Menjelang akhir kuliah, ketika aku sibuk mempersiapkan skripsi, berita buruk aku terima dari ayah di kampung, dia sudah tidak bisa membiayai kuliahku. Musim kering yang panjang memaksa ayah memanen sawah kami lebih awal dan ini berarti bencana bagi keluarga. Aku tidak ingin mengorbankan sekolah ketiga adikku, segera kukirim telegram agar menghentikan biaya kuliahku untuk dialihkan ke adik-adikku saja.
Ketika mengambil keputusan tersebut bukan berarti aku rela meninggalkan bangku kuliah yang tinggal sejengkal lagi. Pontang panting aku mencari kerja part time untuk membiayai penelitian skripsiku. Aku tidak peduli jenis pekerjaannya, yang penting aku memperoleh uang. Sampai suatu ketika seorang teman mengatakan bahwa sebuah produk minuman beralkohol membutuhkan SPG untuk ditempatkan di cafe-cafe. Tanpa pikir panjang aku ambil kesempatan tersebut. Tujuanku hanya satu, aku harus bisa menyelesaikan kuliahku bagaimanapun caranya.
Kedatanganku pertama kali di sebuah pub yang berlokasi di Mangga Besar, Kota, Jakarta, langsung menarik perhatian beberapa orang. Aku tidak bisa menyembunyikan keheranan dan ketakjuban yang teramat besar dari mataku. Seorang tamu menghampiri dan menanyakan, apakah aku orang baru? Tentunya pertanyaan tersebut kujawab singkat dengan satu kata "iya". Selanjutnya lelaki berperawakan tambun ini mengajakku ngobrol ngalor ngidul. Memperoleh teman ngobrol yang asyik di tempat asing seperti ini membuatku sedikit merasa nyaman.
Keesokan malamnya, lelaki yang sama masih mengajakku ngobrol, malah ia datang lebih awal dan mengajakku makan malam di sebuah warung di dekat tempat kerjaku. Lelaki keturunan yang belakangan kuketahui bernama Abun ini hampir setiap hari datang pub tempatku bekerja dan selalu menyelipkan tips yang lumayan gede kalau ia hendak pulang. Kali pertama ia memberikan tips, sempat kutolak, karena aku merasa tidak melakukan sesuatu yang berarti terhadapnya. Tapi saat ia katakan bahwa uang tersebut sebagai tanda terima kasih karena telah menjadi teman ngobrol selama semalaman, akupun menerimanya.
Sampai suatu ketika Abun datang lebih malam dan mengatakan akan menungguku pulang. Aku tidak berprasangka buruk. Ketika jam kerjaku sudah selesai dan aku akan pulang, Abun ternyata menungguku di luar pub dan memintaku menemaninya makan. Aku menyetujuinya, tapi sebelumnya ia katakan akan mampir ke hotel tempatnya menginap (Abun mengatakan kalau ia pengusaha yang kerap berkeliling Singapura, Malaysia dan Indonesia) untuk mengambil barangnya yang ketinggalan, baru ke restoran untuk makan. Usulku untuk menunggu saja di restoran ditolaknya, karena ia ingin menunjukkan sesuatu yang ia bawa dari Singapura untukku.
Aku mengikutinya ke hotel, kami singgah sebentar di cafe yang berada di dekat lobi hotel. Abun menyuguhkanku sebuah minuman yang tidak pernah aku lihat sebelumnya, ia menjamin minuman tersebut tidak akan membuatku mabuk. Aku percaya dan kuminum setengahnya. Memang tidak ada pengaruh, setengah jam kemudian ia mengajakku ke kamarnya. Penasaran dengan sesuatu yang dibawa Abun dari Singapura untukku, aku mengikuti langkahnya.
Sesampainya di kamar, aku masih mengamati isi kamar yang minimalis tersebut dengan cermin sebagai pengganti dinding. Sebuah tempat tidur besar di tengah ruangan dan shower di salah satu pojoknya. Aku sempat curiga, karena tidak aku temui koper atau sesuatu yang menyiratkn kalau Abun mengiap di hotel tersebut untuk waktu yang lama karena urusan bisnis.
Sebelum aku sempat bertanya dan menyadari keanehan tersebut, Abun sudah merengkuhku dari belakang. Terkaget-kaget aku langsung membalikkan badan. Abun tidak memperdulikan kekagetanku, ia malah mendorong tubuhku hingga jatuh terlentang di kasur. Sejurus kemudian Abun sudah menindihku. Mulutnya yang beraroma alkohol berkeliling memutari seluruh wajah, leher hingga turun ke dadaku.
Sekuat tenaga aku berontak, tapi sekujur tubuhku lemas tak bertenaga (aku curiga ini pengaruh minuman yang diberikan Abun di café tadi). Meski aku bukan lagi perawan, tapi bercinta gila seperti ini tidak pernah aku lakoni. Dengan sisa tenaga yang masih ada, aku berusaha mendorong tubuh tambun Abun dari atas perutku saat jemarinya hampir menjangkau kemaluanku.
Abun terduduk, pandangannya tajam pertanda dia tidak menyukai sikapku. Peduli setan, pikirku saat itu. Aku terduduk dengan pakaian nyaris berantakan dan rambut awut-awutan. Kulihat Abun beranjak ke shower, saat ia keluar dari sana, setengah membentak ia menyuruhku membersihkan diri. Aku tidak melakukannya, aku hanya membersihkan muka saja. Ketika kembali ke kamar, Abun sudah tidak ada. Aku kaget, setengah berlari aku meraih tasku yang tergeletak di atas meja, sepatu aku pakai sembari berjalan sepanjang koridor kamar hotel.
Bersyukur di lobi aku masih melihatnya berjalan terburu-buru ke arah parkir, aku menghadangnya. "Bukan begini memperlakukan perempuan," hardikku perlahan, aku tidak ingin semua orang tahu apa yang telah terjadi. Abun tetap berjalan menuju mobilnya, tanpa dipersilakan aku masuk dan duduk di sampingnya. Mobil Abun berhenti di sebuah mini market. Abun memintaku membelikan air mineral. Aku segera turun dan masuk ke mini market tersebut dan berjalan ke rak yang memajang beragam air mineral, tapi tiba-tiba perasaanku tidak enak. Saat aku berbalik, mobil Abun sudah tidak berada di tempatnya. Aku menerobos keluar untuk memastikannya dan memang lelaki tambun itu sudah menghilang.
Bukan Abun yang aku pikirkan, aku meninggalkan tasku di mobilnya. Tapi seseorang menyentuh pundakku, saat aku menoleh, salah seorang penjaga mini market menyodorkan tasku. "Tadi ada lelaki yang menitipkan tas ini ke mbak," tuturnya. Aku menghela nafas, lemas dengkulku. Di dalam tas tersebut terdapat gajiku sebulan yang akan kupakai untuk membayar biaya sidang skripsiku.
Sampai saat ini aku tidak pernah tahu dan tidak pernah ingin tahu kabar lelaki tambun tersebut, tapi pengalaman buruk malam itu masih sering membuatku bergidik. Aku berniat menceritakan ini kepada Addie, suami dan ayah anak-anakku, karena aku tidak kuat menanggungnya sendirian. Tapi aku takut ia tidak bisa menerimanya dan malah bisa menghancurkan rumah tangga yang telah susah payah kami bina.
Seorang teman mengusulkan agar menulis dan mengirimkan pengalamanku ini ke sebuah portal perempuan. Aku melakukannya dan ini sangat membantu. Minimal beban itu tak terlalu berat bergayut di dadaku. [Caroline Chan / Bandung] Sumber: Facebook
PESAN KHUSUS
Silahkan kirim berita/artikel anda ke ke alamat email: tionghoanews@yahoo.co.id
MENU LINKS
http://berita.tionghoanews.com
http://internasional.tionghoanews.com
http://budaya.tionghoanews.com
http://kehidupan.tionghoanews.com
http://kesehatan.tionghoanews.com
http://iptek.tionghoanews.com
http://kisah.tionghoanews.com