KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Senin, 26 September 2011

TAK SEHARUSNYA KITA MENIKAH !

Story: Inikah takdir?, terlahir sebagai seorang lelaki yang tak mendapat restu dari orang tuaku dan orang tua Sumi, tapi aku dan Sumi (bukan nama sebenarnya) harus tetap menikah karena cinta. Walau hanya dihadiri dua sahabatku dan wali hakim yang menikahiku, dalam beberapa menit prosesi pernikahan kami selesai. Tampa sungkem, tabur melati atau hidangan istimewa dan ucapan selamat dari kerabat. Itu tak membuatku putus asa. Cita-cita kami sederhana, ingin hidup bahagia.

Empat tahun kemudian kami di karunia seorang putri yang cantik, sebut saja namanya Bunga (bukan nama sebenarnya). Sayang, dia tak dijenguk kakek-neneknya dan aku merasa prihatin. Aku harus bisa terima nasib kembali, orangtuaku dan orangtua Sumi tak mau menerima kami.  Ya sudahlah.  Aku  tak berhak untuk memaksa dan aku tidak membenci mereka.  Aku hanya yakin, suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.

Bunga tumbuh menjadi seorang gadis kecil yang lincah, senang melompat-lompat, menaiki apa saja yang bisa ia capai, menggapai benda-benda yang ingin ia tahu. Keingin tahuan Bunga tentang sesuatu memang sangat tinggi, tak jarang benda-benda tersebut rusak atau pecah. Terakhir cermin rias ibunya yang pecah.  Waktu dia melompat dari tempat tidur ke lantai, boneka kayu yang dipegangnya terpental. Dan dia cuma bilang  "Kenapa semua kaca di rumah ini selalu pecah, Ma?"

Hari ini Bunga ulang tahun.  Aku sengaja pulang lebih awal dari pekerjaanku agar bisa membeli hadiah dulu. Kemarin lalu dia merengek minta dibelikan bola. Ibunya tak membelikannya karena tak mau anaknya jadi tomboy apalagi di pemain bola seperti  yang sering diucapkannya. "Nanti kalau sudah besar, Bunga mau jadi pemain bola!" tapi aku tidak suka Bunga menangis terus minta bola, makanya kubelikan ia sebuah bola.  Paling tidak aku bisa punya lawan main setiap sabtu sore.  Dan seperti yang sudah kuduga, dia bersorak kegirangan waktu kutunjukkan bola itu. "Horee, Bunga jadi pemain bola."

Anakku sedang asyik menendang bola dan ia semakin ketengah jalan. Aku berlari menghampirinya, rasa khawatirku mengalahkan kehati-hatianku dan sebuah truk pasir telak menghantam tubuhku, lindasan ban besarnya berhenti di atas dua kakiku.  Waktu aku sadar, dua kakiku sudah diamputasi.  Ya Tuhan, bagaimana ini. Bayang-bayang kelam menyelimuti pikiranku, tanpa kaki, bagaimana aku bekerja sementara pekerjaanku mengantar barang dari perusahaan ke rumah konsumen.  Kulihat Sumi menangis sedih, bibir cuma berkata "Coba kalau ayah tak belikan ia bola!"

Sejak kejadian itu, keadaan ekonomi kami morat-marit yang akhirnya memaksa Sumi harus bekerja diluar negeri, padahal saat itu Bunga baru berumur empat tahun. Hanya beberapa tahun Sumi mengirimkan uang untuk keperluan kami, sebelum akhirnya ia menghilang tak pernah lagi memberi kabar, apalagi mengirimkan uang. Aku miris, menghadapi kenyataan.  Menyaksikan anakku yang tumbuh remaja dan aku tahu dia ingin menikmati dunianya.  Tapi keadaanku mengurungnya dalam segala kekurangan.  Tapi aku harus kuat.  Aku harus tabah untuk mengajari Bunga hidup tegar.

Aku merenung seharian. Ingatanku tentang istriku, kembali menemui pikiranku. Sudah bertahun-tahun tak kudengar kabarnya.  Dan itu pula yang membuat aku takut. Semalam Bunga bilang dia ingin bekerja diluar negeri. Sulit baginya mencari pekerjaan di sini yang cuma lulusan SMP.   Dia bilang aku sudah tua, tenagaku habis dan dia ingin agar aku beristirahat.  Dia berjanji akan rajin mengirimi aku uang dan menabung untuk modal.  Setelah itu dia akan pulang, menemaniku kembali  dan membuka usaha kecil-kecilan.  Seperti waktu lalu, kali ini pun aku tak kuasa untuk menghalanginya.  Aku hanya berdoa agar anakku baik-baik saja.

Tiga tahun kemudian aku menerima kabar yang membuat dunia terasa kiamat, Bungaku terancam hukuman mati karena telah membunuh suami majikannya. Aku menangis, aku tak percaya.  Bungaku yang lemah lembut tak mungkin membunuh.  Lagipula kenapa dia harus membunuh.   Hampir setahun aku  gelisah menunggu kasus anakku selesai.  Tenaga tuaku terkuras dan airmataku habis.  Aku hanya bisa memohon agar anakku tidak dihukum mati andai dia memang bersalah.

Hari ini, anakku akan dihukum gantung.  Dan perempuan yang menuntutnya itu akan hadir melihatnya.  Aku  mendengar dari petugas jika dia sudah datang dan ada di belakangku.  Tapi aku tak ingin melihatnya.  Aku melihat isyarat tangan dari hakim di sana.  Petugas itu membuka papan  yang diinjak anakku.  Dan "'blass" Bungaku kini tergantung.  Aku tak bisa lagi menangis. Setelah yakin sudah mati, jenazah anakku diturunkan mereka, aku mendengar langkah kaki menuju jenazah anakku.  Dia perempuan yang menuntut anakku dengan hukuman mati menyibak kain penutupnya dan tersenyum sinis.

Aku mendongakkan kepalaku, dan dengan mataku yang samar oleh air mata, aku melihat garis wajah yang kukenal. "Sumi?" "Mas Hen, kau . !" "Kau … kau bunuh anakmu sendiri, Sumi!" "Bunga? Dia..dia . Bunga?" serunya getir menunjuk jenazah anakku. "Ya, dia Bunga kita. Bunga yang ingin jadi pemain bola jika sudah besar."  "Tidak … tidaaak … " Sumi  berlari ke arah jenazah anakku. Diguncang tubuh kaku itu sambil menjerit histeris.

Sejak saat itu istriku gila.  Tapi apakah dia masih istriku.  Yang aku tahu, aku belum pernah menceraikannya.  Terakhir kudengar kabarnya dia mati bunuh diri.  Dia ingin dikuburkan di samping kuburan anakku, Bunga.  Kata pembantu yang mengantarkan jenazahnya padaku, dia sering berteriak, "Bunga sayaaang, apalagi yang pecah, Nak." Kamu tahu Sumi, kali ini yang pecah adalah hatiku.  Mungkin orang tua kita memang benar, tak seharusnya kita menikah. Agar tak ada kesengsaraan untuk Bunga anak kita.  Benarkah begitu Bunga sayang? [Vivi Tan / Jakarta / Tionghoanews]

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA