KISAH | TIONGHOANEWS


Selamat datang berkunjung dalam situs blog milik warga Tionghoa Indonesia. Disini kita bisa berbagi berita tentang kegiatan/kejadian tentang Tionghoa seluruh Indonesia dan berbagi artikel-artikel bermanfaat untuk sesama Tionghoa. Jangan lupa partisipasi anda mengajak teman-teman Tionghoa anda untuk ikutan bergabung dalam situs blog ini.

Senin, 05 Desember 2011

CHINESE CRY (11A): MERUNTUHKAN TEMBOK DENGAN AIR MATA

Tubuh Akung semakin lemah. Setiap hari, sebelum berangkat ke penggilingan, Imei menatap Papanya berlama lama. Setiap pagi ia merasakan keterikatan batin yang kian mendalam di antara mereka, tapi waktu yang tersedia semakin sedikit. Kadang-kadang Imei tertanya-tanya dalam hati, benarkah usia manusia bisa diprediksi? Benarkah nasib manusia bisa diramalkan ?

Tanggal 12 bulan ketujuh Imei pulang dari penggilingan dengan wajah lesu. Tubuhnya lemas sekali. Setiap malam ia menemani Akung hingga larut malam. Waktu tidurnya sangat kurang. Sore itu ia melangkahkan kaki menuju perbatasan kampung.

Gubuk itu kosong. Imei menyeret langkahnya menuju sawah. Ia berhenti di bawah pohon rambutan. Bunyi kantongan plastik berisik ditiup angin. Imei menurunkan satu kantong dan melihat isinya. Pakaiannya masih bagus, tapi rokoknya sudah terburai. Bungkus rokoknya hancur terkena hujan dan panas. Imei menebar racikan tembakau itu ke sawah.

" Paman Amung !" teriaknya keras. Amung menghentikan kegiatan dan berjalan ke pematang. Ia berdiri di depan Imei. Tubuhnya berlepotan lumpur.

" Ada apa, Mei ?" tanyanya dengan sikap heran.

Imei tidak menjawab. Ia menjatuhkan diri bersujud di depan Pamannya. Amung agak terperangah.

" Ada apa ini, Mei ?" Amung berusaha membangunkan keponakannya.

" Keponakan mengunjuk hormat setinggi-tingginya pada Paman. Dengan rasa hormat sedalam-dalamnya keponakan meminta Paman pulang untuk menjenguk Papa." kata Imei dengan kepala ditundukkan dan tangan tersoja. Imei sedang menjalankan penghormatan tertinggi seorang keponakan. Amung kian terperangah.

" Ada apa, Mei !Aku tak mengerti!" bentak Amung.

" Tiga hari lagi Papa akan meninggal, masihkah Paman berkeras tak mau menjenguknya ?" Imei mendongakkan kepala dengan wajah penuh airmata.

" Omong kosong! Mana ada orang yang tahu dengan pasti hari kematiannya. Papamu mengada-ada !" Amung mendengus kesal.

" Paman tentu masih ingat, Kinarti mati di hari apa," tanya Imei. Amung tidak menjawab. Bukan karena tak tahu, tapi karena enggan menjawab. Kehebohan di saat itu sangat hebat,  ia masih mengingat kejadian itu dengan baik.

" Aku tetap tak percaya mereka akan mati di hari yang sama." katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

" Kalau ada seseorang yang bersedia mati karena mencintai Paman, apa yang akan Paman lakukan ?" tanya Imei. Amung diam saja. Hatinya terlalu galau untuk menjawab pertanyan keponakannya. " Kalau Paman telah merenungkan selama seperempat abad tentang kedalaman sebuah cinta, tidakkah Paman ingin mati pada hari yang sama dengan orang yang Paman kasihi?" tambah Imei. Amung tidak menemukan kata-kata untuk menjawab. Imei meneruskan," Mungkin sekedar membuktikan pada sang kekasih, bahwa kematian sang kekasih tidak sia-sia."

Amung semakin terdiam, semakin terpekur. Lama sekali baru ia berkata, " Sayang, tak ada yang bersedia mati karena mencintaiku. Tak ada yang mencintaiku sedalam itu…" desah Amung pelan, sepelan semilirnya angin senja.

" Kalau Bibi Kinar bersedia mati karena mencintai Papa, apakah Paman masih yakin Papa merebutnya dari Paman ?" tanya Imei. Amung kian terperangah.

" Dia bercerita ?!" tanya Amung dengan nada tak percaya. Imei menganggukkan kepala. Amung tampak kacau melihat anggukan Imei.

" Tapi, dia merebut ibumu dariku !" teriak Amung keras. Imei coba mengingat-ingat hubungan Akung Lan Nio. Kapan mereka pernah terlihat mesra ?

" Apakah Paman yakin Papa merebutnya ? Apakah selama ini Paman menyangka mereka setiap malam berpelukan dengan mesra? Berbicara dengan ceria? Aku pernah memberitahu Paman, setiap malam Papa meneguk arak. Kamarnya penuh  botol arak. Apakah Paman menyangka Mama dengan mesra menuangkan arak untuk diminum bersama Papa, dan setelah itu mereka bercerita dengan riangnya ? " Imei berhenti sejenak, membiarkan Amung meresapi omongannya, kemudian meneruskan. " Apakah seorang istri yang baik akan membiarkan suaminya minum arak setiap malam ? Cobalah jawab, Paman !"  desak Imei. Dahi Amung berkerut-kerut memikirkannya.

" Satu hal lagi yang ingin kuberitahu Paman, sejak menikah Papa lebih sering tidur di loteng, di gudang, atau di kamar arak. Aku curiga Papa sengaja menjauhi Mama. Masihkah Paman menganggap Papa merebut Mama dari  Paman ?"  Tanya Imei. Amung semakin tak mampu menjawab.

Imei menatap tajam wajah Pamannya. Perlahan-lahan kepala Amung tertunduk, dan semakin tertunduk. Hari mulai gelap. Imei berdiri dan dengan perlahan berjalan meninggalkan Pamannya yang masih terbengong sendirian. Angin bertiup semakin kencang. Awan-awan putih berarakan berbaur dengan mendung yang hitam. Sebentar lagi akan turun hujan. Bunyi kantongan plastik berbisik seakan-akan mentertawakan kebisuan Amung.

mmmmmm

Tidak ada yang memercayai ucapan Akung tentang usianya yang cuma tinggal beberapa hari, kecuali Imei. Semua mengatakan ajal manusia ada di tangan Tuhan. Cuma Imei yang punya keyakinan itu, dan semakin mendekati perayaan keyakinannya semakin tebal.

Pagi-pagi sekali Lan Nio memasak untuk acara perayaan Hantu Gentayangan. Semua Dewa diberi persembahan agar anggota keluarga dilindungi dan terhindar dari gangguan roh-roh gentayangan. Imei membantu Lan Nio memasak dengan setengah hati, sebentar-sebentar ia masuk ke kamar menjenguk Akung untuk memastikan Papanya masih hidup.

Hari itu Akung makan banyak sekali. Imei menyuapi dan berjaga di sampingnya. Sepanjang hari wajah Akung tampak berseri-seri. Imei berusaha turut menampilkan keceriaan, namun hatinya senantiasa diliputi kewaspadaan. Apa mungkin Akung meninggal secara wajar, atau melakukan hal-hal yang di luar dugaan? Sampai petang tidak terjadi apa-apa. Imei merasa sedikit lega.

Malamnya kembali Akung meminta sebotol arak, juga meminta daun jendela dibiarkan terpentang lebar agar sinar rembulan bebas memasuki kamarnya. Imei menemani Akung dengan hati semakin was-was. Apakah jika malam ini terlewati, maka segala kekuatirannya menjadi sirna ? Tanggal 15 bulan ketujuh tinggal beberapa jam lagi.

Akung sudah 7 malam mendongeng. Semakin lama dongengnya semakin mengharukan. Malam itu Akung bercerita tentang Kisah Meruntuhkan Tembok Besar dengan Airmata. Kisah ini bercerita tentang seorang istri bernama Meng Chiang Nu yang suaminya dipaksa Kaisar pergi membangun Tembok Besar Cina. Selama  bertahun-tahun sang istri menunggu kepulangan suaminya dengan setia, namun sang suami tak pernah kembali, tidak juga mengirim kabar. Akhirnya kerinduan sang istri tak terbendung. Ia menyusul ke tempat suaminya bekerja yang berjarak ribuan lie dari tempat tinggalnya.

Ia menyusuri lembah dan gunung, melewati  onak dan duri, mengarungi jurang dan jeram, akhirnya berhasil menjumpai mandor suaminya. Sang mandor mengabarkan berita buruk,  suaminya telah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu. Istri tersebut sangat sedih mendengar kabar buruk itu dan menyatakan ingin menziarahi kuburan suaminya, tapi mandor  tak bisa mengatakan di mana suaminya dikuburkan. Pembangunan tembok besar mencapai ribuan lie, pekerja yang mati jumlahnya tak terhitung, semua dikuburkan dalam tembok yang sedang dibangun itu, di bagian mana letak kuburan sang suami, tak ada yang tahu. Sang istri tak putus asa. Ia memohon pada Dewa Bumi agar memberinya petunjuk.

Sangking banyaknya pekerja yang mati dan dikuburkan di dalam tembok besar, bahkan Dewa Bumi pun tak tahu persis di mana letak  suaminya dikuburkan. Sang istri menangis sangking sedihnya. Ia bertekad akan berjalan sepanjang tembok besar sambil menangis. Ia berharap tangisannya akan didengar oleh arwah suaminya dari alam kubur dan airmatanya bisa menggugah roh sang suami agar memberinya petunjuk di mana letak terkuburnya sang suami. Ia berjalan dari ujung Tembok Besar  menuju pangkal tembok sambil menangis. [Deri Chua / Jakarta / Tionghoanews]

Sambungan: 1A/1B, 2A/2B, 3A/3B, 4A/4B, 5A/5B, 6A/6B, 7A/7B, 8A/8B, 9A/9B, 10A/10B, 11A/11B, 12A/12B, 13A/13B, 14A/14B, 15A/15B

ARTIKEL YANG BERKAITAN

Mari kita dukung kiriman artikel-artikel dari teman-teman Tionghoa, dengan cara klik "SUKA" dan teruskan artikel kesukaan Anda ke dalam facebook, twitter & googleplus Anda.

TERBARU HARI INI

ARTIKEL: INTERNASIONAL

ARTIKEL: BUDAYA

ARTIKEL: KEHIDUPAN

ARTIKEL: KESEHATAN

ARTIKEL: IPTEK

ARTIKEL: BERITA