Aku dan Dewo bertemu dalam sebuah gathering. Perusahaan kami memang memiliki semacam kerjasama. Di acara ini kami bertemu untuk pertama kalinya dan hubungan itu berlanjut serius hingga ke jenjang pernikahan. Semua berjalan lancar, sampai membuat orang tercengang. "Perjalanan hidup kalian terlalu gampang," demikian komentar salah seorang teman.
Kami tidak menggubris omongan tersebut. Bagi kami, ini adalah hidup kami dan aturan kami saja yang dipergunakan. Baik aku dan Dewo sama-sama sibuk, karenanya kami tidak pernah mengikat satu sama lain untuk hal-hal yang sepele. Kalau sempat bertemu saat makan siang, maka akan kami lakukan, kalau tidak tinggal cari waktu lain. Sejauh ini kami menjalani semuanya dengan fun, tanpa beban apapun.
Demikian juga soal mencari hiburan. Bila Dewo sedang ingin bersama teman-temannya, maka aku akan menyibukkan diri sendiri. Entah itu merapel pekerjaan rumah atau membawa pekerjaan kantor ke rumah. Soalnya Dewo kalau sudah jalan dengan teman-temannya pasti pulang lewat tengah malam. Kadang ia menelponku agar menjemputnya, karena ia sudah terlalu mabuk untuk pulang sendiri. Sikapku? Paling hanya mentertawakan tingkahnya yang lucu kalau mabuk.
Aku sendiri, jika ingin ngerumpi dengan teman-temanku pastinya diantar Dewo. Setelah itu, dia akan menyibukkan diri dengan kegemaran golfnya atau ke sirkuit go kart bersama teman-temannya. Kalau sudah selesai, kami akan bertemu di tempat yang sudah disepakati bersama untuk pulang bareng. Simpel kan.
Aku amat menyukai kehidupan seperti ini. Meski sudah menikah, aku sama sekali tidak kehilangan komunitasku, demikian juga Dewo. Kami juga sering mengumpulkan masing-masing teman kami di rumah, supaya aku bisa kenal teman-teman Dewo dan sebaliknya. Acara ngumpul di rumah kami ini sudah menjadi agenda rutin tiap tiga bulan sekali.
Tidak sekalipun aku menaruh curiga pada Dewo meski ia sering pulang malam, bahkan kadang setengah mabuk. Kami menerapkan prinsip untuk saling jujur dalam hal apapun, masalah menerima atau tidak kejujuran tersebut adalah hak masing-masing pihak. Yang penting jujur dulu.
Pernikahan kami menginjak tahun kedua, dan semua masih berjalan normal seperti biasa. Hanya saja sejak sebulan terakhir, aku menemukan hal yang aneh pada diri Dewo. Aku merasa dia terlalu romantis dan terlalu memperhatikanku. Pernah ketika aku pulang malam, karena ada meeting mendadak, Dewo menelponku dan menanyakan keadaanku. "Jangan terlalu capek sayang, segera pulang kalo sudah selesai meeting-nya, ya," suaranya yang merdu di telpon membuatku ingin segera pulang dan bercinta dengannya. Dan kami memang menghabiskan malam dengan bercinta.
Suatu hari, Sisca, temanku semasa kuliah, yang juga merupakan komunitas ngumpul di rumahku, menelpon. Sisca minta tolong agar aku mengijinkan Dewo mengantarnya ke Pengadilan Agama. Rumah tangga Sisca memang tengah bermasalah dan kami semua tahu kalau Sisca tengah menghadapi perceraian setelah menikah selama 10 tahun. Selama ini aku dan Dewo yang selalu menemani Sisca. Hanya saja, kali ini aku tidak bisa menemani, karena aku dinas ke Bandung selama dua hari. Aku langsung meminta Dewo untuk menemani Sisca yang langsung disetujui Dewo.
Aku tidak pernah memikirkan apa yang telah aku lakukan. Sebuah kebebasan yang aku berikan malah terkhianati. Tiga bulan setelahnya, aku malah menemukan sosok Dewo yang berubah. Sikap romantisnya yang semula membingungkanku itu tiba-tiba hilang. Dewo kembali seperti biasa, malah cenderung cuek. Akupun tak terlalu mempermasalahkan. Justru yang membuatku bertanya-tanya adalah Dewo sering tidak pulang. Padahal dulu, meskipun selarut apapun, ia tetap pulang. Aku ingin mencari tahu, tapi takut membuat Dewo tersinggung. Jadi aku simpan saja pertanyaan besar itu dalam kepalaku. Hingga kemudian jawabannya aku dapatkan secara tak sengaja.
Siang itu Dewo mengatakan kalau nanti malam ia akan kumpul dengan teman-temannya. Salah seorang temannya berulang tahun. Aku kenal teman Dewo yang berulang tahun karena sering datang ke rumah kami. Namun saat aku mengajukan diri untuk ikut bergabung, Dewo menolak. Alasannya ini khusus untuk para lelaki. Pikiranku saat itu adalah, pastinya para lelaki ini akan menyewa streaper, karena biasanya begitu. Tapi menonton streaper bukan hal baru bagiku dan aku menonton streaper juga bareng Dewo. Kenapa kali ini aku malah tidak diijinkan ikut?
Akhirnya aku menemukan ide gila. Setelah memperoleh bocoran di mana pesta itu dilaksanakan, aku bergegas membeli lingerie terbaru dan langsung ke salon. Aku meminta juru rias salon tersebut me-make over wajahku. Aku juga menggunakan wig terbaru. Pokoknya Dewo tidak akan mengenali wajahku. Dengan tampilanku ini, aku akan masuk ke pestanya Dewo sebagai streaper. Sudah terbayang dalam benakku bagaimana kagetnya Dewo nanti.
Mendekati tengah malam, aku sampai di rumah Tanto, teman Dewo yang berulang tahun. Suara musik, sayup-sayup terdengar dari luar pagar. Dengan jas kulit panjang dan stiletto yang membalut kaki, aku melenggang menuju rumah Tanto. Aku langsung menuju arah suara musik. Masuk ke dalam, suasana temaram. Sebagian sudah sibuk sendiri-sendiri, sehingga tidak ada yang menyadari kedatanganku dan mereka juga sudah tak mengenali dandanku malam itu.
Mataku bergerak liar mencari Dewo. Kutemukan sosok suamiku di pojok ruangan di atas sofa panjang. Aku mengurungkan langkahku saat mengenali siapa wanita yang tengah bersamanya. Sisca. Lututku bergetar hebat, sehingga aku harus bertumpu pada dinding untuk menjaga keseimbanganku. Aku masih menatap lekat Dewo yang tengah bercumbu dengan Sisca di atas sofa. Sebagian baju Sisca sudah terangkat hingga dada, memudahkan Dewo mengeksplorasi payudaranya yang masih terlihat kenyal.
Aku bingung, terus melangkah atau pulang saja. Tapi kakiku justru bergerak perlahan ke arah sofa tersebut. Setelah cukup dekat, aku mulai bergerak mengikuti irama musik. Kehadiranku menyadarkan Dewo, wajahnya tampak biasa, berarti ia tidak mengenaliku. Sisca malah tertawa-tawa, membuatku makin muak. Aku tak menyangka kalau Sisca tega mengkhianatiku.
Aku terus menggeliat, membuat Dewo beranjak mendekatiku. Satu persatu kubuka kancing jasku dan membimbing tangan Dewo menyentuh bagian-bagian sensitifku. Dewo memejamkan mata dan menikmati atraksiku. Dalam sebuah kesempatan, kutarik lembut tengkuknya dan kuberikan sebuah ciuman panjang di bibirnya. Setelahnya, baru Dewo membuka mata dan menatapku lekat-lekat. Wajahnya bingung. Sembari terus memeluknya aku membisikan sebaris kalimat, "Itu ciuman terakhirku. Aku tak pernah menyangka kamu bakal berkhianat."
Aku melepaskan pelukanku, berbalik dan berjalan meninggalkan Dewo yang masih terbengong. Itu adalah kali terakhir aku melihatnya. Malam itu juga aku membereskan semua barang-barangku dan pergi meninggalkannya. Tak ada yang tahu sebab perceraian kami dan aku juga langsung memutuskan hubungan dengan semua komunitas pertemananku. Terakhir kudengar Dewo memang menikahi Sisca. Tapi hubungan itu tidak berjalan lancar, karena Sisca terlanjur hamil sebelum mereka menikah. [Anita Li / Jayapura] Sumber: Facebook
PESAN KHUSUS
Silahkan kirim berita/artikel anda ke ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id
MENU LINKS
http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com