Para ilmuwan yang mempelajari pergeseran pelat Bumi telah lama mengetahui bahwa gaya tarik dan dorong antar pelat-pelat tektonik inilah yang memahat fitur-fitur permukaan Bumi. Gunung berapi misalnya, terbentuk di wilayah dimana pelat Bumi saling bertabrakan dan menumpuk satu sama lainnya.
Steve Cande dan Dave Stegman, ilmuwan dari Scripps Institute telah menemukan adanya gaya pendorong baru yang membuat pelat Bumi saling bergeser. Gaya itu adalah asap dari magma yang panas, yang bergerak naik ke atas dari dalam perut Bumi. Penelitian ini telah dipublikasikan pada jurnal Nature edisi 7 Juli.
Dengan memakai metode analitikal untuk melacak pergerakan pelat sepanjang sejarah Bumi, Cande dan Stegman membuktikan bahwa asap kerak Bumi dari "hot spots" (titik panas, wilayah dimana gunung berapi biasa muncul), yang mampu bertahan tetap aktif selama puluhan juta tahun di wilayah-wilayah seperti Hawai, Islandia, dan Galapagos, bisa jadi bekerja sebagai gaya tambahan yang menggerakkan pelat-pelat tektonik Bumi.
Hasil penelitian terbaru mereka menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang jelas antara hadirnya asap kerak Bumi yang sangat kuat sekitar 70 juta tahun lalu dan makin cepatnya pergerakan pelat India yang terdorong, dikarenakan kebetulan letaknya tepat berada di atas asap kerak Bumi ini. Adanya asap kerak Bumi ini juga menciptakan formasi yang spektakuler dari batuan vulkanik di wilayah barat India yang dikenal dengan nama "Deccan flood basalt", yang meletus tepat sebelum Dinosaurus punah. Benua India sendiri telah bergeser ke utara dan bertabrakan dengan Asia.
Namun, lokasi sesungguhnya dimana asap kerak Bumi tadi muncul, masih aktif secara vulkanik hingga hari ini, sembari membentuk kepulauan Reunion di dekat Madagaskar. Kedua ilmuwan tadi juga menemukan bahwa gaya itu yang sekarang disebut sebagai gaya "plume–push" (dorongan asap), juga memberikan dampak yang sama terhadap benua-benua lainnya termasuk Afrika, yang terdorong ke arah sebaliknya.
"Sebelum asap kerak Bumi ini muncul, pelat Afrika bergeser secara perlahan dan kemudian berhenti sama sekali bersamaan dengan makin cepatnya pergeseran pelat India," jelas Stegman, seorang asisten profesor geofisika pada Institute Crissp. "Jelas sekali bahwa pergerakan pelat India dan pelat Afrika terjadi secara bersamaan."
Setelah gaya dorong ke atas dari asap kerak Bumi itu berkurang, pergerakan pelat Afrika dan pelat India berangsur-angsur berkurang dan kembali ke kecepatan awalnya.
"Adanya penurunan kecepatan pergeseran pelat India secara dramatis sekitar 50 juta tahun yang lalu berkaitan dengan bertabrakannya pelat India dengan pelat Eurasia," kata Cande, profesor di bidang geofisika kelautan di Scripps Institute. "Implikasi dari penelitian kami adalah, berkurangnya kecepatan pergerakan pelat mungkin terjadi sebagai akibat dari berkurangnya kekuatan dorong asap kerak Bumi. Namun, terjadinya tabrakan pelat Bumi diperkirakan akan tetap terjadi di masa mendatang." [Tiffany Chen, Batam, Tionghoanews]