KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Sabtu, 13 Oktober 2012

CINTA BUKAN SEGALANYA

Aku sadar bahwa cinta tak cukup hanya diucapkan. Pembuktian lebih memiliki nilai khusus. Hanya saja bagaimana membuktikan kadar cintaku kalau tidak ada pakem tolok ukur yang pasti dan diakui banyak orang? Aku mencintai Nayla, hanya saja  ia tidak pernah percaya dengan cinta, kecuali cinta yang tumbuh karena kebutuhan dan tanggung jawab semata.

Aku bertemu Nayla di sebuah pameran, keseriusannya mengamati produk-produk pameran dengan mimik lucu tapi penuh minat itu yang mengusikku. Dengan keberanian yang tak kutahu dari mana datangnya, aku mendekatinya. Nayla anak yang enak diajak ngobrol, alhasil seharian di tempat pameran kami jalani berdua. Bahkan kami lupa kalau kami baru saja berkenalan.

Selanjutnya, kami sering berhubungan dengan berbagai cara, lewat telpon, chatting dan menyempatkan bertemu meski sekadar ngopi di sore hari. Nayla bukan gadis yang bisa dikatakan cantik, tapi ia memiliki selera humor yang tinggi dan pintar. Di samping itu, wawasan pergaulannya luas, diajak kemanapun, bertemu siapapun dan ngobrol apapun masih nyambung. Ini yang aku suka, tipe perempuan mandiri.

Tiga bulan kami menjalin hubungan tanpa status, membuatku semakin ingin menjadikannya istriku. Nayla terbiasa melakukan semua hal sendiri, bahkan pergi ke luar kota sendiri sering membuatku was-was. Bukan takut ia kecantol lelaki lain, lebih karena takut terjadi apa-apa padanya.

Suatu malam saat kami sedang menikmati dinginnya malam di Puncak sembari mengunyah jagung bakar, aku mencoba mengutarakan maksudku. Kami memang sering ke Puncak hanya untuk menghabiskan sisa malam. Panjang lebar aku utarakan niatku ingin mempersuntingnya. Satu persatu aku menyusun ucapanku agar teratur baik dan tidak menyinggung Nayla. Wajahnya dingin saja ketika mendengarkan sambil membumbungkan asap rokoknya.

Selesai berbicara, Nayla memandangku tajam. Perasaanku mengatakan bahwa Nayla menolak pinanganku. "Butuh waktu lima bulan untuk mengatakan apa yang ada di hatimu, ya? Padahal sejak dua bulan lalu aku sudah menangkap sinyal itu di matamu," tenang Nayla menjawab. Lantas apa yang kamu tawarkan untukku jika aku menerima lamaranmu? tambahnya kalem.     

Pertanyaannya sederhana, tapi aku tak bisa menjawabnya dengan sederhana. Kujelaskan apa pekerjaanku dan penghasilan yang kuperoleh, tak ketinggalan hutang-hutang yang harus kubayar tiap bulannya termasuk tagihan kartu kreditku. Otomatis, aku hanya mengadalkan gaji dan sedikit tabunganku yang masih tersisa. Kulihat Nayla hanya tersenyum, anehya bukan senyum sinis, ia malah hampir tertawa.

"Aku bukan cewek matere, jadi jangan bicara uang, itu bisa dicari. Yang aku tanyakan apa yang kamu tawarkan untuk hatiku agar lamaranmu layak kuterima?" Aku terkejut. Jujur, pertanyaan itu malah tak bisa kujawab. Kalau bicara cinta, apakah memang aku telah jatuh cinta dalam waktu yag sesingkat-singkatnya? Aku sendiri masih ragu. Namun yang jelas, bersama Nayla, dalam kondisi apapun sanggup membuatku nyaman dan damai.

Aku menghela nafas, aku ingin jujur dan inilah yang meluncur dari bibirku, "Aku tidak tahu apakah ini yang namanya cinta, tapi yang jelas bersamamu membuatku tentram. Hal yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya." Nayla memandang wajahku lama dan kembali tersenyum. "Aku bukan orang yang gampang percaya, tapi usahamu lumayan bagus dan caramu juga jujur. Jadi aku tidak punya cukup alasan untuk menolak," jawaban singkatnya mengejutkanku, sampai aku sempat tak mempercapai pendengaranku. Saking bahagianya tanpa sadar aku mencium keningnya. Nayla bergeming, menatapku sejenak memberi isyarat segera balik ke Jakarta. Hari mulai terang rupanya.

Perjalanan kasih kami lancar dan sangat biasa, Nayla bukan tipe perempuan romantis, karenanya aku yang selalu mengajarkan sisi romantika padanya. Sesekali kami masih sering beda pendapat, tapi itu bukan masalah. Kami juga kadang berbuat nakal, atas kesadaran masing-masing melakukan hubungan intim. Meski aku tahu ini bukan yang pertama buat Nayla, tapi aku melihat kecemasan di wajahnya. "Aku takut hamil," demikian ia pernah mengatakan.

Aku berusaha meyakinkannya agar jangan terlalu cemas, toh aku akan menikahinya. Meskipun Nayla sudah aku kenalkan pada seluruh anggota keluargaku, kecemasan itu tetap membayang di wajahnya. Aku tidak mengerti, sampai kemudian ia mengatakan sesuatu yang tak pernah kuduga, bahkan terpikirpun tidak. "Aku ingin kamu menikahiku karena kamu memang mencintaiku, bukan karena aku hamil." Aku tersedak. Kalau sampai aku hamil sebelum kita menikah, aku akan pergi, karena aku yakin bahwa kamu menikahiku hanya karena aku hamil, pernikahan tersebut hanya sekadar pemenuhan tanggung jawab semata, ucap Nayla panjang lebar.

Semula aku menganggap bahwa kata-kata itu hanya ungkapan emosional saja, jadi aku tidak menanggapinya. Tapi aku tak menyangka bahwa Nayla membuktikan kata-katanya. Dua minggu sebelum gelaran akad nikah, aku menemukan sebuah amplop tertutup dengan stempel perangko di atas meja kerjaku di kantor. Dari perangkonya aku yakin bukan perangko produksi lokal, tapi Swiss. Alamatku terketik rapi di sampulnya, tanpa alamat pengirim.

Penuh rasa penasaran aku membuka dan membacanya. Sebaris tulisan tangan sebagai pembuka dan itu sudah sanggup membuat jantungku berdetak kencang. Aku mengenali tulisan itu.

Teruntuk Kekasih Belahan Jiwaku Sentanu...
Aku hanya berusaha berkomitmen pada apa yang pernah kukatakan dulu
Bahwa aku bukan orang yang gampang percaya pada apapun dan siapapun
Termasuk itu padamu...
Ketika kamu katakan akan menikahiku, aku berusaha untuk percaya
Tapi itu tak mudah, terlalu banyak yang mengatakan hal yang sama padaku dan mereka pergi tanpa pernah pamit...
Aku pernah mengatakan kalau aku hamil, aku yang akan pergi dari kehidupanmu
Karena aku tak akan pernah percaya kamu menikahiku karena memang kamu mencintaiku
Pada akhirnya keputusanmu menikahiku lebih karena tanggung jawabmu terhadap janin yang kukandung
Aku tidak pernah memungkiri bahwa janin ini adalah anakmu, tapi aku tidak pernah meyakini kadar cinta yang kamu punya
Sebelum kamu melukai perasaanku, maka aku yang memutuskan untuk lebih dulu pergi dari kehidupanmu
Soal cinta, sepenuhnya aku yakin bahwa aku mencintaimu dan aku akan mencintai janin ini sebagaimana aku mencintaimu...
Dalam amplop ini juga terdapat hasil pemeriksaan dokter yang mengatakan bahwa aku hamil, satu-satunya alasanku pergi darimu...
Sentanu, maafkan aku...

Lemas sekujur tubuhku. Aku tidak pernah memperhitungkan ucapan Nayla sampai separah ini. Soal membatalkan pernikahan urusan gampang, tapi ia pergi membawa buah kasih kami. Nayla tidak pernah percaya cinta yang kupunya melebihi apapun di dunia ini bahkan nyawaku sendiri. Aku tidak tahu kemana harus mencari Nayla, karena ia bekerja secara independent sebagai sukarelawan. Segala biaya perjalanannya ke luar negeri ditransfer oleh donatur tetap. Terakhir Nayla mengatakan akan ke Swiss, kemudian lanjut ke Hungaria. Nayla semakin jauh dan aku tak tahu bagaimana menemukannya kembali. Dadaku tiba-tiba nyeri, pandanganku kabur. Aku telah kehilangan separuh nyawaku dan ini membuatku tak berdaya. Aku pingsan... [Aida Lim / Magelang] Sumber: Facebook

PESAN KHUSUS

Silahkan kirim berita/artikel anda ke ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id

MENU LINKS

http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA