KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Kamis, 01 Desember 2011

CHINESE CRY (6B): GARA-GARA ANGPAO AKU TERIKAT SEUMUR HIDUP

Seluruh desa mentertawakan ketikdakmampuanku mendidik anak. Kamu memang bedebah !"  Akung memaki dengan penuh emosi. Semua terdiam tak berani bersuara. Suasana hangat saat makan malam pun sirna berganti dengan ketegangan. Satu per satu anggota keluarga membubarkan diri secara diam-diam; Ikling dan Ifen pura-pura sibuk belajar; Lan Nio membereskan piring di meja dan membawanya ke dapur; Imei berusaha tetap duduk menyaksikan perdebatan itu.

"Katakan, kamu mau menuruti kata-kataku tadi, pergi ke rumah Ong Sui meminta maaf dan kawin segera dengan Sun Ni, atau aku takkan memberimu sepeser pun harta yang kumiliki!" Suara Akung menggelegar di tengah malam yang sepi.

Lukman menatap Papanya dengan tatapan menantang, kemudian ia berdiri. " Kalau itu yang Papa kehendaki, baiklah, kuturuti permintaan Papa!" katanya keras. Setelah mengucapkan kata-kata itu, Lukman berjalan ke kamar. Imei bernapas lega. Lan Nio yang sedang mencuci piring juga terlihat lega. Mereka menyangka Lukman mengalah, tapi mereka kaget sekali ketika Lukman keluar sambil menenteng tas. Lukman berjalan ke sisi Imei dan mengelus kepala adiknya.

"Aku tak menghendaki sepeser pun harta Papa kalau harus ditukar dengan kebebasanku !" katanya lantang pada Akung, kemudian  menghadap Imei, " Mei, tolong wakili aku menjaga Mama…" katanya dengan suara melankolis. Imei menganggukkan kepala.

"Koko mau pergi lagi?"

"Tak ada pilihan lain, Mei. Aku pulang hanya untuk melepas kangen pada kalian, bukan untuk dipaksa kawin. Apa arti hidup tanpa kebebasan ?"

"Apa kebebasan sedemikian penting bagi Koko?"

"Penting. Sangat penting."

" Apakah selama  ini Koko Luk baik-baik saja?"

"Lebih sehat daripada berada di rumah!" Lukman menepuk-nepuk pipi Imei, kemudian berjalan ke dapur mencari Lan Nio. Ia mencium tangan Lan Nio. Keduanya bertangis-tangisan sejenak. Ketika Lukman melangkahkan kaki,  Lan Nio mengejar hingga ke pintu depan, tapi ia cuma bisa melambaikan tangan dengan hati berat dan wajah penuh airmata.

Akung menatap kepergian Lukman tanpa komentar. Tidak mencegah, juga tidak membentak. Ia duduk terbengong bagai orang bodoh. Jam demi jam berlalu. Imei masuk ke kamar dan berusaha tidur. Matanya enggan berkompromi. Ia membolak-balikkan badan dengan gelisah. Jam 11 ia keluar dari kamar dan mendapati Akung masih duduk di tempat semula. Asap rokok memenuhi ruangan. Perlahan-lahan Imei masuk ke kamar Papanya dan menyambar sebotol arak. Diletakkan botol arak itu di hadapan Akung.

"Minumlah, Pa, agar pikiran Papa tenang dan bisa tidur…" kata Imei pelan. Akung menatap tajam anaknya. Imei tak berani menahan tatapan Papanya, ia berjalan kembali ke kamar dengan kepala tertunduk.

Hari-hari berlalu dengan suasana  miskin percakapan. Semua takut Akung meledak. Semua berbicara dengan suara berbisik. Seringkali Akung duduk sendirian, menghela napas berat, terbengong menatap langit, uring-uringan. Kehidupan di rumah terasa mencekam.

Tiba-tiba Akung memanggil  comblang dan mengutusnya menemui Ong Sui untuk membatalkan pertunangan. Pihak Ong Siu mencak-mencak dan menuntut sejumlah ganti rugi karena nama baik Sun Ni tercemar akibat pertunangann yang dibatalkan. Pembatalan pertunangan bisa berarti merendahkan pihak perempuan.  Imei bisa melihat wajah Sun Ni yang  putih itu semakin mirip kueh salju. Sebuah pertunangan yang dibatalkan bisa bermakna macam-macam. Yang jelas harga diri Sun Ni sebagai wanita terkoyak karena dipermainkan, dan di masa mendatang akan sulit mendapatkan jodoh. Hal itu menimbulkan pergunjingan yang berlarut-larut di kalangan Kaum Keturunan.

Akung kini suka menyendiri dan semakin enggan berbicara. Mungkin  akibat dikucilkan dari pergaulan sesama Kaum Keturunan. Orangtua yang gagal mendidik anak dianggap tak becus menjadi orang tua, statusnya jatuh di mata masyarakat. Ong Sui menceritakan ketidakadilan yang diterimanya kepada setiap Kaum Keturunan di Kertosari. Akung dinilai semakin tak becus, menbimbing adik gagal, mendidik anak juga gagal. [Deri Chua / Jakarta / Tionghoanews]


Sambungan: 1A/1B, 2A/2B, 3A/3B, 4A/4B, 5A/5B, 6A/6B, 7A/7B, 8A/8B, 9A/9B, 10A/10B, 11A/11B, 12A/12B, 13A/13B, 14A/14B, 15A/15B

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA