KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Jumat, 02 September 2011

PERAN MASYARAKAT TIONGHOA YANG TERLUPAKAN

Semasa perjuangan fisik (1945-1949), peran masyarakat Tionghoa dalam kemiliteran tidak bisa dikesampingkan begitu saja, tetapi terlupakan dari ingatan kolektif bangsa Indonesia, terutama semasa pemerintahan Orde Baru yang dekat dengan Amerika Serikat. Konteks Perang Dingin mengakibatkan semua yang berbau Tionghoa diasosiasikan dengan rezim Tiongkok komunis. Demikian pula nasib warga Tionghoa totok dan peranakan di Indonesia.

Semisal kisah Tony Wen yang memimpin International Volunteer Brigade (IVB) di sekitar Magelang, Jawa Tengah. Tony memimpin pasukan gabungan dari ragam kebangsaan, seperti Filipina, India, Taiwan, dan bangsa lain, yang bersimpati pada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Profesor Yong Mun Cheong dari National University of Singapore (NUS), dalam bukunya berjudul Singapore and Indonesia's Revolution 1945-1949, mencatat Tony Wen kemudian diberi tugas khusus oleh Presiden Soekarno untuk mengirimkan opium ke Singapura untuk dijual. Uang penjualan opium digunakan untuk membeli persenjataan dan mendanai perjuangan Republik Indonesia.

Pada periode tersebut dikenal pula sosok John Lie yang kemudian berganti nama menjadi Daniel Jahja Dharma sebagai komandan Kapal The Outlaw yang berulang kali menerobos blokade angkatan laut Kerajaan Belanda. John Lie juga mengembangkan jaringan intelijen dari Karachi, Manila, hingga Taiwan untuk mendukung kemerdekaan Republik Indonesia.

Operasi Indoff atau Indonesia Office di Singapura pun, lanjut Yong Mun Cheong, banyak melibatkan pejuang Tionghoa dalam rangka membangun jaringan dan memperoleh pasokan senjata (war surplus) eks Perang Dunia II.

Adapun pada tingkat lokal muncul kelompok perjuangan, seperti Resimen IV Riau dengan anggota warga Tionghoa dan India. Dalam buku biografi Kim Teng dari Pejuang hingga Kedai Kopi karya Nyoto disebutkan adanya nama-nama Tan Kim Teng, Lie Ban Seng, Lie Chiang Tek, Kui Hok, Tji Seng, Tan Teng Hun, Lai Liong Ngip, Chu Chai Hun, Chia Tau Kiat, dan Muhammad Junus (keturunan India).

Sejarawan Didi Kwartanada mengatakan, terdapat Laskar Tionghoa Indonesia (LTI) yang beroperasi di Pemalang, Jawa Tengah. Namun, jasa mereka terlupakan karena adanya cap "kiri". Anton Santoso alias Anton Ong, seorang veteran 45 asal Pemalang yang kini bermukim di Bogor, membenarkan adanya pejuang-pejuang Tionghoa di wilayahnya, Pemalang.

Keunikan lain ditemukan dalam Bataljon Matjan Poetih. Batalyon ini mungkin merupakan satu-satunya composite battalion (batalyon campuran) Jawa dan Tionghoa dalam perang kemerdekaan. Bataljon Matjan Poetih yang beroperasi di kaki Gunung Muria menghimpun pemuda Jawa dan Tionghoa dari Kota Kudus untuk berjuang bersama-sama melawan Belanda.

Masyarakat Tionghoa kala itu mengumpulkan perhiasan yang diselundupkan lewat Pelabuhan Jepara untuk membeli persenjataan di Singapura dalam serangkaian operasi. Sejumlah tokoh batalyon ini adalah FX Soeharto, Thio Ma Ai, dan Sie Kim Siong. Sejumlah nama anggota Bataljon Matjan Poetih ada dalam daftar tahanan pada buku Dalem Tawanan Djepang karya Njo Joe Lan yang diberi kata pengantar oleh Myra Sidharta dalam cetakan ulangnya.

Almarhum Thio Ma Ai dalam satu kesempatan menolak wawancara dengan santun sambil menjelaskan ketika itu semua elemen masyarakat di kota Kudus ikut berjuang dalam kemerdekaan Indonesia.

Pada peringatan enam bulan kemerdekaan RI, diterbitkan buku yang dicetak ulang Kantor Berita Antara. Buku itu juga menampilkan kiprah pemuda Tionghoa mendukung arek-arek Surabaya dalam Pertempuran 10 November 1945.

Pada tahun 1950-an hingga awal 1970-an, banyak pemuda Tionghoa menjadi kadet (taruna) di tiga matra Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Salah satu pemuda peranakan Tionghoa dengan pangkat lebih tinggi dari John Lie di TNI berasal dari TNI Angkatan Laut. Perwira yang ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu mengakui dirinya adalah peranakan Tionghoa Tobelo yang beribukan wanita Minahasa.

Perwira senior yang low profile tersebut menjelaskan keberadaan belasan perwira tinggi (jenderal, laksamana, dan marsekal) dari suku Tionghoa pada tahun 1980-an yang berdinas aktif di TNI. [Dina Kwek, Ternate]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA