Terus terang aku memang tak berhak menyalahkan Tuhan yang memberikan aku takdir yang yang harus kuhadapi. Takdir yang membuat aku hidup seperti di sebuah ruangan yang dipenuhi api, bau bangkai dan kepengapan luar biasa yang membuat dadaku sesak dan sulit bernafas. Hingga setiap hari aku merasa tersiksa lahir dan batin
Sebut saja namaku Angel (nama samaran), usiaku saat ini 20 tahun. Aku adalah anak tunggal yang tinggal di sebuah Kota besar di Pulau Jawa. Secara duniawi kehidupanku memang serba berkecukupan namun secara batiniyah aku selalu diliputi perasaan sedih dan penuh tanda tanya, selain karena aku tak memiliki ayah, aku juga dirisaukan dengan profesi ibuku yang ternyata adalah seorang pelacur.
Aku memang dibesarkan ditengah-tengah gelimang harta yang tak kurang, karena ibuku selalu memberikan apa yang aku mau dan aku perlukan. Saat itu aku memang tak mengetahui secara persis dari mana dana itu didapatkan. Yang aku tahu ibu selalu berangkat kerja disore hari dan pulang pagi hari.
Setelah usiaku menginjak lima belas tahun, aku mulai bertanya-tanya dan mencari tahu apa yang selama ini dikerjakan oleh ibu. Setiap kali aku bertanya tentang ayah dan pekerjaannya ibu selalu menjawab dengan perkataan yang lembut bahwa ayah sudah tiada sejak aku masih dalam kandungan, sementara soal pekerjaan ibu mangatakan bahwa itu bukan urusanku, "Yang penting kamu rajinlah menuntut ilmu agar mudah mendapatkan pekerjaan," demikian ibu selalu berkata.
Awalnya aku memang percaya dengan apa yang dikatakan ibu, karena menurutku ibuku benar-benar bertanggung jawab dengan keluarga terutama terhadapku. Dan saat itu hari-hari aku jalani dengan aktvitas seperti biasa, sekolah, bermain dengan teman-teman dan mengerjakan aktivitas lainnya tanpa gangguan apapun.
Namun ketengan itu mulai terusik ketika aku duduk di bangku SMU, aku mulai mendengar selentingan berita tentang pekerjaan ibu yang sesungguhnya. Selain itu aku juga mulai mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-temanku, mereka menyebut aku sebgai anak haram yang tak memiliki ayah, dan aku tak tahu dari mana berita itu mulai tersebar.
Dari sekedar mengolok-olok, teman-teman priaku mulai berani berbuat tak senonoh terhadapku. Ada yang mengajakku chek-in sampai menanyakan berapa harga keperawananku. Ya Tuhan, salah apa aku hingga mendapat perlakuan yang seperti itu. Sejak kejadian-kejadian itu aku mulai mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah beberapa hari, akhirnya aku tahu bahwa seorang temanku pernah memergoki ibuku sedang berada disebuah hotel bersama seorang laki-laki dan laki-laki tersebut adalah kakak sahabatku. Dari kakak sahabatku itulah keluar banyak cerita tentang ibuku, tentang pelayanan seksnya yang luar biasa dan celakanya mereka tahu bahwa itu adalah ibuku.
Awalnya aku tak percaya dengan apa yang mereka katakan, karena ketika hal itu aku tanyakan kepada ibu, ia berdalih bahwa saat itu ia sedang ada urusan bisnis dengan seseorang. Soal cerita tentang apa yang dilayani ibuku, ia membantahnya dan mengatakan bahwa semua itu bohong.
Namun anehnya sejak kejadian itu, aku langsung dipindahkan dari sekolah oleh ibu. Hal itu jelas membuat aku gembira sekaligus bingung. Dalam hati aku bertanya-tanya kenapa ibu begitu cepat mengambil keputusan itu, apakah ia takut aku menyadari bahwa apa yang dikatakan teman-temanku adalah benar adanya.
Rasa penasaran itu akhirnya membuatku ingin mencari tahu sendiri. Pernah suatu kali aku mengikuti ibuku yang menuju kesebuah restoran terkenal. Saat itu aku memang melihat ibu sedang bercengkrama dengan seorang laki-laki yang tak kukenal. Selang beberapa menit kemudian kulihat ibuku bergandengan mesra dan menuju sebuah hotel yang ada di sebelah restoran tersebut. Saat itu aku memang ingin langsung menemui ibu tapi entah mengapa hatiku mengatakan jangan.
Di rumah aku tak bisa lagi menahan kesedihanku, aku menangis sejadi-jadinya. Saat menangis itu aku mendapatkan sebuah MMS dari sahabatku yang dulu menceritakan apa yang ia dengar dari kakaknya. Saat kubuka isi MMS tersebut aku langsung terduduk lemas. Di sana HP-ku aku melihat bagaimana ibu sedang meliuk-liuk diatas seorang laki-laki tanpa mengenakan selembar pakaipun
Setelah menyaksikan Video kiriman itu, aku baru yakin bahwa ibu benar-benar seorang pelacur seperti yang banyak diceritakan teman-temanku. Terus terang samapi saat ini ibu belum menyadari bahwa aku telah mengetahui pekerjaan ibu sebenarnya. Dan samapi saat ini aku juga tak tahu harus berbuat apa. untuk meninggalkan ibu jelas aku tak tega, karena walau bagaipun ia adalah ibuku yang telah melahirkan aku dengan taruhan nyawa.
Sementara untuk tinggal terus bersama ibu aku takut teman-teman sekolahku yang baru kelak akan mengatahui juga bahwa aku adalah anak seorang pelacur. Dan aku tak mau kejadian di sekolahku yang pertama terulang lagi di sekolahku yang baru. Karena hal itu membuatku sangat menderita seolah-olah aku sama saja dengan ibuku yang menjual tubuhnya untuk kenikmatan sesaat. Entahlah aku tak tahu harus berbuat apa. [Vivi Tan / jakarta]
Sebut saja namaku Angel (nama samaran), usiaku saat ini 20 tahun. Aku adalah anak tunggal yang tinggal di sebuah Kota besar di Pulau Jawa. Secara duniawi kehidupanku memang serba berkecukupan namun secara batiniyah aku selalu diliputi perasaan sedih dan penuh tanda tanya, selain karena aku tak memiliki ayah, aku juga dirisaukan dengan profesi ibuku yang ternyata adalah seorang pelacur.
Aku memang dibesarkan ditengah-tengah gelimang harta yang tak kurang, karena ibuku selalu memberikan apa yang aku mau dan aku perlukan. Saat itu aku memang tak mengetahui secara persis dari mana dana itu didapatkan. Yang aku tahu ibu selalu berangkat kerja disore hari dan pulang pagi hari.
Setelah usiaku menginjak lima belas tahun, aku mulai bertanya-tanya dan mencari tahu apa yang selama ini dikerjakan oleh ibu. Setiap kali aku bertanya tentang ayah dan pekerjaannya ibu selalu menjawab dengan perkataan yang lembut bahwa ayah sudah tiada sejak aku masih dalam kandungan, sementara soal pekerjaan ibu mangatakan bahwa itu bukan urusanku, "Yang penting kamu rajinlah menuntut ilmu agar mudah mendapatkan pekerjaan," demikian ibu selalu berkata.
Awalnya aku memang percaya dengan apa yang dikatakan ibu, karena menurutku ibuku benar-benar bertanggung jawab dengan keluarga terutama terhadapku. Dan saat itu hari-hari aku jalani dengan aktvitas seperti biasa, sekolah, bermain dengan teman-teman dan mengerjakan aktivitas lainnya tanpa gangguan apapun.
Namun ketengan itu mulai terusik ketika aku duduk di bangku SMU, aku mulai mendengar selentingan berita tentang pekerjaan ibu yang sesungguhnya. Selain itu aku juga mulai mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-temanku, mereka menyebut aku sebgai anak haram yang tak memiliki ayah, dan aku tak tahu dari mana berita itu mulai tersebar.
Dari sekedar mengolok-olok, teman-teman priaku mulai berani berbuat tak senonoh terhadapku. Ada yang mengajakku chek-in sampai menanyakan berapa harga keperawananku. Ya Tuhan, salah apa aku hingga mendapat perlakuan yang seperti itu. Sejak kejadian-kejadian itu aku mulai mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Setelah beberapa hari, akhirnya aku tahu bahwa seorang temanku pernah memergoki ibuku sedang berada disebuah hotel bersama seorang laki-laki dan laki-laki tersebut adalah kakak sahabatku. Dari kakak sahabatku itulah keluar banyak cerita tentang ibuku, tentang pelayanan seksnya yang luar biasa dan celakanya mereka tahu bahwa itu adalah ibuku.
Awalnya aku tak percaya dengan apa yang mereka katakan, karena ketika hal itu aku tanyakan kepada ibu, ia berdalih bahwa saat itu ia sedang ada urusan bisnis dengan seseorang. Soal cerita tentang apa yang dilayani ibuku, ia membantahnya dan mengatakan bahwa semua itu bohong.
Namun anehnya sejak kejadian itu, aku langsung dipindahkan dari sekolah oleh ibu. Hal itu jelas membuat aku gembira sekaligus bingung. Dalam hati aku bertanya-tanya kenapa ibu begitu cepat mengambil keputusan itu, apakah ia takut aku menyadari bahwa apa yang dikatakan teman-temanku adalah benar adanya.
Rasa penasaran itu akhirnya membuatku ingin mencari tahu sendiri. Pernah suatu kali aku mengikuti ibuku yang menuju kesebuah restoran terkenal. Saat itu aku memang melihat ibu sedang bercengkrama dengan seorang laki-laki yang tak kukenal. Selang beberapa menit kemudian kulihat ibuku bergandengan mesra dan menuju sebuah hotel yang ada di sebelah restoran tersebut. Saat itu aku memang ingin langsung menemui ibu tapi entah mengapa hatiku mengatakan jangan.
Di rumah aku tak bisa lagi menahan kesedihanku, aku menangis sejadi-jadinya. Saat menangis itu aku mendapatkan sebuah MMS dari sahabatku yang dulu menceritakan apa yang ia dengar dari kakaknya. Saat kubuka isi MMS tersebut aku langsung terduduk lemas. Di sana HP-ku aku melihat bagaimana ibu sedang meliuk-liuk diatas seorang laki-laki tanpa mengenakan selembar pakaipun
Setelah menyaksikan Video kiriman itu, aku baru yakin bahwa ibu benar-benar seorang pelacur seperti yang banyak diceritakan teman-temanku. Terus terang samapi saat ini ibu belum menyadari bahwa aku telah mengetahui pekerjaan ibu sebenarnya. Dan samapi saat ini aku juga tak tahu harus berbuat apa. untuk meninggalkan ibu jelas aku tak tega, karena walau bagaipun ia adalah ibuku yang telah melahirkan aku dengan taruhan nyawa.
Sementara untuk tinggal terus bersama ibu aku takut teman-teman sekolahku yang baru kelak akan mengatahui juga bahwa aku adalah anak seorang pelacur. Dan aku tak mau kejadian di sekolahku yang pertama terulang lagi di sekolahku yang baru. Karena hal itu membuatku sangat menderita seolah-olah aku sama saja dengan ibuku yang menjual tubuhnya untuk kenikmatan sesaat. Entahlah aku tak tahu harus berbuat apa. [Vivi Tan / jakarta]