengirim berita kegiatan/kejadian yang berhubungan dengan Tionghoa tempat tinggal anda atau artikel-artikel bermanfaat ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id
PESAN KHUSUS
Ingat ! Anda juga bisa mengirim berita kegiatan/kejadian yang berhubungan dengan Tionghoa tempat tinggal anda atau artikel-artikel bermanfaat ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id