KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Kamis, 15 September 2011

KISAH SEBUAH SAPU TUA

Kampung halaman saya berada di bagian selatan Danyang, di hutan bambu. Disuatu musim semi setelah turun hujan, keesokan harinya wajah saya perlahan-lahan muncul dari permukaan tanah, rembulan dilangit dengan tersenyum lembut menyambut kedatangan saya, bintang-bintang diseberangan pegunungan juga mengucapkan selamat kepada saya, keesokan pagi sinar matahari dengan cemerlang membelai tubuhku.

Sapu Bambu

Sangat bahagia, sebelumnya saya tinggal ditempat yang gelap dan dingin dibawah tanah, selamanya tidak pernah sebahagia ini, sekarang setiap hari saya menikmati kebahagiaan ini, tumbuh besar sehari demi sehari.

Pada suatu  pagi, ada beberapa orang paman dan bibi dengan membawa pisau dan keranjang datang ketempat kami, pada permulaan saya berpikir mereka datang untuk memetik sayuran, akhirnya saya mengetahui mereka datang mengambil rebung.

Kemudian dihutan bambu yang sunyi ini terdengar  suara jeritan kesakitan, saya mendongakkan kepala melihat, paman dan bibi dengan pisau mengorek dan memotong rebung-rebung tersebut dan mereka menjerit dengan pilu. Setelah menyaksikan hal ini saya sangat gugup menunggu kapan mereka akan mengorek saya.

"Hari ini adalah hari pasar, cepat mengambil lebih banyak lagi dan dijual ke pasar."

"Pada musim ini rebung sedang lembut dan manis, hanya direbus dengan air panas saja sudah dapat dimakan."

Setelah mendengar perbincangan diantara mereka, membuat saya lebih gugup lagi.

Saya tidak ingin dijadikan santapan dimeja makan, saya ingin tumbuh besar dan menjadi sebatang bambu yang sehat, tetapi semakin lama mereka semakin mendekati tempat saya, membuat tubuh saya berkeringat dingin.

"Oh Tuhan, tolonglah saya! Saya tidak ingin dijadikan santapan, saya ingin tumbuh menjadi bambu yang sehat!"

Didalam hati saya dengan tulus meminta perlindungan dari Tuhan, tetapi langkah kaki mereka makin lama makin dekat, tiba-tiba sepasang kaki wanita berdiri dihadapan saya. Saya dengan sekuat tenaga memejamkan mata, didalam hati berpikir, "tamatlah riwayat saya." Tetapi tiba-tiba terdengar suara lelaki berkata, "Istriku, sudah saatnya kita pulang!"

"Baiklah, ayo kita pulang sarapan!"

Wanita yang berdiri dihadapan saya menjawab sambil membalikkan badannya, pada saat ini saya bernafas lega!

Mereka semua sudah meninggalkan tempat ini, perlahan-lahan saya melihat keadaan disekeliling saya,  saya melihat dibelakang saya semua rebung masih berada, tetapi dihadapan saya semua telah bersih dicabut, termasuk adik rebung yang kemarin malam mengobrol dengan saya mengatakan setelah besar akan menikah juga telah hilang.

Saya sangat berterima kasih Tuhan telah menyelamatkan saya, tetapi didalam hati saya sangat pilu, saya melihat saudara-saudara rebung saya dibunuh satu persatu dihadapan saya, sedangkan saya hanya berdoa demi keselamatan diri sendiri, hal ini membuat saya sangat menderita.

Dan rasa sakit ini menimbulkan penderitaan yang lain, karena saya tidak tahu kapan orang-orang tersebut akan datang lagi, sehingga membuat saya tidak dapat tidur dengan nyenyak.

Sejak saat itu, pertumbuhan saya tidak sehat lagi, ketika rebung yang lain mulai tumbuh dengan subur dan besar, saya terlihat lemah, sedikit angin kencang akan membuat saya tumbang, mulai saat itu saya tak suka kepada angin yang tertiup diantara di daun-daun bambu.

Hari berlalu dengan cepat, saudara-saudaraku pohon bambu yang tumbuh sehat dewasa dan indah mulai satu persatu meninggalkan hutan bambu. Ketika satu persatu saudara bambu saya meninggalkan hutan ini, membuat saya juga ingin pergi dari tempat ini untuk dijadikan produk-produk dari bambu, seperti keranjang bambu, tirai bambu, angklung, atau apa saja.

Jika tidak, menjadi topi bambu orang desa juga bagus, atau menjadi topi bagi pendekar dimasa lalu dapat mengikuti dia berkelana diseluruh dunia.

Tetapi semua itu hanya khayalan saya, tetapi saya bukan apapun, hanya bisa menjadi penjaga kecil disudut hutan bambu.

Pada suatu malam karena ingin menjalani kehidupan yang berbeda, saya memohon kepada Dewa: "Dewa, tolonglah saya meninggalkan tempat ini menjalani kehidupan yang berbeda!"

Mungkin karena saya berdoa dengan hati yang tulus membuat hatinya tersentuh, keesokan harinya paman yang mencari bambu memotong saya dan membawa saya pulang kerumahnya, karena sangat bersemangat membuat saya tidak dapat tidur dengan nyenyak, menanti dia mengolah saya dijadikan produk dari bambu yang bagus.

Tetapi tidak dinyana, keesokan harinya setelah saya bangun saya telah berubah menjadi sebuah sapu, pada awalnya saya berpikir saya akan dijadikan topi, atau seperti saudara-saudara saya dijadikan suling atau kipas atau barang-barang elegan yang sejenis dengan itu, tetapi siapa yang tahu bisa jadi begitu.

Paman segera membawa saja ke pasar untuk dijual, segera saya sudah terjual, orang yang membeli saya adalah seorang bhiksu dari sebuah kuil. Didalam hati saya berpikir memang harus dijual, dijual saja kepada seorang gadis muda, tetapi sekali ini perhitungan saya meleset lagi.

Bhiksu ini setiap pagi membawa saya menyapu dari aula utama sampai ke taman, terus menuju ke halaman belakang menuju ke toilet. Menyapu aula utama masih dapat diterima , tetapi menyapu toilet membuat saya mual dan ingin muntah. Saya hanya bisa meratapi nasib saya yang malang ini. Tetapi bagaimanapun tempat ini adalah tempat menyembah sang Budha, oleh sebab itu saya hanya dapat dengan serius melanjutkan menyapu terus.

Waktu berlalu perlahan-lahan, saya karena dapat menyapu bersih tempat bersembahyang sang Budha lalu menjadi puas diri. Selama beberapa tahun ini karena dipergunakan menyapu lahan yang demikian luas membuat tubuh saya menjadi aus.

Pada suatu hari, saya melihat tubuh saya telah berubah menjadi sangat kecil, lalu saya berkata kepada bhiksu, "Guru, setiap hari setelah engkau menyapu sekali, tubuh saya menjadi semakin aus, dapatkah engkau tidak menyapu lagi?"

Bhiksu setelah mendengar perkataan saya dengan tersenyum menjawab, "Apakah engkau ingin kuil ini menghilang?"

Saya hanya dengan bengong menatap bhiksu tidak dapat mengeluarkan sepatah katapun.

"Jika engkau tidak ingin menjadi aus dan makin kecil, bagaimana dapat menyapu seluruh kuil ini menjadi bersih, atau apakah engkau ingin kuil ini yang jadi mengecil menggantikan anda?"

"Bukan begitu maksud saya."

"Coba engkau renungkan, kita melakukan sesuatu untuk orang lain, tentu harus membayar dan mengorbankan diri. Engkau dipakai sampai aus dan kecil  karena engkau mencintai orang lain. Mengerti maksud saya."

Dalam sesaat saya tidak mengerti maksud perkataan bhiksu ini, tetapi tidak berani bertanya lagi, hanya bisa berdiri disana memandang kepadanya dengan bengong.

Pada saat itu tiba-tiba, seperti fajar yang menyingsing cahayanya menyinari seluruh hati saya, saya menyadari bahwa inilah keinginan saya sepanjang hidup ini.  Jika dapat menyapu bersih seluruh sudut didunia ini, sehingga tubuh saya menjadi betapa aus dan kecilpun saya rela.

Mulai saat itu, saya masih setiap hari membersihkan seluruh kuil. Pada saat itu saya sudah menjadi sebuah sapu tua dan pendek, tetapi saya dengan gembira masih tetap membersihkan toilet, mungkin kalian ketika mengunjungi kuil disalah satu ruangan akan bertemu dengan saya. [Roswati Lim, Mataram, Tionghoanews]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA