KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Sabtu, 11 Juni 2011

RUMAH BUKAN SEKEDAR SARANG

Akhirnya Sandra dapat berjalan keluar dari kabut perceraian. Dalam kurun waktu tiga tahun, hubungan dengan teman-teman baiknya terputus sama sekali. Selain karena malu,  juga karena lamanya masa penyembuhan yang diperlukan bagi Sandra untuk bangkit dari keterpurukan batin.

Setelah keadaan membaik, kini Sandra berinisiatif untuk menghubungi kembali teman-temannya. Tawa yang terdengar dalam telepon masih ceria seperti dulu, mendengar suara ini saya merasa gembira dan lega, akhirnya saya tidak kehilangan seorang teman baik. Insiden perselingkuhan yang berakhir di ambang perceraian saat itu, telah membuat dia kehilangan tujuan hidupnya. Sandra yang selama ini dikenal pandai berbicara dan vokal, berubah menjadi pribadi yang pasif.

Selama ini hubungan Sandra dengan anaknya boleh dibilang mesra. Dia selalu melakukan tanggung jawabnya mengantar jemput anak-anaknya yang masih duduk di bangku sekolah. Jika sakit dia juga yang membawa mereka ke dokter, pelajaran sekolah anaknya juga dia yang memantau. Suaminya tidak banyak berperan dalam keluarga. Kehidupan yang dijalani Sandra saat itu persis seperti kehidupan ibu tunggal (single parent) dalam bentuk lain, namun semuanya tetap diterimanya dengan hati lapang. Hal yang paling membuatnya tidak tahan adalah ketika sang suami secara terang-terangan berkencan dengan seorang pelacur dan tidak menghiraukan keberadaan dirinya.

Demi masa depan anaknya, dia mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang ada bila terjadi perceraian. Kebetulan saat itu dia juga baru di-PHK oleh perusahaan, sehingga dalam waktu singkat dia benar-benar tidak memiliki kemampuan untuk menghidupi ketiga anak-anaknya, maka mungkin tidak dapat membawa ketiga anaknya pergi. Sungguh sebuah pilihan yang sangat menyakitkan dan tidak adil bagi anak-anak. Dia sangat berharap bisa memberikan keluarga yang utuh kepada anak-anaknya, tetapi saat itu situasi benar-benar sulit.

Namun suaminya sama sekali tidak menginginkan perceraian dan tidak membiarkan Sandra membawa satu pun anaknya. Meski menyesali perkawinan, namun demi pendidikan dan hidup ketiga anaknya, Sandra tidak bisa memutuskan hubungan dengan sang suami. Demi masa depan anak-anak, Sandra hanya bisa meratapi nasibnya yang penuh siksaan batin.

Dia tidak tega melihat tatapan anaknya yang panik dan ketakutan seolah-olah akan ditinggal sang ibu. Melalui berulang kali pertimbangan,  akhirnya Sandra mengurungkan niatnya untuk bercerai. Daripada membiarkan ketiga anaknya terluka, dia lebih memilih untuk bertahan dalam penderitaan.

Sandra akhirnya memilih bekerja mengikuti sang suami dengan menjadi seorang karyasiswa (magang). Yang menjadi pertimbangan awal Sandra, selain sulit mendapatkan pekerjaan di luar, suaminya juga kekurangan tenaga kerja. Dengan bekerja ikut suami, dia bisa mengawasi agar sang suami tidak silau harta dan nafsu, sehingga bisa mempertahankan ekonomi keluarga.

Hari-hari selanjutnya bagi dia benar-benar merupakan cobaan hidup yang keras. Pekerjaan Sandra layaknya pekerjaan pria, naik dan turun tangga, memindah dan mengangkat barang-barang berat. Di tempat kerja dia masih harus memerhatikan apakah gaji-gaji pegawai bisa dibagikan tepat waktu, sedang di rumah dia juga tetap memperhatikan pelajaran anak-anak. Tidak peduli secara lahir dan batin dia telah menerima tantangan berat yang belum pernah dialaminya, sakit atau lelah sekalipun tidak pernah meneteskan air mata di depan anak-anaknya, dengan tabah dia melangkah melewati masa-masa transisi paling sulit. Keuletan dan kegigihannya sebagai seorang ibu sungguh membuat orang terharu!

Kian hari anak-anak berangsur-angsur tumbuh dewasa, mereka sangat paham akan jerih payah dan pengorbanan sang ibu, mereka selalu memberi semangat kepada ibu mereka. Sejak dulu Sandra memang berkeinginan untuk pergi ke luar negeri, anjuran dan dorongan dari anak-anak membuat dia akhirnya bisa bertamasya ke luar negeri, mewujudkan impiannya selama bertahun-tahun.

Walaupun perasaan sayang terhadap sang suami telah hilang, namun di mata orang lain, keluarga Sandra tetap terlihat harmonis. Dengan wajah ceria Sandra tersenyum dan berkata: "Manusia pasti akan menjadi dewasa!" Hal itu diucapkannya karena dia telah berhasil melewati masa-masa sulit dan pasang surut kehidupan. Demi anak-anak, Sandra rela menjalani segala penderitaan tanpa sakit hati dan rasa penyesalan.

Rumah bukan sekedar sarang untuk tinggal, tetapi rumah merupakan tempat untuk mencurahkan kasih sayang dan kehangatan rumah tangga. Anak-anak telah menjadi pemicu semangat bagi Sandra untuk berjuang keras dan menjadi penopang bagi hidupnya. Beruntung sekali dia mengerti bagaimana mengalihkan perasaannya, tidak lagi menaruh perasaan senang dan marah pada diri sang suami, tidak lagi mempersalahkan diri sendiri secara pasif, dengan tekad dan keberanian besar dia telah memperjuangkan hidup ini untuk dirinya dan anak-anaknya. (Pue Li, Sampit - tionghoanews.com)

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA