KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Rabu, 24 Agustus 2011

NO PAIN NO GAIN

Menurut legenda kuno, terdapatlah satu kuil yang besar – sangat agung dan damai. Satu hal yang kurang dari kuil tersebut adalah tidak adanya patung Buddha yang dapat disembah oleh para pengikutnya. Akhirnya, seorang pemahat terkenal dipanggil untuk memahat patung Buddha.

Pemahat tersebut sangat tersentuh oleh kemurahan hati para pengikut Buddha sehingga dia pergi ke gunung dan memilih sendiri batu untuk dipahat. Pencariannya yang keras berhasil, dia menemukan bongkahan batu yang sesuai dengan keinginannya. Dia kemudian membelah batu itu mnjadi dua bagian dan kemudian mengerjakan satu bagian batu tersebut. Selama pengerjaan tersebut, batu tersebut mulai mengeluh:

"Ini sangat menyakitkan, apakah anda bisa lebih lemah lembut lagi pada saya? Saya telah tinggal di gunng selama bertahun tahun dibawah terpaan hujan dan hembusan angin, tetapi tidak pernah mengalami penderitaan sebesar ini. Pahatan anda mengukir begitu lambat. Apakah anda yakin saya dapat dipahat menjadi patung Buddha?"

Pemahat tersebut berkata,"Penderitaan hanya sementara. Jika anda dapat bertahan, akhir dari daya tahan anda, kehidupan baru akan menunggu anda. Percayalah pada saya dan bertahanlah dengan saya."

Batu tersebut berpikir sebentar dan berkata,"Saya akan mendengarkan anda, tetapi berapa lama lagi anda akan selesai?" Pemahat tersebut meletakkan pahatannya dan menjawab,"Saya baru saja memulai peerjaan saya, dan anda harus dapat bertahan dan melewatinya selama 30 hari. Setelah selesai, jika masyarakat tidak menyukainya, saya masih harus terus mengerjakannya untuk memperbaikinya. Jika mereka senang dengan pekerjaan saya, anda dapat menjadi sebuah patung Buddha."

Batu tersebut kemudian terdiam. Di sisi lain dia dapat membayangkan menjadi sebuah patung Buddha dan disembah oleh puluhan ribu orang, tetapi di sisi lain, dia harus menghadapi cobaan dan penderitaan yang begitu besar. Setelah dua jam dipahat, batu tersebut kemudian menjerit,"Tolong berhentilah! Saya tidak tahan lagi!"

Pemahat itu kemudian meletakkan pahatannya dan membelah batu tersebut menjadi empat bagian. Kemudian dia meletakkan pecahan batu tersebut sebagai papan injakan di ruang utama kuil. Dia kemudian mengambil setengah pecahan batu sebelumnya dan mulai memahatnya menjadi patung.

Setelah bekerja selama beberapa saat, pemahat tersebut kemudian bertanya kepada batu tersebut,"Apakah anda merasakan sakit?" Batu tersebut menjawab,"Saya merasakan sakit yang sama seperti yang dirasakan oleh batu sebelumnya. Saya berasal dari batu yang sama, jadi penderitaan yang terasa adalah sama, tetapi saya tidak ingin menyerah begitu saja."

Pemahat kemudian bertanya,"Mengapa anda tidak meminta saya untuk memahat lebih pelan?" Batu tersebut kemudian menjawab,"Jika saya meminta hal tersebut, patung yang akan anda pahat tidak akan halus dan rumit. Mungkin perlu diulang lagi. Lebih bagus jika anda dapat mengerjakan pekerjaan anda dengan baik tanpa perlu mengulanginya, dan tidak membuang waktu kita berdua."

Pemahat ini sangat mengagumi tekad batu yang sangat kuat ini dan kembali bekerja dengan gembira. Setelah 30 hari yang penuh penderitaan, batu tersebut akhirnya menjadi sebuah patung yang sangat indah.

Patung Buddha tersebut sangat tinggi dan agung. Setelah patung tersebut diletakkan di altar, masyarakat mulai berdatangan terus menerus untuk menyembah patung tersebut, sehingga kuil tersebut dipenuhi oleh dupa yang terus menyala dari hari ke hari. Suatu hari batu injakan yang berasal dari separuh batu mengajukkan pertanyaan kepada patung,"Mengapa anda dapat duduk di sana dan menerima pemujaan dari masyarakat, sedangkan kami harus menderita diinjak injak oleh ribuan orang setiap hari?"

Patung Buddha tersebut menjawab sambil tersenyum,"Alasannya sangat sederhana – tidak membutuhkan usaha yang sangat keras untuk membuat injakan batu. Tetapi saya harus mengalami penderitaan jutaan pahatan untuk menjadi sebuah patung Buddha. Untuk mendapatkan sesuatu, anda pertama-tama harus mengalami penderitaan." [Lim Soi Na, Pontianak, Tionghoanews]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA