KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Rabu, 16 Maret 2011

PENDETA TAO MISTERIUS BERBICARA MENGENAI TAKDIR

Pada masa Dinasti Qing (1616 – 1912), Ji Xiaolan (cendekiawan terkenal Dinasti Qing) menulis Catatan Yuweicaotang, yang membicarakan tentang seorang pendeta Tao misterius yang bercerita mengenai takdir. Sangat mencerahkan, dan sangat bermanfaat untuk dibaca, bahkan sampai hari ini.

Ming Sheng adalah seorang kepala distrik Xian. Suatu hari dia bekerja atas sebuah kasus gugatan. Dia sebenarnya ingin meminta ganti rugi atas sebuah ketidakadilan, tetapi takut jika saja atasannya tidak setuju, karena itu dia menjadi sangat ragu-ragu. Salah satu bawahannya, mempunyai seorang teman yang menguasai kemampuan supernormal, sehingga Ming Sheng meminta bawahannya tersebut untuk memeriksakan kasus ini kepada temannya.

Teman sang bawahan itu pun berkata dengan sangat serius, "Sebagai kepala daerah, yang terutama harus diperhatikan ialah bagaimana dapat menegakkan keadilan di daerahnya, bukannya malah mengandalkan opini dari seorang pejabat yang lebih tinggi. Apa yang telah Anda pelajari dari kisah yang diceritakan Li Wei?." Setelah mendengar hal itu, Ming Sheng menjadi sangat terkejut, karena Li Wei sebenarnya sudah sejak lama menceritakan kisah itu kepadanya, bagaimana mungkin teman bawahannya tersebut bisa tahu tentang hal itu? Meskipun demikian, sekarang Ming Sheng sudah tahu bagaimana harus menangani perkara tersebut.

Kisah yang diceritakan Li Wei adalah tentang masa ketika Li Wei menjadi seorang perwira tinggi. Suatu kali ia pernah menggunakan perahu untuk menyeberangi sungai. Pada perahu tersebut, terdapat seorang pendeta Tao. Suatu ketika terjadi pertengkaran antara salah seorang penumpang dengan pemilik perahu. Pendeta Tao tersebut mendesah, "Untuk orang yang akan tenggelam, masih saja berdebat tentang hal-hal yang tidak berguna. Sungguh tidak patut dilakukan!"

Li Wei mendengar ucapan pendeta Tao tersebut, tetapi tidak mengerti apa maksudnya. Setelah beberapa saat, angin yang kuat mulai meniup sungai. Penumpang yang bertengkar tadi segera hilang keseimbangan, dan terjatuh ke dalam air, kemudian tenggelam. Menyaksikan hal itu, Li Wei baru menyadari bahwa pendeta Tao itu pasti memiliki kekuatan supernormal.

Setelah itu, angin bertiup semakin kencang dan terlebih kencang lagi, hingga perahu pun hampir terbalik. Namun pendeta Tao itu malah berjalan-jalan di atas perahu sambil berkomat-kamit membaca ayat-ayat kitab suci. Angin segera berhenti, dan orang-orang di perahu itu pun selamat. Li Wei berterima kasih kepada pendeta Tao itu karena telah menyelamatkan nyawa orang-orang di atas perahu.

Pendeta Tao berkata, "Orang itu (penumpang yang bertengkar) ditakdirkan untuk tenggelam, dan tidak ada yang dapat saya lakukan. Tetapi Anda memiliki masa depan yang cerah, dan meskipun mengalami kesusahan di hari ini, takdir itu akan tetap terjaga. Ini adalah sesuatu yang harus saya lakukan, sehingga Anda tidak perlu mengucapkan terima kasih."

Li Wei merasa sangat bersyukur setelah mendengar hal itu. Dia sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada pendeta Tao dan berkata, "Ajaran anda sangat bermanfaat sekali bagi diri saya. Mulai sekarang, saya akan tetap rendah hati dalam menjalani takdir kehidupan."

Pendeta Tao menjawab, "Tidaklah penting bagi seseorang untuk mengejar ketenaran dan kekayaan, kita haruslah tetap rendah hati dalam menjalani takdir kehidupan. Jika tidak, orang akan selalu bertengkar satu sama lain, yang akan menimbulkan karma (dosa). Salah satu contohnya adalah Qin Gui (baca Jin Kui), yang memiliki "reputasi terkenal" karena memfitnah dan membunuh Yue Fei, sang Jenderal setia pada zaman Dinasti Song (960-1279). Apabila Qin Gui tetap rendah hati, ia masih bisa menjadi seorang perwira tinggi, karena memang itulah takdirnya. Namun, demi mencapai keuntungan pribadi, dia melakukan segala cara, dengan menahan dan membunuh orang yang tidak bersalah. Dengan melakukan hal tersebut justru tidak membawanya menuju jenjang karir yang lebih tinggi, tapi malah membawa karma (dosa) bagi dirinya sendiri."

"Namun di sisi lain, untuk kehidupan rakyat jelata, kita tidak bisa hanya tetap berpangku tangan dan membiarkannya begitu saja. Jika ada rakyat yang mengalami musibah dan penderitaan, kita harus memenuhi tanggung jawab sebagai seorang pejabat. Zhuge Liang (ahli strategi terkenal pada jaman Pertempuran Tiga Negara) pernah berkata, "Saya akan berkorban demi bangsa dan negara sampai titik darah penghabisan."

Perkataan tersebut juga mengacu pada hal ini. Sebuah bangsa memiliki berbagai tingkat pejabat adalah demi meningkatkan taraf kehidupan manusia, dan membuat bangsa tersebut menjadi semakin kuat. Para pejabat yang sudah tidak lagi memedulikan rakyatnya, hanya pasif menunggu perintah dari pejabat yang lebih tinggi, apa yang dapat dapat dibanggakan dari pejabat seperti ini? Ini adalah suatu jalan kebenaran yang saya harap Anda dapat sepenuhnya mengerti."

Setelah mengucapkan perkataan, pendeta Tao segera turun dari perahu dan langsung menghilang entah ke mana.  (Copy by: Chen Mei Ing)

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA