KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 08 Februari 2013

MENGHARGAI CINTA

Saya seseorang yang bergerak dibidang lifestyle, pekerjaan saya menuntut stamina yang lebih, bekerja hampir 24 jam, dari kota satu dan singgah ke kota yang lainnya. Dalam sehari menghadiri beberapa pertemuan. Mungkin orang lain mengira saya sudah gila kerja. Tak pernah sedikitpun berfikir untuk liburan atau cuti. No! I love my job dan saya tidak akan pernah merasa lelah. saya melakukan pekerjaan ini dengan "passion" dan bukan keterpaksaan. Bagi saya. bekerja adalah berlibur dan cuti. Bekerja adalah ibadah dan ladang cari rejeki, at least waktu saya tidak habis untuk bergosip, hehehehe.

Namun satu hal yang membuat hidup saya belum lengkap. Tidak adanya kekasih hati. Saya perempuan yang mungkin terlalu mandiri secara pemikiran dan sikap, namun tidak jiwa saya. Saya tetap wanita yang suka sekali dimanja dan dicinta. Tetapi semua itu tertutup dengan profesionalisme pekerjaan. Orang lain menganggap saya gembira dengan menjadi seorang "single". Percayalah, tidak sama sekali. Saya sangat kesepian. Saya butuh seseorang. Tetapi sebagai wanita, saya ingin pria memberikan sinyal cinta alias duluan mendekati saya. Boro-boro, yang terjadi justru sebaliknya. Saya kerap dijauhi pria karena posisi karir yang mapan meski diusia masih kepala 3.

"Kamu terlalu mandiri, Ran," tutur Indah, temanku suatu hari, saat aku makan siang dengan mereka. Suasana santai itu kumanfaatkan untuk curhat colongan kepada teman-temanku.

"Iya Ran, gak semua laki-laki suka perempuan mandiri. Selain mandiri, kamu tuh udah mapan dari segi material, kamu cantik, pintar, komplet lah. Perfect. pasti lelaki pikir, kamu cari jodoh yang perfect juga," tutur Yanti, temanku yang lain.

"Betul," yang lain menimpali.

Aku jadi tidak selera makan siang. Nasi goreng bertabur bakso, telur dengan dua chicken nugget tiba-tiba hambar. Aku hanya diam dan mengunyah makan siangku pelan-pelan sembari meminum es teh manis untuk mendorong makanan agar tertelan.

Beginilah perempuan. Lemah sedikit, diinjak-injak. Terlalu kuat posisinya malah dijauhi dan menjadikan aku masuk dalam daftar perempuan calon lajang lapuk. Mungkin lagu Oppie Andaresta yang single-happy bisa menenangkan aku sesaat. Tapi dikala kutengok kiri kanan, dengan mesra mereka menggandeng pasangannya. Bercanda dan bercengkrama. Uh, irinya aku. Hiks, kapan aku punya pacar ya, Tuhan? Pacar terakhirku waktu SMA, itupun hanya cinta monyet belaka. Aku lebih memikirkan kata-kata ibuku dimana prestasi harus dikejar dan pasangan merupakan urusan yang belakangan. Kadang aku  menyesal terlalu ikuti kata ibu, tetapi aku yakin setiap ucapan orangtua itu pastilah baik untuk anak-anaknya.

Kini, genap 12 tahun saya menjomblo. Nampaknya sudah saatnya saya punya pacar. Namun saya tidak ingin mendapatkan kucing dalam karung. Tetapi ditunggu pun tak ada lelaki yang menghampiri dan menyatakan cinta. Seperti kata teman-temanku, standar ku terlalu tinggi untuk dijadikan pasangan. Maka dari itu aku harusnya menikah dnegan anak pejabat atau anggota dewan sekalian. Ih, segitunya! Tapi apa iya ya? Nampaknya kriteriaku  cukup standar. Umur yang lebih tua, mapan dalam arti punya pekerjaan tetap (aku tidak berbicara jumlah penghasilan ya!) dan seiman denganku. Standar, kan? Yang lain juga begitu. Kapan seseorang itu akan datang padaku, ya?

tetapi akhirnya, aku mencintai seseorang! Dia sebenarnya bukan tipeku sama sekali. Jauh. Tak ada yang mendekati. Namun sikapnya yang spontan dan berani perlu kuhargai. Karenanya meskipun hanya 3 hari, aku langsung mengangguk saat dia bertanya, "Maukah jadi pacar saya?" Ahay!

Tapi sayang seribu sayang. Smeua kriteria yang ada di diriku tidak ada yang pas didirinya. Pertama, ia masih muda, beda 12 tahun dariku! Walah, jika aku sudah memegang tongkat tentu dia masih bisa mencari perempuan lain. Kedua, memang dia punya pekerjaan, tetapi freelance dan dia masih terdaftar sebagai mahasiswa! Oh no! Soal keimanan, untungnya dia punya kepercayaan yang sama denganku. Tetapi dua yang tercoret, apakah masih mau aku menerima?

Dia berkata, pikir-pikir dulu. Jangan lihat seseorang dari umur, tetapi dari sikap dan cara pandang terhadap kehidupan. Harus kuakui, diusianya yang muda, dia amat dewasa. Sementara aku masih seperti remaja yang suka bicara agak manja. Okelah, persoalan umur akan aku abaikan. lalu gimana dengan pekerjaan?

"Setiap manusia punya rejekinya sendiri-sendiri. Jika kamu mau dengan aku, serius membawa arahnya, maka aku pun akan serius mencari kerja. Satu hal, aku gak akan membiarkan kamu mati kelaparan," ujarnya suatu hari.

Adu duh! Manis sekali. Tegas dan tanpa neko-neko. Demi mendengar itu semua, aku pun akhirnya ikhlas menjalani kisah ku dengan dia. Ya, kami jadian dan sebentar lagi akan menjajaki proses yang lebih jauh lagi. Amin! [Yenny Wu / Palangkaraya]

* DA JIA PENG YOU - XIN NIEN KUAI LE - GONG XI FA CHAI *

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA