Sekembalinya aku ke rumah, aku baru tahu ternyata sertifikat ruko itu telah dikasih ke adiknya oleh ayah adopsiku sebelum kematian nenekku. Menurut cerita ibu, dia sendiri tidak tau kalau sertifikat itu telah berada di tangan adiknya. Rupanya ayah adopsikulah yang telah menyerahkan sertifikat ruko itu secara diam-diam kepada adiknya karena dulu aku pernah berkeinginan untuk mengambil kembali ruko tersebut dan juga karena ibu adopsiku pernah punya rencana untuk membaliknamakan sertifikat itu dari namanya menjadi namaku. Ternyata dari awal ayah adopsiku telah berniat untuk memberikan ruko itu kepada adiknya.
Kemudian, semua hal ini aku ceritakan kepada pamanku (kakak dari ibu adopsiku), dan aku mengungkapkan kekesalanku terhadap ayah adopsiku yang dulunya lebih mendukung adiknya sendiri ketimbang aku. Mungkin karena melihat kebingungan aku dalam masalah ini, akhirnya dia menceritakan kisah masa lalu dalam keluargaku ini.
Dia bilang bahwa setelah kedua orang tua adopsiku menikah, mereka sudah yakin bahwa mereka tidak akan punya anak kandung karena usianya yang sudah terlanjur. Namun mereka takut dimasa tuanya tidak punya sandaran, karena itu mereka memutuskan untuk mengambil anak. Ibu adopsiku mengusulkan agar aku (anak dari adiknya) yang dibawa, namun ayah adopsiku tidak menghendaki aku diadopsi kedalam rumah tangganya karena dia sudah punya pilihan lain, yaitu keponakannya sendiri, anak dari adiknya yang mendiami ruko ibu adopsiku. Alasan penolakannya hanyalah semata-mata dia menghendaki orang yang semarga dengannya, sedangkan aku bermarga lain, dan dianggap sebagai "orang luar". Tapi karena di dalam rumah pengaruh ibu adopsiku yang lebih dominan (mungkin karena dia adalah sumber yang menafkahi keluarga), akhirnya akulah yang diadopsi ke dalam rumah. Walupun akhirnya aku yang dibawa, ayah adopsiku masih menginginkan agar keponakannya itu juga sama-sama diadopsi, namun ibu angkatku menolaknya. Rupanya, hal inilah yang membuat ayah adopsiku diam-diam memendam kebenciannya terhadap aku.
Pamanku melanjutkan, sertifikat itu dikasih kepada adik ayah adopsiku karena mereka (ayah adopsiku dan adiknya) mau memanfaatkan celah hukum yang ada dalam tata hukum di Indonesia. Karena sertifikat itu atas nama ibu adopsiku, tentu saja mereka tidak bisa membaliknamakan sertifikat itu tanpa sepengetahuannya. Namun apabila sertifikat itu ditahan terus sama mereka, maka ibu adopsiku tidak bisa mengganti nama pemilik juga, akan tetapi apabila suatu saat nanti ketika dia telah tiada, maka mereka hanya tinggal mengurus satu masalah lagi, yaitu aku. Mereka tinggal menggugat dan mambuktikan ke pengadilan bahwa aku adalah anak adopsi, bukan anak kandung yang memiliki hak waris. Dengan demikian, maka harapan mereka ruko itu akan menjadi milik mereka.
Tapi tidak disangka percekcokan diantara mereka sendiri malah membuyarkan kesepakatan jahat ini, dan karena inilah ayah adopsiku berpikir ulang untuk tidak menyerahkan ruko itu kepada adiknya lagi.
Mendengar cerita yang demikian, akhirnya terjawab sudah tanda tanya besar mengapa ayah adopsilku sangat pasif dan tidak terlalu peduli terhadap aku sejak aku kecil sampai sekarang. Kini aku baru mengerti bagaimana nilai dan pandangan ayah adopsiku terhadap aku. Rupanya setelah sekian lama, dia tetap menganggap aku sebagai orang lain dan lebih cenderung untuk mendukung adiknya sendiri daripada aku. Dan terus terang aku sangat marah dengan tindakannya ini.
Akhirnya karena adiknya menahan sertifikat itu dan tidak mau keluar dari ruko itu, kami melaporkan ke polisi. Walaupun bukti sangat memberatkan pihak mereka karena sertifikat itu masih atas nama ibu adopsiku, namun karena polisi telah disuap oleh adiknya, polisi tidak mau memproses laporan kami dan malah mengarahkan kasus ini seolah-olah adalah kasus perdata (sengketa). Kemudian adiknya membawa sertifikat ruko itu pengadilan dan menggugat bahwa sertifikat itu adalah salah. Pengadilan meluluskan gugatannya dan akhirnya proses sidang pun dilakukan, sedangkan laporan kami ke polisi dibekukan.
Kedengarannya memang aneh, seseorang yang jelas-jelas menahan sertifikat yang bukan hak nya dan bukan atas namanya tidak dapat diperkarakan, tetapi malah sertifikat asli yang satu-satunya dapat digugat. Tetapi, itulah moral pejabat dan aparat indonesia.......
Singkat cerita, setelah menjalani proses pengadilan selama 2 tahun, kami memenangkan kasus ini dan ruko itu kembali kepada kami, tapi dengan biaya pengadilan yang sangat mahal dan kami harus mengambil utang yang banyak untuk memenuhinya. Akhirnya kami terpaksa jual ruko itu untuk melunasi utang-utang, dan aku terpaksa kembali lagi ke jakarta untuk kerja dengan orang.
Namun, karena merasa dendam dengan aku, adik ayah adopsiku tidak mau melepaskan aku begitu saja. Untuk melampiaskan kemarahannya, dia telah menyebarkan fitnah pada teman-temanku. Seorang teman baik aku memberitahu bahwa dia mengatakan kepada teman-temanku yang lain : "Kakakku telah salah memungut anak dari keturunan yang bejat, yang menyebabkan sesama saudara mereka menjadi saling berselisih". Ini adalah fitnah yang benar-benar menyakiti hatiku, apalagi dia mengatakannya kepada teman-teman pergaulanku. Aku bahkan meneteskan air mata ketika menulis ini.
à à à
Seandainya bisa memilih, tidak ada anak di permukaan bumi ini yang ingin menjadi anak adopsi. Semua anak ingin tinggal bersama dengan orang tua dan saudara/i kandungnya. Saat seorang anak harus terpisah dari keluarganya sendiri kemudian harus tinggal dan menganggap keluarga barunya itu sebagai keluarga sendiri, itu bukan berarti keluarga barunya itu adalah keluarga pengganti, karena sesungguhnya tidak ada yang bisa menggantikan posisi ibu, ayah, dan saudara/i kandung di dalam hati si anak itu. Inilah hal utama yang mesti diketahui oleh mereka yang ingin mengadopsi anak. Seperti seorang ibu tiri bijaksana yang mengetahui bahwa tidak mungkin bisa menggantikan posisi ibu kandung di dalam hati si anak tirinya, dia akan mengatakan kepada si anak bahwa dia yakin ibu kandungnya adalah seseorang yang berharga dan penting di hatinya dan tidak akan sanggup dan tidak akan berusaha untuk menggeser tempat ibu kandungnya yang spesial di dalam hidup si anak, demikianlah semestinya keluarga yang mengadopsi berlaku kepada anak adopsinya.
Pembaca, mungkin ada diantara kalian yang ingin mengadopsi anak dengan berbagai alasan. Berikut adalah beberapa contoh alasan yang dikemukakan perihal mengenai tujuannya untuk mengadopsi anak:
1. Kami tidak bisa memiliki anak karena kesehatan atau usia yang sudah tidak memungkinkan.
2. Kami tidak ingin melewati hari-hari tua kami dalam kesendirian tanpa anak cucu.
3. Kami ingin setelah tua kami punya tempat untuk "bersandar".
4. Setelah menikah sekian lama, rumah tangga kami terasa sepi dan belum komplit tanpa hadirnya seorang anak.
5. Sebelumnya kami telah kehilangan anak kandung kami, untuk mengisi kembali kekosongan kami, maka kami bermaksud untuk mengadopsi.
6. Menurut nasehat orang-orang, kalau mengadopsi anak bisa memancing kesuburan suami/istri sehingga memungkinkan untuk hamil.
7. Kami Cuma punya satu anak kandung dan istri tidak mungkin hamil lagi, kasihan anak tunggal kami karena tidak memiliki saudara/i yang menemaninya dalam keluarga kami.
8. Semua anak kami cowok semua (atau cewek semua) sehingga kami ingin punya anak dengan jenis kelamin lain.
9. Malu sama orang-orang karena setelah sekian lama menikah tidak memiliki anak.
10. Aku hanya mau menolong anak itu.
11. ( dan lain-lain.....)
Bagi anda yang bermaksud mengadopsi anak, cobalah tandai satu atau lebih butir yang menjadi jawaban bagi anda mengapa ingin mengadopsi anak, kemukakan juga kalau memiliki alasan lain selain contoh di atas. Sekarang, aku mau tanya satu hal, adakah alasan yang anda pilih yang BERORIENTASI PADA KEPENTINGAN diri si anak yang ingin anda adopsi itu.
Bagaimana? Tersentak bukan? Kebanyakan orang tua yang ingin mengadopsi anak hanya mempertimbangkan kepentingan dirinya sendiri, tanpa memikirkan kepentingan si anak. Bagi yang tidak sempat memedulikan kepentingan si anak, kepantasannya sebagai calon orang tua adopsi patut dipertanyakan. Alasan nomor 6 lebih tidak berperikemanusiaan lagi, karena biasanya tidak ada kabar baik bagi si umpan apabila pancingannya berhasil. Bukankah ini yang terjadi apabila kita berharap dan kemudian berhasil memancing seekor ikan?
Aku bukanlah orang yang menentang kegiatan pengadopsian anak. Di sekitar kita masih banyak anak yang terlantar dan tidak memiliki masa depan yang jelas karena berbagai sebab. Sebagian sudah di tampung di panti-panti asuhan, namun sebagian besar lagi masih hidup di jalanan memohon-mohon belas kasihan orang. Anda adalah orang yang berhati mulia apabila masa depan merekalah yang menjadi pertimbangan anda untuk mengadopsi mereka, daripada kepentingan diri sendiri yang menjadi alasannya. Jadi, aku sangat mendukung apabila ada orang-orang yang mau menyediakan keluarganya sebagai sebuah keluarga bagi mereka.
Aku sendiri adalah anak adopsi dan menurutku sendiri itu membuat aku untuk pantas untuk memberikan beberapa pandangan mengenai proses pengadopsian anak kepada para calon orang tua.
1. Carilah anak yang benar-benar telah ditelantarkan ataupun kehilangan orang tuanya. Panti asuhan adalah tempat yang paling tepat untuk dituju. Janganlah memisahkan seorang anak dari orangtuanya, walaupun orang tuanya mau menyerahkan anaknya. Kalau Anda beriman (entah anda beragama apapun) anda pasti yakin bahwa adalah tidak baik memutuskan jodoh antara orang tua dengan anaknya yang telah ditakdirkan sebelumnya oleh Tuhan.
2. Jangan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri kalau mau mengadopsi anak. Pikirkan juga kebahagiaan dan masa depan si anak kelak.
3. Pengadopsian anak haruslah merupakan keinginan ikhlas dari semua anggota keluarga dalam rumah tangga anda (suami, istri dan mungkin anak yang lain kalau ada). Apabila ada salah satu yang tidak menghendaki, lebih baik batalkan niat anda karena pada akhirnya hasilnnya akan tidak baik pada diri anak yang diadopsi.
4. Seorang anak (kandung maupun adopsi) tidaklah sama dengan sebuah investasi. Kami bukanlah ternak yang suatu saat nanti akan bermanfaat. Karena itu besarkanlah anak dengan tulus tanpa keinginan untuk membebankan masa tuamu kepada mereka. Aku tidak bermaksud mengajarkan agar seorang anak tidak perlu balas budi kepada orang tuanya kelak. Maksud aku, seorang anak waktu baru dilahirkan adalah seperti selembar kertas putih kosong yang masih polos. Sebagai orang tua dialah yang harus melukis pada kertas tersebut. Apabila orangtuannya melukiskan hewan pada kertas itu, kemungkinan jadilah dia sebuah poster binatang. Namun apabila si orang tua melukiskan bunga, jadilah dia sebuah poster kembang yang indah. Apabila didikan anda benar, atau anda bisa menanamkan nilai-nilai welas asih pada diri si anak, mengajarkan kepadanya untuk tidak seperti kacang yang melupakan kulit, tanpa anda minta pun mereka ingin berbalas budi dan ingin tinggal membahagiakan anda sampai akhir hayatmu.
5. Jangan merahasiakan kepada si anak mengenai dirinya yang diadopsi. Terus teranglah kepadanya sedini mungkin. Kalau anda enggan untuk memberitahukan kepadanya, suatu saat dia juga pasti tahu dari mulut orang lain. Ini akibatnya lebih buruk karena terkesan anda bukanlah orangtua yang jujur dan seolah-olah selama ini si anak hidup dalam sebuah jebakan.
6. Jika orang tua kandung si anak masih ada, jangan merahasiakan keberadaan mereka dan jangan halangi apabila si anak ingin bertemu dengan mereka, biarkan mereka menjalin kembali hubungan yang mungkin telah lama terputus. Apabila si anak ingin memanggil kembali Papa/Mama kepada orang tuanya, anda harus mengikhlaskannya, karena – ini adalah hal yang paling dirindukannya oleh hatinya, walaupun tidak mungkin dia mau memberitahukan kepada anda karena biasanya si anak tidak ingin melukai hati orang tua yang sebelumnya telah mencukupi kebutuhannya. Ya, percayalah, si anak adopsi itu juga bisa memikirkan siapa yang menghidupi dirinya selama ini.
Apakah ini seperti syarat yang sangat berat bagi kalian yang punya rencana untuk mengadopsi anak? Ingatlah, tulisan ini bukanlah ilmu atau teori dari seorang ilmuwan spesialis ataupun psikolog ahli dari manapun, ini hanyalah curahan hati dari seorang anak adopsi dan hal ini membuat tulisan ini lebih masuk akal daripada teori manapun.
Bagi sebagian anak adopsi yang jati diri masa lalunya telah dikubur dan dirahasiakan darimu, sungguh, aku mengerti pemberontakan bisu yang ada dalam dirimu. Aku mengerti betapa rindunya (ataupun marahnya) hatimu ketika memikirkan papa dan mama kandung kalian. Aku tidak bisa memberi nasehat ataupun kata-kata penghiburan untukmu, tapi aku akan menceritakan sedikit lebih banyak mengenai hidupku.
Suatu hari, aku curhat dengan ibu dari seorang teman baikku. Aku mengeluhkan mengenai ayah adopsiku yang tidak peduli kepada aku karena memang dia tidak pernah mau menganggap aku sebagai seorang anak. Aku juga mengeluhkan seandainya sejak bayi aku bisa memilih, aku tidak ingin jadi "anak pungut". Ibu temanku yang bijaksana mengatakan, "Memang tidak semua orang bisa menjadi orang tua yang baik, tapi sebagai seorang anak bukan tugas kita untuk menghakimi orang tua kita sendiri. Mengenai bagaimana orang tua kita, itu tidak penting, yang penting sebagai seorang anak kita hanya perlu berlaku sebagai anak yang baik, itu saja sudah cukup."
Aku tidak tahu apakah kata ibu dari temanku itu berarti untuk kalian, tapi kata-kata itulah yang telah menjadi pegangan aku selama ini. [Lylies / Tamat / Tionghoanews]